Renungan Hari Minggu Biasa XVIII: “Roti Hidup”

Bacaan: Kel. 16: 2-4, 12-15; Ef. 17: 20-24; Yoh 6: 24- 35

Ketika orang banyak yang mengikuti Yesus dikenyangkan dalam kisah penggandaan lima roti dan dua ikan dalam kisah injil minggu yang lalu, ternyata mereka kemudian mencari Yesus bukan karena mau mendengarkan firman-Nya, tetapi karena mereka telah dikenyangkan oleh roti dan ikan yang telah mereka makan. Yesus mau menunjukkan bahwa manusia sebenarnya membutuhkan Dia, lebih dari roti dan lebih dari siapapun. Bahwa manusia membutuhkan Tuhan di atas segala-galanya. Bahkan pada bagian lain Ia mengatakan bahwa manusia hidup bukan hanya dari roti saja tetapi dari setiap firman yang keluar dari Allah.  Dan Yesus dalam  Injil hari ini mengatakan bahwa diri-Nya adalah Roti Hidup yang memuaskan rasa lapar dan rasa haus kita akan seorang pribadi yang bisa menjadi pegangan bagi hidup kita. “Akulah roti hidup; barang siapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barang siapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi”.

Yesus mewahyukan diri sebagai Roti Hidup dan menjadi tujuan hidup orang beriman. Dengan menyantap roti hidup dari Yesus ia tidak akan lapar lagi dan mendapatkan hidup yang kekal. Pewahyuan diri Yesus sebagai Roti Hidup mengarahkan kita kepada makna dan arti hidup yang sesungguhnya, yakni hidup abadi. Yesus menjadi jaminan untuk hidup kekal itu. Karena dalam Dia ada hidup, dan hidup dalam segala kelimpahan. Kita ditantang untuk datang dan percaya kepada-Nya. Karena menerima Dia akan menemukan jalan dan orientasi hidup.

Dalam hidup harian kita tak dapat disangkal bahwa kita menghabiskan banyak waktu dan kesempatan untuk bekerja demi sesuap nasi, Demi memenuhi rasa lapar jasmani kita akan makanan. Karena itu kita tidak punya waktu, tidak memberi waktu dan kesempatan untuk memenuhi rasa lapar rohani kita. Pada hal rasa lapar rohani sering menghambat kita untuk menemukan sumber sejati yang adalah Roti Hidup itu sendiri. Kita sering lapar akan kasih sayang, lapar akan suasana damai, sejahtera, pengampunan, kebaikan, persaudaraan, lapar akan hidup rohani yang membuat kita bertahan dalam berbagai tantangan dan kesulitan. Kita lupa dan tidak peduli ketika kita hanya mengusahakan hal-hal jasmani, dan meninggalkan panggilan rohani, yakni merindukan sang Roti Hidup, menyambutnya, dan menghidupinya dalam seluruh perjuangan hidup kita. Kita lupa dan tidak peduli, juda tidak fokus dan salah fokus bahwa tujuan hidup kita sesungguhnya adalah bertemu dengan Yesus sang Roti Hidup. Orientasi hidup kita adalah Yesus sang Roti Hidup, yang harus memotivasi kita untuk berusaha dan berjuang memenuhi rasa lapar kita yang sesungguhnya. Sering urusan perut menjadi yang utama sampai Yesus sendiri dikesampingkan. “Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari surga dan yang memberi hidup kepada dunia”.

Kita berdoa, “Tuhan berikanlah kami roti itu senantiasa”.  Mari kita datang kepada-Nya dan percaya kepada-Nya. Amin.**

 

 

Ditulis oleh Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr; Sekretaris Komkat KWI

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *