Renungan Hari Minggu Biasa XIX: “Mengapa Engkau Bimbang”

Bacaan: 1Raj, 19: 9a, 11-13a; Rm. 9:1-5; Mat. 14: 22-33.

Dalam hidup kita sering menjadi bimbang dan ragu atas apa yang sudah kita yakini sebagai yang benar ketika kita mengalami tantangan, kesulitan atau badai dalam hidup. Ketika orang mengalami penderitaan, sakit dan gagal dalam usaha, orang menjadi ragu dan bimbang akan kuasa Allah yang menyelamatkan. Ketika gagal dalam hidup panggilannya, orang mempersoalkan apakah Tuhan membiarkan dia menderita dan gagal. Bahkan ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, orang pun bertanya, “di manakah Tuhan?”. “Apakah Tuhan membiarkan kita mengalami penderitaan yang begini dasyat dan tidak tau kapan berakhir?”.

Para murid yang tengah dilanda gelombang, menjadi takut ketika Yesus datang dan hadir. Mereka berteriak karena Yesus disangkanya “hantu”. Dan ketika Petrus yang pada mulanya  yakin bahwa Yesus hadir dan memanggilnya, ia pun bisa berjalan di atas air seperti Yesus, tapi ia mulai ragu dan bimbang ketika angin kencang dan gelombang. “Tuhan tolong!” itulah teriakan Petrus. Ia kurang percaya bahwa Yesus yang hadir dan ada bersamanya pasti aman. Yesus mengulurkan tangan-Nya. Ia memegang erat tangan Petrus.  “Mengapa engkau bimbang”, itulah pertanyaan yang menggugat Petrus dan tentu saja kita yang juga sering begitu mudah untuk tidak percaya, ragu dan bimbang atas kuasa Yesus, bahkan atas kehadiran Yesus ketika perahu hidup kita diterpa angin dan gelombang penderitaan, sakit dan penyakit serta berbagai kesulitan hidup..

“Jangan takut!”  Itulah kata-kata yang meyakinkan para murid ketika angin dan gelombang sedang menerpa perahu mereka. Jangan takut karena Tuhan ada, hadir dan bersama mereka dalam pelayaran itu. Kalau Dia ada dan bersama pasti aman. Mengapa engkau bimbang? Itulah juga menjadi sikap kita. Kita pun sering takut dan bimbang, Kita kurang yakin bahwa bersama Yesus pasti aman. Kita perlu membuka mata dan kesadaran hati bahwa Tuhan selalu hadir, dan ada bersama kita. Penyerahan diri total dan kepercayaan kepada Kristus adalah hal yang mutlak dalam peziarahan hidup penuh resiko ini. Baiklah kalau kita pun berani seperti Petrus untuk turun, keluar dari perahu rasa aman diri, untuk berjumpa dengan Yesus di tengah badai dan gelombang hidup kita. Untuk berjalan bersama-Nya, dan juga bersama-Nya untuk masuk dan naik kembali ke perahu kehidupan kita bersama-Nya juga. Ia terus mengulurkan tangan-Nya agar kita memegang erat tangan-Nya. Walaupun kita terkadang bimbang dan ragu seperti Petrus, kita tetap berdoa, “Tuhan, tolonglah!” dan mempercayakan diri kita untuk berjalan bersama-Nya. Dan bersama Petrus kita pun mengakui, “Engkau sungguh Putera Allah”.

Perahu kehidupan kita, perahu keluarga kita, perahu kebersamaan kita, sering terombang ambing karena badai persoalan hidup. Kita sering menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hidup, entak besar atau kecil, ringan atau berat; dan membuat kita gelisah, ketakutan, bahkan meragukan kehadiran Tuhan dalam diri kita. Iman yang teguh menjadi kekuatan dalam segala tantangan. Sebagai orang beriman tentu kita sadar dan yakin bahwa bila Tuhan Yesus ada bersama dan hadir bersatu dengan kita maka tidak ada yang perlu kita takuti. Tak perlu cemas, bimbang dan ragu. Karena Yesus memberikan jaminan, “Tenanglah, Aku ini. Jangan takut!”. Kita perlu kerendahan hati untuk selalu mengandalkan Dia, untuk terus mengarungi gelombang kehidupan kita. Dia tidak menjanjikan sebuah pelayaran tanpa badai dan gelombang, tetapi yang pasti kita akan sampai ke pelabuhan yang aman dan damai bersama-Nya. Kita yakin dan percaya, bersama Dia badai pasti berlalu. Jangan takut! **

Rm. Fransiskus Emanuel Da Santo,Pr; Sekretaris Komkat KWI

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *