Renungan Hari Kedua Natal – Pesta St. Stefanus, Martir Pertama : “Dicari Saksi  Yang Beriman”

Bacaan: Kis. 6:8-10; 7:54-59; Mat. 10:17-22

Perayaan hari ini menampilkan segi lain dari Natal, yakni tentang: keberanian, kepercayaan, pengorbanan, tentang kematian dari martir pertama: Stefanus, diakon dan murid Yesus Kristus. Bukan kebetulan Gereja menampilkan sisi lain dari Natal yakni: kematian. Kelahiran dan kematian, berbeda tapi satu. Bagai dua sisi mata uang yang sama.

Stefanus – adalah seorang Kristen, ia seorang diakon yang ramai diperbincangkan oleh orang-orang kota Yerusalem. Konon ia keturunan Yunani, orang asing menurut pandangan Yahudi. Ia diangkat menjadi diakon oleh para Rasul, untuk melayani dan menjalankan karya amal dan karitatip di kalangan  jemaat. Stefanus bekerja sekuat tenaga. Ia penuh iman dan Roh Kudus, dan ia mengadakan mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda di antara orang banyak (Kis 6:5-8). Stefanus juga orang yang pandai berbicara, ia tidak takut bersoal jawab untuk membela Tuhan dan kebenaran ajaran Yesus Kristus. Dalam bersoal jawab atau debat, Stefanus selalu meyakinkan dengan jawaban-jawaban yang benar; yang membuat lawan-lawannya marah, tersinggung dan tak berdaya. Bagi mereka, Stefanus menjadi batu sandungan. Maka akibatnya, ia disingkirkan. Perjuanga Stefanus demi Kristus diakhiri secara paksa oleh kematian. Mereka menyeret dia keluar dari tembok kota dan dirajam dengan batu sampai tak bernyawa. Dan kita bertanya, dengan itu siapa yang menang dan siapa yang kalah? Ini bukan soal kalah-menang, tetapi soal mempertanggungjawabkan iman yang benar, dengan keteguhan dan keberanian tanpa takut, ia tetap memberikan kesaksian iman yang benar akan Kristus yang ia yakini. Stefanus bukan tipe pribadi yang asal-asal dalam beriman, bukan pribadi yang takut ketika dihadapkan dengan para penantang dan pencemooh imannya akan Allah. Ia tidak berpenampilan sembunyi-sembunyi, tapi dengan terus terang, yakin sungguh akan kebenaran iman yang ia percaya. Bahwa Yesus adalah jaminan dan kekuatan, Yesus adalah sumber dan puncak dari seluruh keyakinan imannya. Karna Yesus ia tidak mundur selangkah pun memberikan kesaksian. Ia mempertaruhkan nyawa demi kebenaran. Karena kebenaran tetaplah kebenaram.

Gereja menempatkan pesta St. Stefanus yang mati sebagai martir sehari setelah pesta Natal. Pesan natal di hari kedua ini adalah kelahirany Yesus dalam Natal ini, memerluka keberanian seperti seorang Stefanus yang berjiwa ksatria, berani untuk meneruskan pesan dan kesaksian tentang kebenaran. Beriman kepada Yesus, bukan beriman dalam diam, tapi ketika kebenaran (dan iman) itu semakin pudar dan mudah diputarbalikkan, ketika dengan mudah direkayasa demi kepentingan pribadi, perlu semangat keberanian seperti Stefanus untuk mewartakannya.

Gereja dalam pengalaman sejarah menyadari bahwa darah para martir yang ditumpahkan demi kebenaran, demi Injil dan demi Kristus sungguh menghidupak dan menyuburkan iman Gereja. “Jika biji gandum tidak jatuh ke alam tanh dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24).

Karena itu, Gereja mengajak kita untuk tampil sebagi seorang ksatria, seorang yang berani dalam mempertahankan dan memperjuangkan serta menyaksikan imannya, mencintai kebenaran dan hidup dalam kebenaran itu, yang berkata benar, berpikir benar dan bertindak yang benar dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Dicari, saksi yang beriman  yakni saksi yang mencintai kebenaran, dengan semangat St. Stefanus martir. Itulah Natal yang sesungguhnya***

 

Rm. Frans Emanuel da Santo, Pr; Sekretaris Komisi Kateketik KWI

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *