Renungan Hari Minggu Biasa XX ; Hari Raya St. Perawan Maria Diangkat ke surga:  “Siapakah Aku Ini”

Bacaan: Why. 11:19a; 12:1, 3-6a,10ab; 1Kor. 15:20-26; Luk. 1: 39-56 .

 

Pada hari ini Gereja merayakan pesta Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, yang oleh Paus Pius XII meresmikannya pada 1 November 1950. Paus Pius XII menyatakan bahwa Sta. Perawan Maria yang tidak bernoda, setelah menyelesaikan kehidupannya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi. Karena itu, perayaan ini mengundang kita untuk mengimani anugerah kesetiaan yang dialami Bunda Maria dalam mengabdikan seluruh hidupnya bagi Kristus. Kristuslah menjadi pusat perhatian Sta. Perawan Maria. Maka merayakan pesta ini mengajak kita juga seperti Maria, untuk selalu menjadikan Kristus sebagai pusat perhatian dan hidup kita.

Kisah Injil melukiskan perjalanan kunjungan persaudaraan Maria kepada Elisabeth saudaranya yang sedang hamil tua. Perjumpaan dua bersaudara yang sedang membawa dalam rahim mereka Yohanes, utusan Allah yang akan menyiapkan datangnya Mesias Putra Allah, yang sedang dikandung Elisabeth dan Yesus yang dikandung Maria. Perjumpaan yang saling meneguhkan, saling berbagi, dan bersyukur atas karya besar Allah yang sedang bekerja dalam diri mereka. Elisabet memberikan kesaksian yang luar biasa atas kehadiran penuh sukacita itu. “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sehingga ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang dialam rahimku melonjak kegirangan” (Luk. 1:42-44).

Elisabet merasa penuh sukacita dan bahagia ketika menerima kunjungan Maria. Siapakah aku ini, sesungguhnya juga mengungkapkan kerendahan hati dan keterbukaan hati Elisabet menerima sapaan Allah dalam dan melalui Maria, sehingga anak dalam rahim pun melonjak kegirangan. Yesus yang dibawa dalam diri Maria menjadi berkat dan sukacita. Siapakah aku ini – sebuah pertanyaan yang menghantar Elisabeth selain menyadari siapa dirinya, tetapi mengungkapkan betapa karya besar Allah sedang terjadi. Dan Maria sesungguhnya terberkati karena ia dengan rela dan penuh kerendahan hati bersedia menjadi ibu Tuhan.

Dengan demikian, Maria dengan penuh syukur bermadah. Madah Magnificat Maria yang sangat istimewa dan luar biasa itu mengungkapkan iman Maria yang luar biasa. Maria sungguh meyakini karya besar Allah yang terus bekerja dalam dirinya, juga dalam situasi hidup yang menantang dan penuh resiko. Maria tetap setia dalam komitmen akan panggilan Allah. Kesetiaannya sampai di bawah kaki salib Putranya yang telah ia kandung, lahir dan dibesarkan dalam asuhannya. Kesaksian iman Maria yang terungkap dalam madah pujian Maria, menggambarkan betapa Allah Juruselamatnya telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadanya dan namanya adalah kudus, selalu menyertainya.

Pesan bagi kita, ketika kita bersyukur dalam perayaan ini, kita boleh berkata, Siapakah aku ini sehingga karya besar Allah juga selalu dan terus berkarya dalam diri kita? Siapakah aku ini sehingga ibu Tuhan, Bunda Maria juga selalu mengunjungi kita, meneguhkan dan mendoakan kita. Siapakah aku ini sehingga aku selalu menerima berkat demi berkat dan Allah begitu peduli dan memperhatikan kita.

Semoga, kita pun bersama Maria boleh bermadah, “Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku”. Seperti Maria, kitapun selalu membawa dalam diri kita, dalam hati dan hidup kita Yesus itu, agar menjadi berkat juga bagi sesama kita di sekitar kita. Dan semoga kitapun dengan meneladan Maria dalam peziarahan hidup ini, kita pun dimuliakan bersama Maria. Ya Maria, doakanlah kami orang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin.**

 

Rm. Fransiskus Emanuel Da Santo,Pr; Sekretaris Komkat KWI

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *