Renungan Hari Minggu Paskah V : “Supaya Kamu Saling Mengasihi”

Bacaan: Kis. 14:21b-27; Why. 21:1-5a; Yoh. 13:31-33a. 34-35.

Banyak tanda atau simbol yang dipakai oleh orang-orang untuk menunjukkan identitasnya sebagai pengikut Kristus. Bisa dengan menunjukkan kartu identitas yang tertera dalam kolom agama, atau dengan memakai simbol salib yang dipakai di leher atau digantung di dinding rumah. Ada juga yang mengungkapkannya di depan orang banyak lewat kata-kata syukur dengan menyebut nama “Yesus Kristus” dalam perkataannya. Namun, semua itu sewaktu-waktu dapat disembunyikan. Ketika ada ancaman, KTP disembunyikan, salib disimpan, nama “Yesus Kristus” tidak lagi diucapkan, dan menjauh dari persekutuan, menutupi identitas kita. Lalu, apa identitas yang menjadi tanda bahwa kita adalah murid Yesus Kristus?

Jawabannya adalah: Kasih! Kasih harus merupakan identitas atau ciri khas para pengikut Kristus. Kasih agape ini pada dasarnya merupakan kasih yang memberi diri dan berkorban demi kebaikan. Seperti yang Yesus Kristus tunjukkan kepada kita lewat pengorbanan-Nya. Demikianlah hubungan antara semua orang percaya harus ditandai oleh kepedulian yang bersedia berkorban bagi sesama saudara dalam Kristus. Sehingga dunia ini tahu bahwa kita adalah murid-murid Kristus, ketika kita menunjukkan kasih kepada orang lain.

Kasih adalah identitas kita yang paling utama. Kita murid-murid Kristus dikenal oleh dunia ini ketika kita saling mengasihi. Semua simbol kekristenan yang ada, hanya sebuah tanda dan tidak akan berarti apa-apa kalau kita tidak melakukan kasih.

Sebenarnya, tidak ada yang baru sama sekali dengan perintah untuk saling mengasihi ini, sebab sejak zaman PL pun bangsa Israel sudah diperintahkan untuk saling mengasihi. Hampir tidak ada orang yang tidak mengenal perintah ini, bahkan orang-orang yang tidak begitu aktif di gereja pun mengetahui perintah ini. Jadi, apakah ini sesuatu yang baru seperti dituliskan oleh Yohanes di ayat 34? Hampir tidak! Perihal saling mengasihi adalah bagian dari tradisi Yahudi, juga dikenal di dunia Yunani-Romawi, dan dapat ditemukan dalam tradisi agama lain. Jadi, baru seperti apa sih yang dimaksudkan? Atau, apa yang membedakan perbuatan mengasihi di sini dengan hal mengasihi di tempat lain? Apa sih keunikannya sehingga pantas disebut sebagai perintah baru?

Mengasihi mereka yang mengasihi kita dapat dilakukan oleh siapa pun; mengasihi mereka yang mendukung atau membantu kita dapat dilakukan oleh siapa pun; mengasihi mereka yang memiliki hubungan dekat dengan kita merupakan sesuatu yang mudah dilakukan; mengasihi sesama pada masa-masa senang sudah lumrah; mengasihi sesama dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang menyenangkan tidak sulit dilakukan. Tetapi, apakah mengasihi seperti ini cukup? Tidak, dan Yesus menghendaki para murid saling mengasihi melampaui standar umum dunia. Mengapa? Sebab, dengan saling mengasihi seperti dimaksud oleh Yesus dalam teks ini, dunia akan mengenal identitas mereka sebagai murid-murid Yesus, dan kemudian dunia akan memuliakan Allah. Dengan kata lain, Allah dimuliakan melalui tindakan para murid yang saling mengasihi. Jadi, hal mengasihi bukan sekadar persoalan emosional atau perasaan, melainkan suatu tindakan nyata satu terhadap yang lain, dan itu merupakan perintah yang sebaiknya dilakukan.

Kasih yang melampaui standar umum dunia di sini adalah seperti kasih yang telah ditunjukkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya: “sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (ay. 34b). Jadi, standar atau pola yang harus diikuti dalam hal mengasihi di sini adalah Yesus sendiri. Seperti apakah Yesus mengasihi mereka? Dalam Yohanes 13:13-15, Yesus memberikan teladan pelayanan yang penuh kerendahan hati, dan itu adalah kasih. Kalau kita juga membaca Yohanes 15:12-14, kita akan menemukan bahwa wujud puncak dari kasih Yesus adalah pengorbanan-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13). Bahkan, kasih yang telah dinyatakan oleh Yesus berlaku untuk mereka yang telah mengkhianati atau menyangkal-Nya. Yesus tetap mengasihi bahkan ketika Dia dikhianati sekalipun. Jadi, saling mengasihi sebagaimana pola atau teladan Yesus adalah saling melayani dalam kerendahan hati, dan rela berkorban satu terhadap yang lain, termasuk kepada orang-orang yang menurut ukuran dunia tidak pantas kita kasihi. Inti dari mengasihi adalah “pemberian atau penyerahan diri” sepenuhnya untuk saling melayani dan berkorban; dan itulah perintah baru untuk saling mengasihi di sini. Dengan kasih seperti ini, dunia akan tahu bahwa mereka adalah murid-murid Yesus (ay. 35), dan pada akhirnya Allah dimuliakan. Inilah yang disebut “mengasihi untuk kemuliaan Allah”.

Di saat dunia saat ini sedang mengejar “kemuliaan” bagi dirinya sendiri, Yesus mengajarkan kita bahwa kemuliaan yang sesungguhnya hanya milik Tuhan. Di saat dunia cenderung menempuh jalan pintas untuk mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri, Yesus justru mengajar kita bahwa jalan yang harus ditempuh untuk pemuliaan diri-Nya adalah jalan yang penuh dengan pengorbanan (jalan salib).

Di saat dunia saling menggigit dan menerkam, Yesus mengajarkan kita kasih yang penuh dengan pengorbanan (jalan salib). Dia memerintahkan kita untuk saling mengasihi, mengasihi tanpa pamrih, mengasihi dengan tidak menyakiti sesama, mengasihi bahkan ketika dikhianati sekalipun. Untuk apa? untuk kemuliaan Allah saja; dunia semakin mengenal kita sebagai pengikut Kristus dan memuliakan Allah karena kasih yang kita nyatakan di dunia ini. Maka, pertanyaan bagi kita adalah apakah kasih yang saya lakukan sejauh ini, dimotivasi dan dimaksudkan untuk kemuliaan Allah, atau secara terselubung atau terang-terangan untuk kemuliaan saya sendiri? ***

 

Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr: Sekretaris Komkat KWI

 

 

One thought on “Renungan Hari Minggu Paskah V : “Supaya Kamu Saling Mengasihi”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *