Bacaan : Kis. 14: 22-33; 1Ptr 1: 17-21; Luk 24: 13-35.
Rasa putus asa, tidak ada lagi harapan, kehilangan pegangan, kecewa, frustrasi dan tak berdaya adalah situasi batin yang sedang dialami dan dirasakan oleh ke dua murid Emaus itu. Rupanya tidak ada kata yang tepat untuk melukiskan gejolak hati yang membawa luka dan duka yang mendalam, karena itu harus pulang kampung. Kembali ke titik nol ketidak berdayaan. Andalan, harapan, kekuatan dan pegangan mereka satu-satunya dan hanya satu yaitu Yesus dari Nasaret yang adalah Guru dan Tuhan mereka mati terbunuh dengan cara paling hina dan tragis di salib. Hidup ini terasa berat, pahit dan tidak menentu. Dalam situasi seperti itu, ketika peristiwa salib masih segar dalam ingatan, lagi-lagi berita bahwa Yesus bangkit dan menampakan diri-Nya kepada Maria Magdalena, membuat mereka tambah bingung dan tidak mengerti. Keputusan pulang kampung adalah keputusan yang tepat bagi kedua murid itu. Mungkin dengan kembali kampung perlahan mereka bisa melupakan semua pengalaman kebersamaan dengan Yesus dan teman-teman mereka. Pulang kampung berarti kembali ke masa lalu penuh dengan perjuangan dan boleh jadi dengan kegelapan tanpa harapan. Pulang kampung berarti kembali ke titik nol ketakberdayaan sebagaimana sebelum mengenal, belajar dan ikut Yesus.
Dalam perjalanan pulang itu ternyata Yesus ikut bersama. Ikut mendengar dan merasakan apa yang sedang mereka alami dan mereka percakapkan. Percakapan yang berisi kekecewaan, dan ketidak berdayaan karena Yesus yang menjadi andalan mereka ternyata ditolak dan mati di salib dengan cara yang demikian ngeri. Namun, situasi gelap hati batin mereka, perlahan dibuka dan dicerahkan oleh “orang asing” yang tidak mereka kenal. Yesus sebagai “orang asing” itu yang menjadi teman seperjalan menjelaskan bahwa Mesias harus mati sesuai isi seluruh Kitab suci, mulai dari kitab para nabi.Peneguhan-peneguhan dalam percakapan itu, telah membangkitkan harapan baru. Seolah hati yang diliputi kegelapan mendapat secercah sinar yang menerangi setiap sudut hati yang terlanjur tak berdaya dan putus asa itu. Hati merekapun berkobar-kobar, karena bukanlah sia-sia dan percuma mengandalkan Dia dan mempercayakan seluruh diri kepada-Nya. Dan lebih lagi sukacita yang luar biasa yang membuat mereka lupa akan segala pengalaman sebelumnya, ketika mereka mengenal Yesus waktu Ia memecah-mecahkan roti. Yesus sungguh bangkit. Yesus yang bangkit selalu bersama mereka dalam perjalanan pulang penuh kekecewaan dan kebingungan. Dan ketika hati mereka berkobar-kobar waktu Ia menjelaskan seluruh isi Kitab suci tentang Mesias, dan ketika Ia memecah-mecahkan roti, mereka sangat bahagia dan merasa dihidupkan kembali.
Karena itu, kita pun boleh percaya bahwa dalam perjalanan hidup kita saat ini, juga terlebih ketika kita saat ini seolah tak berdaya karena virus corona yang melanda dunia dan kita saat ini, ketika sakit dan penyakit yang kita derita berkepanjangan, tak menentu, kesulitan ekonomi dan beratnya beban hidup keluarga, dan berbagai situasi gelap yang kita hadapi dan alami, boleh jadi kita sedang putus asa, bingung, hilang harapan, kecewa, frustrasi, Yesus juga pasti menemani kita dalam perjalanan hidup ini, untuk meneguhkan hati kita, untuk meluaskan wawasan kita, seperti yang dilakukan-Nya dengan kedua murid Emaus itu. Hanya kita perlu waspada, mungkin Ia datang dalam sosok seorang asing, sehingga kita tidak mengenal-Nya. Ia bisa datang dengan cara apa saja. Dan setiap perjumpaan itu, kiranya membuat hati kita terus berkobar-kobar, juga ketika kita mengenal Dia dalam Ekaristi, walau dalam kerinduan yang terus meluap.
Kita berdoa, “Tuhan, tinggallah bersama kami, karena matahari sudah terbenam dan hari mulai malam” ***
Rm. Fransiskus Emanuel Da Santo,Pr; Sekretaris Komkat KWI