Mgr Seno Ngutra: Katekis Sebagai Pendidik dan Pengajar Iman

Pendahuluan.

Katekese tidak terceraikan dari kegiatan pastoral dan misioner Gereja secara keseluruhan (CT, 18). Ia adalah salah satu bagian integral dari karya evangelisasi Gereja yang mencakup ketiga-tiganya. Ia hadir membantu pertumbuhan iman di tahap awal pewartaan Sabda dan terus-menerus membantu pendewasaan iman anggota Gereja. Ia berbeda dengan pemakluman pertama Kabar Gembira. Ia hadir untuk memajukan dan mematangkan pertobatan awal, mendidik orang yang bertobat dalam iman dan menggabungkannya dalam komunitas Kritiani (PUK, 61). Karya ini begitu penting karena secara menyeluruh ia membantu semua anggota Gereja untuk merespon dengan baik sapaan dan tawaran Allah yang ditemukan dalam pewahyuan. Semua orang yang terlibat sebagai subjek aktif baik secara komunal maupun perorangan di dalam karya katekese ini, kita sebut sebagai barisan katekis dengan pelbagi bentuk pengkategoriannya.

Tulisan ini hendak menjawab beberapa pertanyaan sentral yang sengaja diajukan untuk merangsang kita mendalami tema besar di dalam PERNAS ini. Beberapa pertanyaan itu menunjuk kepada siapa kita dan apa yang selama ini sudah kita lakukan sebagai seorang katekis di tengah karya pelayanan kita. Pertanyaan itu antara lain: Siapa itu katekis? Peran apa yang dimainkannya sebagai pendidik dan pengajar iman? Apa kwalifikasi yang dituntut dari peran katekis sebagai pendidik dan pengajar iman? Untuk membingkai keseluruhan usaha mendalami tema kita kali ini baiklah disegarkan kembali pemahaman kita tentang Karya Katekese Gereja sebagai Pendidikan Iman.

 Katekese sebagai Pendidikan Iman

Para Bapa Konsili Vatikan II telah memberikan kerangka paradigmatif pelaksanaan karya katekese dalam bingkai pendidikan kateketis. Disana ditunjuklah beberapa unsur penting sebuah pendidikan kateketis yang perlu diperhatikan, di antaranya menyangkut tujuan, semangat, penerima, metode dan sumber pendidikan kateketis itu diadakan (CD, 14). Dikatakan disana bahwa tujuan pendidikan kateketis yaitu agar iman umat diterangi melalui ajaran, dan menjadi hidup, eksplisit dan aktif. Pendidikan ini harus dilaksanakan dengan rajin dan saksama kepada anak-anak, para remaja, kaum muda dan orang dewasa. Pendidikan itu dilaksanakan dengan memperhatikan tata susunan yang baik dan metode yang cocok, hal mana meliputi bukan saja bahan yang diolah, melainkan juga berkenan dengan sifat perangai, bakat kemampuan dan umur serta situasi hidup para pendengar.  Sementara itu tetap diindahkan Kitab Suci, Tradisi, Liturgi, Ajaran Resmi dan Kehidupan Gereja sebagai acuan atau sumbernya.

Upaya Gereja dalam bidang pendidikan Kristen juga menekankan betapa pentingnya pendidikan kateketis ini (GE, 4). Upaya ini hadir untuk menyinari dan meneguhkan iman, menyediakan santapan bagi hidup menurut semangat Kristus, mengantar mereka kepada partisipasi yang sadar dan aktif dalam misteri Liturgi, dan menggairahkan kegiatan merasul.

Salah satu upaya Gereja yang khas di masa awal pendidikan iman adalah sebagaimana yang dapat kita lihat dalam periode katekumenat, dimana para katekumen diantar sebagaimana seharusnya untuk memasuki rahasia keselamatan, menghayati cara hidup menurut Injil, dan ikut serta dalam upacara-upacara suci, yang harus dirayakan dari masa ke masa. Mereka ini terus diajak untuk memulai hidup dalam iman, merayakan liturgi dan mengamalkan cinta kasih Umat Allah (AG, 14).

Dari kerangka paradigmatif di atas, kita lalu bisa mengerti pengertian katekese sebagai pendidikan iman sebagaimana disarikan dan tertuang dalam Catachesi Trandendae, 18: “Pendidikan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen.”

Karena katekese hadir sejak awal dan terus-menerus dalam upaya membangkitan pertobatan sampai mencapai kematangan iman, maka katekese sebagai pendidikan iman berlangsung sepanjang hidup manusia. Ia tidak berhenti pada aspek tertentu seperti dalam tahapan pengenalan kebenaran iman dan moral sebagaimana diwahyukan melainkan harus sampai pada pembentukan sikap iman sebagai ungkapan ketaatan total pada kehendak dan rencana Allah dalam seluruh perjalanan hidupnya.

Namun perlu disadari bahwa oleh karena iman itu adalah anugerah Allah yang diterima secara personal dalam kuasa pendampingan Roh Kudus yang memampukan setiap orang untuk terpaut, berserah dan menaati Allah, maka peranan Gereja sifatnya sekunder. Gereja hadir mengupayakan agar melalui karya katekese, anugerah iman yang diterima oleh setiap orang itu kian hari makin dirasakan, bertumbuh, dan berbuah dalam diri setiap orang yang menerima pewartaan Sabda Allah. Karena itu, melalui katekese ini, Gereja terus-menerus mencari kemungkinan agar jawaban manusia terhadap tawaran Allah yang ditemukan dalam Kitab Suci dapat terjawab sebagaimana mestinya.

Dengan demikian upaya katekese adalah ia terus-menerus membantu umat beriman agar makin terpikat pada diri Allah sebagaimana ditawarkan oleh Yesus Kristus sehingga mereka dapat dituntun untuk melakukan kehendak dan perintah Allah. Dengan kata lain, upaya katekese sebagai pendidikan iman ini bukan saja berhenti ketika seseorang dinyatakan sudah beriman, melainkan ia dituntun untuk mengalami pertumbuhan dan kedewasaan iman sepanjang perjalanan hidupnya.

 Tugas dan Peranan Katekese dalam Pendidikan Iman

Ada tiga tugas dan peranan katekese sejauh ia hadir sebagai media gerejawi untuk mendidik seseorang dalam iman (Marinus Telambauna, 1999: 51-63). Tugas pertama adalah untuk menyuburkan semangat pertobatan. Tugas ini tidak dapat dimengerti sekedar terbatas pada awal proses, melainkan berlanjut terus dan semakin otentik menuju kedewasaan. Tugas kedua adalah meneguhkan iman orang Kristen melalui perkembangan harmonis ketiga komponen edukatif, yakni pada komponen kognitif (mendalami isi dan makna iman serta keyakinan iman, untuk menjamin wawasan dan motivasi yang perlu agar dewasa dalam iman), pada komponen afektif (menanggapi tuntutan iman secara sadar dan personal dalam sikap yang ditunjukan), dan pada komponen operatif (berperilaku dan bertindak selaku orang Kristen). Tugas ketiga adalah mendampingi dinamika pertumbuhan iman menuju kedewasaan, yang tidak pernah dicapai secara total sampai pada kepenuhan hidupnya di masa eskatologis.

Konkretisasi tugas-tugas itu dapat diajabarkann sebagai berikut: Tugas pertama untuk menyuburkan semangat pertobatan berangkat dari persoalan dimana penyerahan diri secara menyeluruh pada awal suatu katekese tidaklah mungkin sekali jadi atau bahkan belum terjadi sama sekali. Hal itu berangkat dari dua alasan, yakni pembaptisan pada usia anak-anak dan persoalan pelayanan pastoral yang tidak mencukupi sejak awal sehingga berakibat pada terhambatnya perkembangan iman secara teratur dan tidak tercapainya pertobatan. Karena itu, katekese hadir untuk memelihara dan mengajarkan iman, membangkitkan iman dengan pertolongan rahmat, membuka hati, menumbuhkan pertobatan dan mempersiapkan orang yang masih berada pada pintu iman agar berserah diri secara menyeluruh kepada Yesus Kristus (CT, 19).

Tugas kedua adalah membimbing umat beriman untuk memahami misteri Kristus. Disini katekese hadir sebagai media pendidikan iman untuk memperhatikan sekaligus mengembangkan aspek pengetahuan iman dan sikap iman. Katekese hadir untuk semakin memantapkan pemahaman orang terhadap misteri Kristus secara lebih mendalam dan lengkap. “Ia merangsang, pada taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal dan yang  dikurniakan secara efektif melalui baptis. Dengan begitu, setiap orang yang berkat karya rahmat diubah menjadi ciptaan baru, memutuskan untuk mengikuti Kristus, dan dalam Gereja makin banyak belajar berpikir seperti Dia, menilai segalanya seperti Dia, bertindak seturut dengan perintah-perintahNya, dan berharap sesuai dengan ajakanNya” (CT, 20).

Tugas konkret katekese yang ketiga adalah mendorong umat beriman untuk bertindak aktif dalam kehidupan Gereja dan Masyarakat. Dalam proses pendidikan iman yang terarah pada kedewasaan haruslah dikembangkan pula komponen operatif, yakni berbuat sesuatu bagi Gereja dan masyarakat sesuai dengan situasi dan pola hidup. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa katekese berupa inisiasi ke dalam suatu proses yang mengubah manusia secara intern. Katekese hadir disini sebagai proses pendidikan perilaku kristiani dalam pelbagai bentuknya. Misalnya: mendidik orang berdoa, bermeditasi, berpartisipasi dalam sakramen-sakramen dan liturgi; mendidik orang untuk mencintai perdamaian dan keadilan; mempersiapkan orang untuk terjun dalam kehidupan politik; menumbuhkan semangat berekumene. Berkenan dengan tugas konkret ketiga itu, ada pula upaya untuk menumbuhkan dan mendewasakan sikap. Di samping membangkitkan pertobatan, pendidikan sikap harus menjadi juga sasaran katekese bahkan tugas ini jauh lebih menentukan. Pengetahuan agama dan perilaku kristiani tidak menjamin pertumbuhan iman, jika tidak dipadu dengan pendewasaan sikap iman. Hanya dengan mengupayakan kedewasaan iman seseorang, katekese bisa terhindar dari cacat-cacat berupa pengajaran agama melulu, atau persiapan untuk menerima sakramen, ataupun berupa anjuran untuk menaati aturan-atauran moral.

Dari keseluruhan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bagaimana pendidikan iman dalam Gereja dilaksanakan sebagaimana ditegaskan dalam PUK 2020 (n.166): “Katekese dapat digambarkan sebagai proses yang memungkinkan iman menjadi matang dengan menghargai perjalanan pribadi setiap orang beriman. Karena itu, katekese secara keseluruhan adalah suatu pedagogi dalam tindakan iman yang melaksanakan suatu karya terpadu, yakni berupa inisiasi, edukasi dan ajaran, karena selalu memiliki kesatuan yang jelas antara isi dan cara meneruskan ajaran iman. Gereja menyadari bahwa dalam katekese ini Roh Kudus bertindak secara efektif: kehadiran ini menjadikan katekese sebagai pedagogi iman yang sejati.”

 Siapa itu Katekis? Apa Tugas dan Perannya dalam Gereja?

Pada bagian ini, kami akan menampilkan beberapa penjelasan Dokumen Gereja berkenan dengan profil seorang Katekis yang menyangkut identitas, tugas dan peran-perannya. Penjelasan ini diambil begitu sporadis mengingat beberapa dokumen tidak menjelaskan secara proporsional dan sistematis tentang profil katekis ini (kecuali PUK 1997 & PUK 2020). Penjelasannya pun diupayakan tidak menghilangkan kasanah pembahasannya yang asli sehingga dihindari parafrase yang tidak perlu, hal mana justru mengubah isi dokumen. Penelusurannya mula-mula bertolak dari Dokumen Konsili Vatikan II dan akhirnya beberapa petunjuk umum pelaksanaan karya katekese dalam Gereja.

 Dekret Ad Gentes (n. 17)

Katekis diidentifikasikan sebagai barisan pria dan wanita, yang dijiwai semangat merasul memberikan bantuan istimewa dan sungguh-sungguh yang perlu demi penyebarluasan iman dan Gereja. Katekis adalah rekan sekerja yang tangguh bagi para imam dan yang mampu melaksanakan tugas-tugas mereka sendiri. Mereka ini disiapkan dengan pendidikan yang memadai sesuai kebutuhan dan kemajuan kebudayaan. Identifiksi lain seorang katekis dalam dokumen ini adalah mereka yang membaktikan seluruh hidup untuk karya katekese (katekis purnawaktu) dan mereka yang hadir sebagai katekis bantu, yang berkarya dengan murah hati, dan yang pertolongannya tetap akan dibutuhkan Gereja. Mereka ini hadir dalam jemaat-jemaat mereka untuk memimpin doa-doa dan memberi pelajaran. Para katekis yang telah menempuh pendidikan sebagaimana seharusnya akan diberikan perutusan gerejani secara resmi, dalam suatu ibadah liturgis yang dirayakan di muka umum agar mereka memiliki kewibawaan di hadapan umat Allah.

 Pedoman untuk Katekis dari Konggregasi Evangelisasi untuk Bangsa-bangsa (h. 15-19)

Katekis adalah mereka yang menerima panggilan khusus dari Roh Kudus sebagaimana diakui Gereja sebagai suatu kharisma khusus dan diperjelas oleh tugas perutusan dari uskup. Dalam pelayanan misioner, mereka ini bekerja secara khusus sebagai katekis namun juga secara umum untuk bekerja sama dalam pelayanan kerasulan apa saja yang berguna untuk membangun Gereja. Katekis di wilayah misi memiliki empat ciri khas, yaitu suatu panggilan dari Roh Kudus, suatu tugas perutusan dari Gereja, bekerja dengan tugas perutusan apostolik dari uskup dan suatu hubungan khusus dengan kegiatan misi kepada segala bangsa. Mereka berperan mengajarkan pesan kristiani dan menemani para katekumen dan orang-orang Kristen yang baru saja dibaptis dalam perjalanannya menuju kedewasaan iman serta kehidupan sakramental yang penuh. Ia juga hadir dan menjadi saksi serta terlibat dalam perkembangan manusia, inkulturasi dan dialog. Singkatnya, katekis adalah seorang awam yang ditunjuk secara khusus oleh Gereja, sesuai dengan kebutuhan setempat, untuk memperkenalkan Kristus, dicintai dan diikuti oleh mereka yang belum mengenalNya dan oleh kaum beriman itu sendiri. Dalam dokumen ini, katekis dibagi dalam dua tipe utama. Pertama, katekis purna waktu, yang mengabdikan seluruh hidupnya demi pelayanan katekese dan yang diakui secara resmi sebagai katekis. Kedua, katekis paruh waktu, yang ikut terlibat secara lebih terbatas tetapi tulus dan serius. Di samping kaum awam yang hadir menjadi katekis, terbuka pula kehadiran kaum religius yang dari panggilannya yang khas turut serta terlibat dalam karya katekese di daerah misi.

 Direktori Kateketik Umum 1972 (n. 35, 71 & 115)

Katekis adalah saksi iman dan penerjemah Gereja di antara mereka yang mengikuti pengajaran. Katekis membaca tanda-tanda iman dan ia mengajar orang lain bagaimana membacanya. Ia bukan hanya bertugas mengajarkan katekismus secara langsung, melainkan juga memberikan bantuan untuk membuat persekutuan Gereja menjadi hidup. Para katekis bertanggung jawab memilih dan menciptakan keadaan-keadaan yang cocok agar pewartaan kristen dicari, diterima dan diteliti secara mendalam. Katekis berasal dari barisan awam, barisan religius, para orang tua, diakon dan para imam serta guru-guru agama dalam sekolah-sekolah umum baik milik Gereja maupun milik Negara.

 Petunjuk Umum Katekese 1997 (n. 220-232)

Dokumen ini mempersembahkan bagian khusus yang berbicara tentang para pelaksana karya katekese dalam Gereja Partikular. Disana dijelaskan bahwa seluruh komunitas kristiani bertanggung jawab bagi karya katekese. Setiap orang dalam komunitas diharapkan terlibat dan mengikuti proses pembinaan iman para peserta katekese sekaligus pada akhirnya menerima mereka masuk dalam persekutuan komunitas dimana disana mereka akan memberi banyak hal kepada para penerima katekese dan juga menerima banyak hal dari para penerima katekese.

Penanggung jawab utama karya katekese adalah Uskup. Ia mengerahkan segala sumber daya demi efektifnya karya katekese, menjaga ajaran iman yang sehat, menjaga semangat dalam karya katekese, mempersiapkan dengan baik para katekis secara memadai dan membuat program yang jelas, koheren, dan menyeluruh dalam keuskupan. Ia dibantu oleh para imam yang bertindak sekaligus menjadi gembala dan pendidik dalam komunitas Kristiani.  Mereka diminta membina rasa tanggung jawab bersama dalam karya katekese di paroki, menemukan orientasi dan memelihara partisipasi aktif para katekis di lingkungan parokinya sehingga katekese dapat ditata dan diarahkan dengan baik, memajukan dan membedakan panggilan-panggilan bagi pelayanan katekse dan memperhatikan pembinaan para katekis, mengintegrasi karya katekese dalam program evangelisasi komunitas dan memelihara hubungan antara katekese, sakramen dan liturgi sekaligus menjaga kesatuan ikatan karya katekese komunitasnya dengan program pastoral keuskupan. Para orang tua disebutkan sebagai pendidik pertama bagi anak-anak. Melalui sakramen perkawinan, mereka menerima tugas sebagai pendidik iman anak-anak. Mereka hadir memberikan kesaksian hidup beriman dan memberikan katekese keluarga yang mendahului, menyertai dan memperkaya semua bentuk katekese yang diterima anak-anak. Juga kehadiran para biarawan-biarawati yang berperan secara sangat khas dengan penghayatan hidup Injili mereka dalam menghadirkan tatanan realitas Kerajaan Allah.

Terakhir adalah barisan kaum awam. Mereka ini giat dalam katekese berdasarkan keberadaan mereka dalam dunia. Panggilan mereka berdasar pada anugerah sakramen baptis dan krisma selain ada yang menerima panggilan khusus untuk menjadi katekis dan disertai dengan tugas dari Gereja. Dari antara mereka ini, ada yang bisa menjadi katekis dalam satu periode terbatas atau semata-mata hanya kadang-kadang. Di setiap keuskupan bahkan dianjurkan adanya para katekis dari kaum awam dan para biarawan dan biarawati yang bekerja secara tetap bagi karya katekese dalam kesatuan dengan para imam dan uskup setempat. Dokumen ini juga mengangkat beberapa tipe profil katekis yang hadir melayani daerah misi, keadaan Gereja yang sudah tua tradisi kristianinya dan yang membutuhkan evangelisasi baru, katekis untuk pertemuan prasakramental, katekis dalam situasi-situasi yang khusus (lansia, difabel, para migran dan terpinggirkan).

Petunjuk Umum Katekese (2022)

Dokumen ini mempersembahkan 2 (dua) bab khusus yang berbicara tentang katekis, yakni dalam Bab III menyangkut “Identitas dan Panggilan Katekis” dan dalam Bab IV berbicara mengenai “Pembinaan Katekis”. Dijelaskan disana bahwa akar panggilan khusus katekis yakni panggilan umum umat Allah. Mereka sebagai bagian dari umat Allah, dengan menerima rahmat pembaptisan dan krisma, dipersatukan ke dalam Kristus dan mengambil bagian dalam tugasnya sebagai imam, nabi dan raja (bdk. LG 31). Sebagai seorang Kristiani, katekis menerima dalam iman, panggilan khusus dari Allah untuk melayani penerusan iman dan tugas untuk mengawali kepada hidup Kristiani. Katekis diutus mengambil bagian dalam misi Yesus untuk mengantar murid-murid masuk ke dalam hubungan keputraanNya dengan Bapa. Katekis menjadi saksi dari tradisinya yang hidup dan mediator yang mempermudah masuknya murid-murid Kristus yang baru ke dalam Tubuh gerejawiNya. Ada tiga peran penting katekis yang ditunjuk dalam dokumen ini:

Pertama,  katekis adalah saksi iman dan penjaga ingatan akan Allah. Ia bertindak menjadi saksi iman dengan cara menjaga, memelihara dan memberi kesaksian tentang hidup baru yang berasal dari perjumpaan dengan pribadi Yesus sebagaimana ia alami dari pengalaman akan kebaikan dan kebenaran Injil dan menjadi tanda bagi orang-orang lain.

Kedua, katekis adalah guru dan mistagog yang mengantar orang ke dalam misteri Allah sebagimana terwahyukan dalam Paskah Kristus dan sebagai ikon dari Yesus Guru. Ia bertugas untuk meneruskan isi iman dan membimbing kepada misteri iman tersebut. Ia hadir menyingkapkan kebenaran tentang manusia dan panggilannya yang utama, dengan mengkomunikasikan pengetahuan tentang Kristus  sekaligus untuk mengantar ke dalam berbagai dimensi hidup kristiani.

Ketiga, katekis adalah pendamping dan pendidik bagi mereka yang dipercayakan oleh Gereja kepadanya. Ia adalah ahli dalam seni pendampingan, memiliki kompetensi edukatif, tahu mendengarkan dan masuk dalam dinamika pendewasaan manusia, menjadi teman seperjalanan dengan kesabaran dan cita rasa kebertahapan, dengan ketaatan terhadap karya Roh, dalam proses pembinaan, dengan membantu saudara-saudari untuk menjadi matang dalam hidup kristiani dan berjalan menuju Allah. Ia ahli dalam kemanusiaan, mengetahui kegembiraan  dan pengharapan manasia, kesedihan dan kecemasannya (bdk. GS 1) dan tahu menempatkan semuanya dalam hubungannya dengan Injil Yesus.

Mereka yang bertanggung jawab dan terlibat dalam karya katekese ini sebagian besar sebagaimana para subjek pelaksana karya katekese dalam PUK 1997. Mereka itu adalah Uskup, Para Imam, Diakon, Kelompok Hidup Bakti dan Katekis Awam. Menariknya dalam dokumen ini ditunjuk beberapa kelompok awam yang dirasa penting dalam karya katekese, yakni di antaranya bapa dan ibu wali baptis sebagai rekan kerja para orang tua. Tugas mereka adalah menunjukkan kepada katekumen, praktik Injil dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, membantunya dalam kebimbangan dan kecemasan, memberikan kesaksian kepadanya dan memperhatikan perkembangan kehidupan pembaptisannya. Selain itu, ada juga pelayanan para kakek dan nenek untuk penerusan iman dimana kehadiran mereka menjadi acuan bagi keluarga dalam menghadapi krisis keluarga. Mereka dengan banyak waktu dan kemampuan yang dimiliki dapat mendedikasikannya untuk mendorong orang muda dengan daya yang kreatif. Doa dan permohonan mereka menopang komunitas yang bekerja dan berjuang dalam hidup.  Juga dapat disebutkan secara khusus sumbangan besar kaum perempuan dalam karya katekese ini. Mereka hadir dalam kejeniusan feminim menampakan gambaran keibuan yang memberikan kesaksian baik dalam keadaan pelayanan biasa maupun dalam keadaan sulit dimana mereka tetap tampil dengan kelembutan kasih.

Katekis menurut Ahli Ilmu Katekese (Traktat Kuliah Pengantar Katekese STPAK Ambon)

Sebagai referensi tambahan, baiklah disebutkan satu pengkategorian katekis oleh Emilio Alberich yang pernah membedakan tiga level berbeda dari para penanggung jawab katekese. Pada level pertama adalah mereka yang berada atau bergerak pada level dasar. Mereka ini secara tradisional disebut sebagai para katekis. Mereka bergerak dan berkarya pada bidang pelayanan kateketis di komunitas-komunitas Kristiani seperti melayani inisiasi sakramen, persiapan baptis dan pernikahan, animator kelompok sharing iman dan katekese biblis, dlsb. Pada level kedua adalah mereka yang menjadi koordinator dan animator karya katekese paroki, penanggung jawab pembinaan katekis pada level Gereja Lokal, yang bekerja aktif dalam menggerakan karya katekese pada komisi kateketik dan terlibat aktif dalam grup-grup pastoral dan katekese. Pada level ketiga adalah mereka yang dikategorikan sebagai ahli dan penanggung jawab tertinggi pada Gereja Lokal atau Regional baik itu menyangkut aspek otoritas eklesial (para gembala, uskup dan imam), penanggung jawab karya katekese nasional atau diosesan (direktur atau sekretaris Komisi kateketik) maupun mereka yang memang benar-benar disiapkan dengan studi dan penelitian-penelitian (dosen kateketik, tenaga ahli dan pelajar ilmu kateketik).

 Katekis adalah Seorang Pendidik dan Pengajar Iman

Tesis pertama: seorang pelaku aktif katekese atau seorang katekis adalah seorang pendidik dan pengajar iman. Mereka dipanggil dan mengembangkan panggilannya dalam karya katekese yang hadir dalam Gereja sebagai karya pendidikan iman. Para katekis, dengan demikian adalah pendidik dan pengajar iman bagi umat beriman yang dipercayakan kepada karya pelayanan mereka.

Tesis kedua adalah seorang katekis yang bertindak sebagai pendidik dan pengajar iman, tidak bisa dipisahkan dengan perannya yang lain sebagaimana telah disebutkan secara amat jelas dalam PUK 2020. Seorang katekis adalah bertindak sekaligus sebagai saksi iman dan penjaga ingatan akan Allah, guru dan mistagog, pendamping dan pendidik bagi mereka yang dipercayakan kepadanya.  Kenyataan ini tentu sejalan dengan cara pandang kita untuk melihat seluruh proses katekese dalam Gereja secara integral yang meliputi tahapan inisiasi, pendidikan dan pengajaran. Seorang katekis akan sulit berdiri sebagai pendidik dan pengajar iman dengan penguasaan metodologi di bidang didaktika dan pedagogi bila ia sendiri belum pernah mengalami kebaikan dan kebenaran Injil dari perjumpaannya dengan pribadi Kristus dan yang memampukannya untuk memberikan kesaksian tentang hidup baru yang dialaminya (saksi iman dan penjaga ingatan akan Allah). Seorang katekis akan sulit berdiri sebagai pendidik dan pengajar iman bila ia sendiri tidak mengenal dan menguasai isi iman untuk diteruskannya dan/ atau ditunjukkannya dalam praksis hidup beriman di tengah komunitas kristiani (guru dan mistagog).

Untuk menemukan kwalitas apa yang perlu bagi seorang katekis dalam integrasi tiga peran di atas maka kita akan melihat beberapa dimensi pembinaan katekis yang perlu diperhatikan (PUK 2020, 139-150; PUK 1997, 212-217): Dimensi pertama yakni menjadi dan tahu bagaimana menjadi bersama. Dari dimensi ini, seorang katekis yang adalah saksi iman dan penjaga ingatan akan Allah diharapakan bertumbuh dalam kematangan pribadi manusiawi dan kristiani. Ia dipanggil untuk bertumbuh dan berkembang terus-menerus dalam keseimbangan afektif, memiliki pandangan yang kritis, kesatuan dan kebebasan batin, dengan menghayati relasi-relasi yang mendukung dan memperkaya imannya.  Ia harus berkembang dalam spiritualitas katekis sehingga kegiatan-kegiatannya lahir dari kebenaran kesaksian hidupnya sendiri. Ia memainkan suatu peran terhadap orang-orang yang ia dampingi dalam iman dan ia diterima oleh mereka sebagai pribadi acuan, yang mengembangkan bentuk otoritas tertentu.

Dimensi kedua adalah mengetahui. Katekis adalah guru yang mengajar iman. Ia bertindak sebagai pribadi yang akan meneruskan iman kepada mereka yang dipercayakan kepadanya untuk dibina dalam iman. Karena itu, seorang katekis harus mengetahui keutuhan pesan iman yang akan disampaikannya, terutama dihubungkan dengan konteks budaya, gerejawi dan kehidupan dari teman atau orang yang didampinginya. Ia perlu sadar sepenuhnya bahwa penyerapan isi iman sebagai kebijaksanaan iman terjadi terutama melalui keakraban dengan Kitab Suci dan dengan studi Katekismus Gereja Katolik, Katekismus Gereja Partikular dan Dokumen-dokumen Magisterium. Dari sana ia diminta untuk mengetahui tahap-tahap besar dalam sejarah keselamatan, yakni dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan Sejarah Gereja, dalam terang misteri Paskah Kristus; inti-inti dasar pesan dan pengamalan Kristiani berupa simbol iman, liturgi dan sakramen-sakramen, kehidupan moral dan doa; Unsur-unsur utama Magisterium Gereja terkait pewartaan Injil dan Katekese. Juga pengetahuan umum tentang teologi, liturgi dan disiplin sakramental pada konteks mana ia hadir dan melayani serta unsur-unsur esensial kehidupan dan teologi dari Gereja dan Komunitas Kristiani dan Agama lain sehingga dengan mudah ia dapat membangun dialog. Selain pesan iman yang harus diketahuinya secara utuh dan mendalam, ia juga diminta untuk mengenal manusia yang konkret dan konteks sosio-budaya dimana ia hidup. Ia diminta hidup dalam pergaulan erat dengan sesama mereka semasa, dan berusaha menyelami dengan saksama corak-corak mereka berpikir dan berperasaan, yang terungkapkan melalui kebudayaan (GS, 62). Hal ini dapat ia kembangkan dari pengalaman dan refleksi tapi terutama juga dari bantuan ilmu-ilmu kemanusiaan dalam terang prinsip-prinsip ajaran sosial Gereja.

Dimensi ketiga yakni tahu melakukan. Katekis disini hadir sebagai pendidik dan komunikator. Katekis adalah seorang pribadi yang memudahkan kematangan iman, yang dengan bantuan Roh Kudus diperoleh para katekumen dan mereka yang menerima katekese. Katekis harus hadir sebagai seorang fasilitator karena ia sadar sepenuhnya bahwa teman bicara adalah subjek aktif yang di dalam dirinya rahmat Allah bekerja secara dinamis yang mengalir dari pengalaman hidupnya sendiri. Dari dimensi ini, seorang katekis diharapkan memiliki kecakapan pedagogis seperti kemampuan kebebasan batin dan kemurahan hati, dedikasi dan koherensi untuk dapat menjadi saksi iman yang dapat dipercaya; kompetensi dalam mengkomunikasikan dan menarasikan iman sebagai kecakapan untuk menyajikan sejarah keselamatan secara signifikan agar orang-orang dapat merasa menjadi bagian dari dirinya; dan kematangan mentalitas edukatif, yang melibatkan kesediaan untuk membangun relasi-relasi yang matang dengan orang-orang dan kemampuan untuk membimbing dinamika-dinamika kelompok, dengan mendukung dimulainya proses-proses pembelajaran baik individual maupun komunitas; pengelolaan yang tenang relasi-relasi edukatif dalam kualitas afektif mereka, dengan meyelaraskan diri dengan dunia batin orang lain dan mengusahakan agar dapat mengungkapkan emosi-emosinya sendiri; kemampuan untuk menyiapkan suatu perjalanan iman yang terdiri dari mempertimbangkan lingkungan-lingkungan sosial budaya-menyusun suatu rencana tindakan yang realistis; menggunakan dengan kreativitas bahasa-bahsa, teknik-teknik dan sarana-sarana; melalukan verifikasi. Sebagai pendidik, katekis juga mempunyai fungsi untuk menjembatani anggota sebagai bagian dari komunitas dan untuk menjalankan pelayanan kateketis dengan gaya kebersamaan. Katekis disini melaksanakan proses edukatif bukan secara individu, melainkan secara bersama dengan komunitas dan atas nama komunitas.  Ia diharapkan mampu membangun relasi kebersamaan dengan kelompok para katekis atau petugas pastoral lain sambil terus berupaya menjaga kualitas relasi bersama mereka dan untuk menganimasi dinamika-dinamika kelompok katekese yang ada.

Penutup

Katekis adalah pelaksana aktif karya katekese dalam Gereja. Karena katekese sendiri adalah karya gerejani dalam rangka mendidik umat untuk beriman menuju kematangannya maka katekis hadir melayani proses pembinaan atau pendidikan iman itu. Karena itu, salah satu peran utama katekis adalah sebagai pendidik dan pengajar iman. Peran ini tak bisa dilepaspisahkan dari kedua perannya yang lain yakni sebagai saksi iman dan penjaga ingatan akan Allah, dan sebagai guru dan mistagog. Katekis sebagai pendidik dan pengajar iman serentak adalah saksi iman, penjaga memori akan Allah, guru dan mistagog. Kwalitas-kwalitas yang dibangun dari ketiga dimensi pembinaan (menjadi dan tahu bagaimana menjadi bersama, mengetahui dan tahu melakukan), akhirnya menujukkan bahwa semuanya adalah terintegrasi untuk mendukung ketiga tugas dan peran katekis.

 Daftar Acuan:

  1. Dokumen Konsili Vatikan II (DokPen KWI. Jakarta: Obor, 1993)
  2. Konggregasi Suci untuk Para Klerus. Direktorium Kateketik Umum 1972 (Ende: Nusa Indah, 1991).
  3. Yohanes Paulus II. Catechesi Tradendae (DokPen KWI: Jakarta, 2016).
  4. Konggregasi Evangelisasi untuk Bangsa-bangsa. Petunjuk untuk Katekis (Komkat KWI: Jakarta, 1997).
  5. Konggregasi untuk Imam. Petunjuk Umum Katekese 1997 (DokPen KWI: Jakarta, 2000).
  6. Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru. Petunjuk Umum Katekese 2020 (DokPen KWI & KomKat KWI: Jakarta, 2022).
  7. Marinus Telaumbanua. Ilmu Kateketik (Obor: Jakarta,1999).
  8. STPAK Ambon. Traktat Kuliah Pengantar Katekese (Tidak dipublikasikan).

*********

Mgr Seno Ngutra adalah  Ketua Komisi Kateketik KWI, Uskup, Keuskupan Amboina 

Tulisan ini sudah dipresentasikan pada Pertemuan Nasional V Katekis pada tgl 1 Juli 2024 di kantor KWI, Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *