Bacaan: Kel. 22:21-27; 1Tes. 1:5c-10; Mat. 22:34-40
Yesus dalam kisah Inil hari ini dicobai oleh orang-orang Farisi dengan pertanyaan: “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”. Jawaban Yesus menunjukkan bahwa Ia menekankan hakikat dasar hukum. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama adalah hukum yang pertama dan terutama. Karena itu semua hukum yang lain mengacu pada hukum ini. Hukum kasih yang diajarkan Yesus ini merupakan hukum dasar yang dari padanya semua hukum bergantung. Ia harus menjadi semangat dasar dalam menjalankan hukum-hukum yang lainnya. Namun bagi Yesus bukan menghafal defenisi dan rumus-rumus hukum itu, tetapi terlebih adalah bagaimana menghayati hukum itu dan membangun sikap cinta kepada Allah dan sesama.
Tentu saja tidak mudah mencintai Tuhan dan mencintai sesama dalam keseharian hidup kita. Bagaimana mencintai Tuhan yang tak kelihatan itu, sementara sesama yang kelihatan pun tidak selalu mudah untuk dicintai. Tuhan harus mendapat tempat utama dan diatas segala-galanya dalam hidup kita, sebab Dia lebih dahulu mencintai kita; dan sekaligus ungkapan cinta itu terwujud juga dalam cinta kita terhadap sesama. Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama harus sejalan dan tidak bisa dipertentangkan. Sebagaimana Yesus mengatakan, “Apapun yang kamu perbuat terhadap salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina, itu telah kamu lakukan kepada-Ku” (Mat. 25:40)
Tuntutan mengasihi Tuhan dan sesama bagi kita sebagai pengikut Kristus memang tidak mudah. Karena kita sering jatuh dalam cinta diri, dalam kesombongan dan ketidak pedulian kita baik kepada Tuhan maupun kepada sesama. Pengalaman hidup harian kita sering membuktikan bahwa betapa dalam situasi tertentu kita tidak mengasihi Allah dengan sungguh. Kita mudah mengingkari-Nya, kita tidak mau mendengar ajaran, nasehat dan petunjuk-Nya. Atau mungkin merasa lebih mudah mengasihi Tuhan karena Ia tidak nampak. Cinta kita sebatas kata-kata, tapi sikap hidup kita jauh dari ajaran-Nya. Bahkan dengan sesama pun masih saja ada dendam, kebencian, iri hati, tidak peduli, ketidak-adilan, permusuhan, yang semuanya menunjukkan bahwa kita belum sempurna dalam mencintai Tuhan juga Tuhan dalam diri sesama. Atau kita lebih mudah menuntut supaya kita lebih dicintai dan diperhatikan. Cinta menuntut balas jasa.
Kita belajar dari Yesus yang mencintai Tuhan dan mencintai sesama tanpa batas. Ia bahkan merelakan diri, mengorbankan hidup-Nya dan menanggung derita, mati di salib bagi keselamatan manusia hanya karena Ia sungguh sangat mencinta Bapa-Nya dan mencinta kita manusia. Ia mencintai dengan dan melalui penderitaan-Nya, sampai sehabis-habisnya. Cinta kita mungkin baru seberapa dan tidak berarti, tetapi kita terus dipanggil untuk membangun relasi dengan Tuhan, mencintai dengan segenap kekuatan, dengan segenap akal budi, dengan segenap hati, dan mencintai sesama seperti diri kita sendiri. Terlebih sesama yang menderita, sesama yang menyakiti kita, sesama yang memusuhi kita, sesama yang tidak peduli dan tidak tau berterimakasih. Kasih kita tidak sebatas kata-kata indah, tetapi terwujud dalam tindakan kasihi yang nyata terhadap sesama kita.Inilah tantangan kita dalam mengasihi Tuhan dan sesama.
Marilah kita berdoa, Ya Tuhan ajarilah kami bahasa cinta-Mu, untuk selalu mencintai Engkau dan sesama kami, agar kami dekat pada-Mu, sebab dimana ada cintakasih, Engkau hadir kini dan sepanjang segala masa. Amin.**
Rm. Fransiskus Emanuel Da Santo,Pr; Sekretaris Komkat KWI