Bacaan: 1 Raj. 19:4-8; Ef. 4: 30-5:2; Yoh.6: 41-45.
Masih dalam lanjutan kisah Injil minggu yang lalu, ketika Yesus menyebut Diri sebagai Roti Hidup, dan memberi Tubuh dan Darah-Nya menjadi makanan dan minuman, orang-orang Yahudi protes dan tidak mau menerima-Nya. Mereka bersungut-sungut atas pernyataan Yesus itu. ”Akulah roti hidup yang telah turun dari surga, Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku yang akan Kuberikan untuk hidup dunia” “Sesungguhnya barang siapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal”.
Mereka tidak percaya dan karena itu mereka menolaknya, “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal?”. Kendati demikian, Yesus tetap menegaskan bahwa sesungguhnya, barang siapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal. Percaya adalah dasar dan jaminan untuk memperoleh hidup yang kekal. Percaya pada Sang Roti Hidup dan menyambut-Nya ia akan memperoleh keselamatan. Tidak ada pilihan lain. Dituntut keterbukaan hati dan dengan penuh kerendahan hati percaya, menerima dan menyambut-Nya, maka hidup selamanya adalah bagiannya. Tetapi kalau orang menutup diri, menolak dengan rasa benci, ia menjadi sulit untuk sampai kepada iman. Sebab iman mengandaikan pendengaran dan orang yang membenci tidak sudi mendengarkan lagi. Rasul Paulus mengajak kita untuk “hiduplah dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan kurban yang harum mewangi bagi Allah”
Menyambut Yesus sang Roti Hidup selalu Ia tawarkan dalam setiap kali kita merayakan Ekaristi Kudus. Menjadi pertanyaan bagi kita, sudah sejauhmana kerinduan dan keikut sertaan kita dalam merayakan Ekaristi Kudus. Sikap mana yang harus kita bangun dan miliki ketika kita datang kepada-Nya. Apakah kita sambut sungguh dengan kesiapan hati, keikhlasan, pertobatan, keterbukaan, kerendahan hati, penuh hormat dan dengan penuh iman dan kasih? Atau tanpa persiapan, asal ikut ramai? Dan selanjutnya, Apakah kita pun rela berbagi seperti Ekaristi, Sang Roti Hidup itu yang dibagi-bagi untuk keselamatan dan kebahagiaan orang lain. Ekaristi harus menjadi sumber dan puncak hidup beriman kita. Tanpa Ekaristi hidup kita menjadi kosong dan tak berarti, sebab, sesungguhnya barangsiapa makan dari roti ini ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang diberikan Yesus ialah daging-Nya yang akan diberikan untuk hidup dunia. Inilah jaminan bagi orang yang percaya agar kuat bertahan.
Semoga kita selalu mengalami perjumpaan dengan Tuhan, sang Roti Hidup, dengan makan dan merasakan sendiri betapa baiknya Tuhan. Kita berdoa: Tuhan, semoga Tubuh dan Darah yang kami santap ini, kami pahami dengan pikiran yang murni, dan kiranya anugerah saat ini menjadi kesembuhan bagi kami untuk selamanya. Amin.*
Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr; Sekretaris Komkat KWI.