Tentang Kami
Direktorium Konferensi Waligereja Indonesia, Bab I, Pasal 57 menjelaskan tujuan dan fungsi Komisi Kateketik sebagai berikut:
Tujuan:
Membantu Waligereja membuat kebijakan dalam bidang katekese dan merencanakan, melaksanakan serta mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kateketik pada tingkat nasional.
Fungsi:
a. Memantau dan mempelajari situasi masyarakat dan perkembangan sebagai konteks kegiatan katekese dan berdasarkan situasi itu mengangkat dan menarik pelbagai kebijakan di bidang katekese
untuk disampaikan kepada:
* KWI dan instansi lain yang memerlukan
* Komisi-komisi kateketik di keuskupan;
b. Menggalakkan kegiatan katekese yang sudah menjadi kebijakan KWI dalam pelbagai bentuknya dengan pelbagai cara dalam kerjasama dengan pelbagai pihak:
* Mengusahakan peningkatan mutu Pelajaran Agama Katolik di SD, SMP, SMA, SMK dan Perguruan Tinggi dengan mengadakan kurikulum, buku-buku pegangan dan buku-buku pendampingan;
* Menggalakkan kegiatan bina iman di keuskupan-keuskupan;
* Menggerakkan kegiatan katekese umat dengan mengadakan buku-buku dan sarana-sarana yang bermanfaat.
c. Membangun kerjasama:
* Komisi Kateketik KWI berusaha untuk membangun kerjasama yang erat dengan KomKat-KomKat Keuskupan dengan saling memberikan informasi dan saling mendukung dalam kegiatan katekese.
* Melancarkan hubungan antar KomKat se-tanah air;
* Menjalin kerjasama dengan komisi-komisi lain di KWI, lembaga-lembaga lain serta pemerintah dalam bidang kegiatan katekese;
* Mengusahakan hubungan dan bantuan dari luar negeri yang bisa membantu kegiatan katekese di Indonesia.
* Membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga Pendidikan Tinggi bidang Kateketik yang berada di bawah naungan Departemen terkait.
d. Mengadakan kunjungan-kunjungan animasi kedaerah-daerah.
e. Memikirkan dan mengusahakan perbaikan menyangkut identitas, peranan/posisi serta kesejahteraan para katekis di tanah air.
f. Menyelenggarakan sidang untuk:
* Mendapatkan masukan serta berbagai pengalaman dalam karya katekese;
* Membahas permasalahan serta menentukan kebijakan-kebijakan dalam kaitannya dengan katekese;
* Membentuk kelompok kerja, kalau ada kegiatan khusus.
g. Memprakarsai lokakarya serta pertemuan kateketik tingkat nasional dan mendorong pertemuan kateketik di tingkat region atau provinsigerejawi;
h. Mengusahakanpenerbitanbuku-buku yang bermanfaatdan imprimatur untukbuku-bukuitu, kalaudianggapperlu;
i. Mendokumentasikan bahan-bahan dan hasil-hasil kegiatan pelajaran agama di semua jenjang pendidikan dan katekese umat.
Sejarah Singkat Komisi Kateketik KWI
Komisi Kateketik KWI berdiri pada tahun 1924 seiring dengan berdirinya Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI), dengan sebutan PWI Kateketik. Pada tahun awal berdirinya, MAWI memberikan tugas kepada PWI Kateketik untuk memperhatikan dan membina perkembangan katekese di Indonesia baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Untuk itu pada tahun ini disepakati adanya penyusunan sebuah jadwal pengajaran berpegang pada ‘Kleine Katechismus’ dan ‘Grote Katechismus’ yang berlaku bagi sekolah-sekolah katolik untuk anak-anak Eropa. Untuk Katekismus bahasa-bahasa daerah redaksinya diserahkan kepada daerah masing-masing. Pada Tahun 1925 Waligereja menyusun sebuah katekismus dalam bahasa Melayu yang dipergunakan di mana-mana, sementara ada pula beberapa buah katekismus daerah. Untuk orang Tionghoa katolik, yang tidak mengerti bahasa Belanda atau Melayu, tersedia sebuah katekismus dalam bahasa Tionghoa, terbitan Hongkong. Namun pada tahun 1934, MAWI menekankan supaya dipelihara kesatuan dalam memakai satu katekismus saja dalam pengajaran agama katolik yaitu dengan menggunakan bahasa Melayu. Juga ditekankan bagi anak-anak bukan katolik yang belajar pada sekolah-sekolah katolik harus mengikuti juga pengajaran katekismus sesudah ada persetujuan dari orang tua.
Di era tahun 1955, Para Waligereja meminta agar Panitia Pendidikan dan Pengajaran Agama menerbitkan buku-buku katekese, sedapat mungkin dalam lingkungan regional. Pada semua Seminari Tinggi harus diberikan kursus katekese. Panitia Pendidikan dan Pengajaran Agama diminta menyusun kursus-kursus katekese untuk guru-guru. Majalah Rohani dan majalah dari Persatuan Guru Katolik (PGK) supaya memuat lebih banyak karangan mengenai katekese. Pada sekolah-sekolah katolik dengan murid-murid bukan katolik sekurang-kurangnya diberikan kursus budi-pekerti. Para Waligereja sangat menginginkan, agar para bruder dan suster lebih banyak diikutsertakan dalam memberikan katekese.
Pada tahun 1960, Konperensi Waligereja se Indonesia mengakui Lembaga Katekesis SJ sebagai Pusat Penyelidikan dan pelaksanaan masalah-masalah dan kepentingan katekese MAWI. Konperensi Waligereja se Indonesia menugaskan Kateketis Sentrum mengarang Katekismus Indonesia baru, menurut rencana yang telah disampaikan kepada para Waligereja Jawa dan menyelenggarakan sebuah buku pegangan pelajaran-pelajaran terurai sesuai dengan Katekismus baru. Konferensi Waligereja se Indonesia mempercayakan kepada Kateketis Sentrum rencana pengedaran buku-buku pengajaran agama lainnya yang dianggap menjadi kebutuhan primer.
Pada Tahun 1970 MAWI menyatakan sikapnya, sehubungan dengan adanya kurikulum agama di sekolah, bahwa: Tidak nyatalah keharusan memasukkan pelajaran agama dalam kurikulum sekolah. Tidak nyata pulalah bahwa Pemerintah dapat mengharuskan pelajaran agama (sebagai usaha pengembangan iman) di sekolah-sekolah. Pelajaran agama katolik adalah kompetensi Uskup setempat. Tugas Gereja ialah untuk membantu orang tua dalam pendidikan iman anak-anaknya. Namun pada tahun 1972, MAWI menyetujui adanya Kurikulum Nasional Agama Katolik pada SD, SLTP, SLTA, Universitas. Disetujui oleh sidang bahwa PWI Kateketik yang mengerjakannya.
Tahun 1976, MAWI menyetujui naskah “Mencari arah katekese dalam Gereja yang berkembang di Indonesia” untuk kemudian dikonkritkan dalam pertemuan Kateketik antar Keuskupan. Pada tahun 1977 terselenggaralah Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia yang pertama (PKKI I) yang berlangsung tanggal 10 s.d. 16 Juli 1977, di Sindanglaya, Jawa Barat. Dalam pertemuan kateketik ini tercetuslah arah katekese di Indonesia ialah Katekese Umat, yaitu katekese sebagai komunikasi iman umat, katekese dari umat dan untuk umat, katekese yang menjemaat, yang berdasarkan pada situasi konkrit setempat menurut pola Yesus Kristus. PKKI II dilaksanakan di Wisma Samadi Klender-Jakarta, pada Juni 1980. Pertemuan ini sebagai tindaklanjut dari PKKI I yang telah menemukan arah katekese di Indonesia, yaitu Katekese Umat. Dalam pertemuan ini para peserta berusaha mendefinisikan Katekese Umat secara lebih dalam dan terperinci, yaitu tentang pengertiannya, isi katekese umat, tujuannya, pesertanya dan fasilitatornya.
Kemudian, pada Tahun 1984, PKKI III diadakan di Pacet-Mojokerto-Jawa Timur. Pokok pembicaraan dalam pertemua ini ialah menampung dan mengkomunikasikan berbagai gagasan dan usaha-usaha praktis Pembinaan Pembina Katekese Umat dari hampir semua Keuskupan dan Lembaga Kateketik/ Pastoral di Indonesia untuk selanjutnya dikembangkan di tempat masing-masing guna terlaksananya Katekese Umat secara merata sampai ke kelompok umat dasar. Pada tahun 1984 ini juga, MAWI menugaskan Komisi Kateketik untuk menyerahkan kurikulum pelajaran Agama Katolik di SD, SMTP, SMTA Negeri kepada pemerintah, sesudah diadakan perbaikan sesuai dengan saran sidang MAWI 1984, khususnya mengenai perumusan tema dan aspek kristologis.
PKKI IV diselenggarakan di Denpasar-Bali, Oktober 1988 dengan tema: Membina Iman yang Teribat dalam Masyarakat. Tema ini membawa suatu wawasan baru yang menantang suatu perubahan strategi dalam operasi katekis. Disadari bahwa Katekese dengan Gereja sentris seperti selama ini rupa-rupanya tidak relevan sebagai kabar gembira keselamatan. Sudah waktunya kita harus melirik keluar pagar gereja intern ada apa di masyarakat dan bagaimana Gereja menjadi garam dunia. Mungkin orientasi katekese di masa mendatang tidak lagi Gereja sentris tetapi mengarah ke Kerajaan Allah sentris.
PKKI V dilaksanakan di Caringin – Bogor, 1992 dengan tema: Beriman Dalam Hidup Bermasyarakat: Tantangan Bagi Katekese. PKKI V dilihat sebagai satu mata rantai dan suatu proses panjang untuk membuat katekese sungguh fungsional dalam pembentukan Gereja yang missioner di Indonesia ini. Kehadiran dan pembentukan missioner suatu Gereja lokal menjadi lebih kompleks. Namun apa yang dasariah dalam katekese tetap berlaku, yaitu: iman umat dibangun secara terarah, dalam perjumpaan dengan wahyu ilahi di tengah situasi masyarakat yang kongkrit.
Pada Tahun 1994, Komisi Kateketik menerbitkan Buku Pendidikan Agama Katolik di SD, SMP dan SMA yang dirancang berdasarkan Kurikulum 1994. Kurikulum ini menekankan pentingnya ajaran Gereja Katolik, untuk mengimbangi kurikulum sebelumnya yang banyak menyampaikan budipekerti. Pada tahun 1996 KWI menerbitkan buku: Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, yang sangan berguna bagi umat Katolik di Indonesia.
Pada tahun 1996 PKKI VI terselenggara di Wisma Samadhi, Klender-Jakarta temanya: Katekese Umat Dan Kerajaan Allah. PKKI VI berbicara tentang “Menggalakkan Karya Katekese di Indonesia”. Ada banyak hal pokok yang dibicarakan dan dibahas dalam pertemuan itu. Berkaitan dengan Katekese Umat, PKKI VI menyoroti tiga topik utama: Katekese yang membangun Jemaat dengan Orientasi Kerajaan Allah, Kitab Suci dalam KU-ANSOS dan Spiritualitas dan Ketrampilan Katekis untuk KU-ANSOS.
PKKI VII dilaksanakan di Sawiran, Jawa Timur Tanggal 24 s.d 30 Juni 2000. Tema pokok PKKI VII adalah “Katekese Umat dan Kelompok Basis Gerejani”. PKKI VII ini dapat dipandang sebagai persiapan untuk menunjang “Pertemuan Gereja Katolik Indonesia, dengan tema “Memberdayakan Komunitas Basis Gerejani Menuju Indonesia Baru” yang berlangsung pada bulan Nopember 2005 dengan fokus pergumulan pada Kelompok Basis Gerejani pula. PKKI VII dan Pertemuan Gereja Katolik Indonesia diadakan dalam rangka perayaan tahun Yubelium 2000, momen Gereja Indonesia berbenah diri memasuki millenium baru.
Pada Tahun 2004 Komisi Kateketik menyusun dan menerbitkan Buku Pendidikan Agama Katolik untuk SD, SMP dan SMA berdasarkan kurikulum 2004, yaitu kurikulum berbasis kompetensi.
PKKI VIII dilaksanakan di Wisma Misericordia Malang pada tanggal 22-28 Pebruari 2004. Tema pertemuan kateketik ini, mengajak peserta mencari jalan bagaimana Katekese Umat bisa membangun KBG yang lebih berdimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya, sehingga masyarakat kita dapat dibantu untuk bisa hidup lebih adil, damai dan sejahtera. Kemudian pada tanggal 9-12 Mei 2005, di selenggarakan Pertemuan Nasional para Katekis di Wisma Samadi Klender-Jakarta. Tema pertemuan ini ialah: Identitas Katekis Pada Zaaman yang cepat berubah.
Kemudian Pada Tahun 2007 Komisi Kateketik memprakarsai terbitnya Kurikulum Pendidikan Agama Katolik di Perguruan Tinggi, yang kemudian direvisi pada tahun 2011. Tahun 2008, bertempat di persekolahan Lokon Tomohon-Sulawesi Utara diselenggarakan PKKI IX, dengan Tema: ”Katekese dalam Masyarakat yang Tertekan”. Masyarakat Indonesia yang mengalami ketertekanan dalam banyak bidang kehidupan menjadi alasan bagi Gereja Katolik untuk melakukan katekese yang memberi peneguhan, pencerahan, serta keberanian untuk bertindak mengatasi ketertekanan itu. Tema besar tersebut secara khusus diolah dengan mendalami tiga bidang kehidupan, yaitu bidang kemanusiaan, politik, dan hukum.
Pernas Katekis II diselenggarakan di Wisma Sawangan Bogor pada tanggal 24-28 November 2010 dengan tema utama: Panggilan sebagai Katekis. Kemudian pada Tahun 2011 komisi kateketik menerbitkan buku Pedoman Teknis Penyelenggaraan Bina Integrasi Bina Iman Anak-Pendidikan Anak Usia Dini.
PKKI X di selenggarakan Wisma Shalom, Cisarua, Bandung Barat, 10–16 September 2012 dengan tema: “Katekese Di Era Digital: Peran Imam dan Katekis Dalam Karya Katekese Gereja Katolik Indonesia di Era Digital”. Tema ini dicetuskan dalam Rapat Pengurus Lengkap Komkat KWI pada tanggal 5-7 Mei 2011 berdasarkan kesadaran bahwa saat ini Gereja Indonesia menghadapi situasi zaman baru, yaitu era digital. Situasi ini memengaruhi pola pikir, cara hidup dan pola relasi umat beriman, yang tentu saja juga melibatkan karya Katekese. Tujuan diangkatnya tema tersebut adalah agar para pelaku katekese, baik imam maupun katekis, menyadari berkembangnya sarana komunikasi digital dan pengaruhnya dalam budaya kehidupan masyarakat sehari-hari. Kesadaran tersebut diharapkan membawa pada gagasan, pemikiran serta perencanaan katekese yang tepat guna dalam menjawab kebutuhan Gereja Indonesia di era digital sekarang ini.
Tahun 2013-2014, Komisi Kateketik KWI dlam kerja sama dengan Pusat Kurikulum dan Perbukuan, menyusun Buku Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti untuk SD, SMP dan SMA berdasarkan kurikulum 2013. Kurikulum ini akan diberlakukan secara serentak pada tahun ajaran 2014-2015. Buku dicetak dan diedarkan secara gratis oleh Pemerintah. Kurikulum 2013 menekankan pengembangkan sikap dan karakter dalam kehidupan sehari-hari, yaitu agar peserta didik memiliki katakwaan terhadap Tuhan yang Mahaesa, memiliki hidup sosial yang baik, memiliki ketrampilan dan pengetahuan. Konsekuensinya, semua mata pelajaran diharapkan mendukung pendidikan karakter tersebut, yang diikat dalam Kompetensi Inti. Pendidikan Agama diharapkan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pengembangan sikap dan karakter. Pada tahun 2017, Komisi Kateketik KWI bekerja sama dengan Penerbit Kanisius, Yogyakarta menyusun buku Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti berdasarkan kurikulum 2013 sebagai buku alternatif dukungan sumber belajar bagi para guru dan siswa di sekolah. Pada dasarnya buku ini disusun lebih praktis, terutama untuk para guru mempersiapkan rancangan rencana pembelajaran di kelas.
Tahun 2015 diselenggarakan Pernas Katekis ke III dengan tema “Katekis sebagai Saksi Iman dan Moral di Tengah Keluarga dan Masyarakat Multikultural”. Pernas berlngsung pada 22 s.d. 25 September 2015, di Puspas Sanjaya, Muntilan, Keuskupan Agung Semarang (KAS). Tujuan Pernas ini adalah untuk meningkatkan motivasi, spiritualitas katekis, untuk saling mendukung, saling menyemangati dalam skala nasional. Perna katekis ini Juga sebagai penghargaan Gereja Katolik Indonesia (hiereraki) terhadap para katekis. Mgr. John Liku Ada, Ketua Komkat KWI berharap agar pertemuan seperti ini terus dilanjutkan, karena para katekis adalah ujung tombak pendidikan iman dan moral di lapangan atau di akar rumput.
Tahun 2019 diselenggarakan PERNAS IV KATEKIS dengan tema : “Kegembiraan Dan Pembaharuan Semangat Misioner Katekis Menyambut 100 Tahun Maximum Illud“.Pertemuan Nasional IV Katekis ini berlangsung tgl. 26-29/08/2019, di Hotel Sun Island, Kuta-Bali. Ada 80 Katekis lapangan dari 37 Keuskupan bersama 6 Penghubung Komisi Kateketik dari masing-masing Regio hadir dalam pertemuan nasional IV ini. Hadir Ketua Komisi Kateketik KWI, Mgr.Paulinus Yan Olla, MSF bersama Sekretaris Eksekutif Komkat KWI, Rm. Festo, Pr, dan para nara sumber. Pernas IV Katekis diawali dengan misa pembuka, dipersembahkan oleh Mgr.Silvester San(Uskup Denpasar). Dalam semangat persaudaraan para katekis berbagi pengalaman tentang suka-duka pengalaman bermisi di Keuskupan masing-masing kemudian mendapat peneguhan dari para narasumber.