Renungan Hari Minggu Biasa XXXIII: “Kehancuran Bait Allah”

Bacaan: Mal 4:1-2a; 2Tes 3:7-12; Luk 21:5-19.

Ketika Yesus mengatakan bahwa Bait Allah yang besar dan megah itu akan hancur kelak,  para murid ternyata bersikap ingin tahu juga.  Mereka mau memuaskan rasa ingin tahu mereka dengan menanyakan kapan waktunya. Namun memuaskan rasa ingin tahu mereka jelas bukan menjadi tujuan Yesus. Dia hanya tertarik untuk mengajarkan apa yang mereka perlu ketahui, yaitu tentang bagaimana menghadapi masa keruntuhan Yerusalem pada waktu mendatang. Suatu masa depan yang menakutkan dan penuh ketidak pastian kapan itu terjadi.

Nubuat Yesus tentang kehancuran Bait Allah dan kota Yerusalem tersebut memberi pengertian kepada kita bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Meski semegah apa pun suatu bangunan berdiri atau semelimpah apa pun harta yang dimiliki seseorang di dunia ini, semuanya akan hancur. Tidak terkecuali dengan tubuh kita sendiri yang hari ini masih bisa berdiri tegak namun suatu saat akan terbaring kaku dan membusuk di tanah. Hal itu hendak menunjukkan bahwa segala peristiwa yang ada di dunia ini sifatnya sementara. Akan tiba saatnya semuanya akan binasa dan hancur.

Namun nubuat ini juga memberi pesan kepada kita tentang sikap yang perlu dibangun selama hidup di dunia ini. Hendaknya kita bersikap bijaksana terhadap segala sesuatu yang ada di dunia ini. Jangan terbuai dengan kemewahan harta. Jangan pula menaruh sikap kagum yang berlebihan terhadap hal-hal materi di dunia ini. Ingatlah semuanya akan binasa. Saat kita mati, semuanya akan kita tinggalkan di dunia ini dan saat waktunya tiba yaitu akhir zaman semuanya akan binasa. Semuanya akan berakhir. Satu hal yang perlu senantiasa kita bangun dan pupuk di dunia ini ialah hal-hal yang menjamin kebahagiaan kita akan hidup di kemudian hari, yaitu perbuatan baik dan sikap saling mengasihi satu sama lain. Hidup di kemudian hari itu sifatnya kekal dan abadi.

Kehancuran bait Allah yang disampaikan Yesus dalam injil hari ini dapat diartikan bahwa nubuat hanucurnya Bait Allah itu sungguh terjadi di kemudian hari, dan dalam arti simbolis, Bait Suci itu adalah tubuh kita, seperti dikatakan Paulus bahwa “tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu” (1Kor.6:19), bahwa kalau Roh Allah tidak ada dalam diri kita yang adalah Bait Allah itu, maka kita akan mengalami kehancuran. Bait suci atau Bait Allah adalah lambang kehadiran Allah. Allah hadir dalam diri kita. Karena itu apa yang dapat kita lakukan dan siapkan menghadapi masa depan itu.

Kita diingatkan akan masa depan yang datang kapan saja dan perlu kewaspadaan. Yesus ingatkan,”Waspadalah supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata:Akulah Dia, dan: saatnya sudah dekat. Jangan kamu mengikuti mereka. Dan apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu terkejut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, namun itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera” (Luk. 21:8-9).

Tuhan mengajak kita supaya kita jangan sampai disesatkan oleh ramalan-ramalan. Jangan sampai kita terkejut dan takut dengan berbagai ramalan, dengan berita-berita hoax. Kita perlu tetap tekun dalam pekerjaan-pekerjaan baik yang menyelamatkan, tetap tenang namun selalu waspada dan percaya kepada Dia yang selalu ada dan hadir dalam hidup kiya. Jangan takut. Yesus adalah jaminan keselamatan kita.***

 

 

Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr: Sekretaris Komkat KWI

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *