DR. Manfred Habur: Memandang Katekese Umat Secara Baru

habur.jpg

Petemuan kateketik antar-Keuskupan se-Indonesia ke sebelas (PKKI XI) telah berlangsung di Makassar tgl. 29 Agustus s.d. 2 September di hotel Kenari, Makassar. Rm. DR. Manfred Habur, Pr, dari Keuskupan Ruteng Flores adalah salah satu narasumber dalam pertemuan berscala nasional untuk mengevaluasi perkembangan arah katekese Gereja Katolik Indonesia untuk 4 tahun ke depan. Doktor Kateketik, lulusan Roma ini membawakan materi dengan topik “Memandang Katekese Umat secara Baru”. Berikut kami sampaikan intisari dari materi yang disajikan dan simpulan pendalaman bersama para peserta PKKI XI. (DBK).

Katekese Umat sudah dikembangkan sejak PKKI I tahun 1977. Katekese Umat dipilih sebagai “model” katekese di Indonesia. Perkembangan selama ini, tentu telah membawa katekese umat menjadi objek kajian dan praktis yang penting bagi pendekatan dan model katekese selama ini. Pertanyaan mendasarnya, apa sebenarnya kekurangan dan kelebihan dari Katekese Umat. Hal itu perlu menjadi pertanyaan penting untuk menelisik bagaimana kedudukan Katekese Umat selama ini dalam praktek umum di lapangan. Katekese Umat dirasakan mengalami ketegangan antara “katekese doktriner” dengan “katekese kebermaknaan”. Ketegangan antara isi objek iman dengan penghayatan, relasi mendalam pribadi.

Katekese Umat dalam konteks katekese di Indonesia menjadi jembatan menghubungkan pengalaman hidup beriman dengan visi iman. Umat diajak menjumpai Kristus melalui pengalaman imannya. Akan lebih tepat, bila katekese umat lebih didekatkan dengan “hermeneutik paska”, bukan sekedar hermenutik antropologis-eksistensial yang lebih menekankan kepada pengalaman manusiawi. Hermeneutik paska memberikan dinamika dari kedua arah, dari pihak manusia dengan pihak Allah. Hidup iman dipandang sebagai proses “panggilan”, ada pertobatan manusia dan inisiatif Allah.

Dalam proses katekese umat, ada catatan yang sering menjadi evaluasi, yaitu adalah krisis fasilitator yang mumpuni, mampu membawa proses katekese kepada kebermaknaan. Catatan yang juga mendasar, adalah selalu sentralistik kepada katekese sebagai satu-satunya proses utama untuk pengalaman iman. Padahal, pastoral gereja lebih luas, tidak hanya segi kerygmatis di ruang-ruang terbatas, melainkan proses yang lebih luas menghubungkan praksis dengan konteks sosial kehidupan sehari-hari umat dari ekonomi, sosial budaya, politik dan kebangsaan. Katekese harus berani melakukan diversifikasi mampu masuk dan kerjasama dengan lingkup pastoral yang lainnya. Katekese adalah gema sabda dari gerak pastoral yang terjadi.

Ada beberapa simpulan penting dari bagaimana Memandang Katekese Umat secara baru:
•Katekese hendaknya membawa orang kepada “dinamika wahyu”, melihat pengalaman dari jejak-jejak kehadiran Allah.
•Katekese hendaknya memulai dari pengalaman yang dihidupi. Gema sabda terjadi jika ada resonansi atas pengalaman hidup dan Injil.
•Katekese adalah proses bertanya, yang membawa orang kepada pengalaman akan dimensi transenden, pengalaman misteri, sebuah pertanyaan terbuka yang membawa orang kepada misteri akan Allah. Katekese pada dasarnya bersifat spiritual. Katekese tidak hanya tindak dialogis akan makna, melainkan menjadikan orang merasakan akan Allah.
•Katekese memang tidak terlepas dari tema, namun yang paling penting dari proses ini bukan sekedar tema, melainkan ada hubungan akan pengalaman yang “dihidupi”, antara revelasi dan jawaban, menjaga kesetiaan pada Allah dan kesetiaan pada manusia.
•Katekese akhirnya tidak dapat melepaskan pada subjeknya, yaitu “katekis dengan kesaksian hidupnya”. Metode, cara hingga pendekatan apapun, tidak berarti tanpa kesaksian hidup katekis.

Pendalaman perpektif baru mengenai katekese
a.Katekese hendaknya menapakkan unsur profetik (kenabian) dalam proses koreksi-evaluatif atas pengalaman hidup dan mampu membongkar segala cara pandang dengan cara pandang baru Injili.
b.Katekese mempunyai berbagai fungsi ganda bukan monolith, dari edukatif, korektif, ekskatologis,anamnese, bahkan hingga mistagogis. Dalam berbagai unsur itu, katekese sebenarnya mempunyai fungsinya masing-masing sesuai tujuannya, dari yang sifatnya doktriner hingga yang antropologis.
c.Katekese hendaknya harus berdialog dan bergaul dengan masalah-masalah sosial yang akhirnya, membawa orang untuk mengkoreksi dan mengevaluasi hidupnya. Awalnya perkembangan katekese dogmatis berkembang menjadi katekese kerygmatis. Dewasa ini, katekese menjadi politis, transformatif untuk membawa orang kepada 4 arah utama: transformasi sosial, perkembangan iman komunitas, perkembangan iman pribadi dan kemampuan dalam menghayati harta kekayaan Gereja.
d.Awalnya katekese bersifat kerygmatis. Kerygma berarti mengumumkan Kristus secara meriah kepada semua orang.Katekese akhirnya berkembang kepada katekese antropologis antara yang politis dengan katekese yang mementingkan pada komunitas.Harapannya katekese jangan terjebak hanya terlalu praktis, tanpa mengantar orang kepada kedalaman makna, melainkan hingga pada pembaruan hidup.
e.Katekese hendaknya tidak meninggalkan unsur doa. Bagaimana tujuan katekese salah satunya adalah mengajar berdoa, membawa orang kepada kedalaman hubungan dengan Allah dan ruang mistik yang lebih mendalam.
f.Lokus katekese hendaknya menjadi lebih luas, mewarnai berbagai komunitas dan segala pembaruan dalam pewartaan pada umumnya. Hendaknya katekese tidak hanya selesai pada umumnya umat, melainkan menyapa lebih dalam pada gerakan-gerakan personal umat, ruang-ruang kontemporer, alternatif umat modern dewasa ini: misalnya SEP, Pria Sejati, dll.
g.Katekese hendaknya bukan memandang sebagai solusi pastoral, melainkan sebuah upaya untuk membawa katekese menjadi bagian dan integrasi dari pastoral. Katekese menjadi bentuk pemaknaan akan karya pastoral.Katekese menjadi bagian dimensi pastoral.

Pemaparan materi serta diskusi secara mendalam tentang bagaimana melihat Katekese Umat secara baru, mendorong para peserta untuk merumuskan rencana-rencana straetegis ke depan di keruskupan dan regionya masing-masing tentang isi dan cara berkatekese sesuai perkembangan jaman yang terus berubah.

foto: Yohanes Indra/Dokpen KWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *