Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Katolik (PAK) Universitas Sanata Dharma (USD) pada tanggal 18-21 Juli 2016 menyelenggarakan Lokakarya Nasional Ilmu Kateketik di Wisma Syantikara Yogyakarta. Terdapat 57 peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Umumnya mereka adalah dosen ilmu kateketik dan katekis-katekis dari beberapa paroki di seluruh Indonesia.
Kegiatan tersebut berlangsung diawali dengan perayaan Ekaristi dipimpin oleh Mgr, Paskalis Bruno Syukur, OFM selaku selebran utama, Rm. F.X. Heryatno, W.W, SJ serta Rm. F.X. Adisusanto, SJ sebagai konselebran. Setelah Ekaristi, lokakarya dibuka oleh Rektor USD Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D.
Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM mengawali lokakarya dengan menyuguhkan materi mengenai arah pastoral katekese di tengah usaha pengembangan Gereja Indonesia. Salah satu arah pastoral katekese yang menjadi fokus perhatian Ketua KOMKAT KWI tersebut adalah seni menerapkan pastoral katekese yang konkret dalam kehidupan manusia. Menurutnya, katekese punya corak sosial, politik dan ekologis yang sangat kuat. Para peserta diminta untuk merefleksikan dimensi pemberdayaan terhadap kelompok minoritas, yakni mereka yang tertindas dan hidup dalam keterasingan. Pastoral katekese yang benar semestinya dipahami sebagai upaya untuk mewartakan kasih dan pengharapan kepada sesama.
Meski sudah sekian lama ilmu kateketik diterapkan di sekolah-sekolah tinggi Katolik, namun perlu diakui bahwa hampir sebagian besar orang belum terlalu mengenalnya secara baik. Umumnya orang sulit membedakan Ilmu Kateketik dan Ilmu Teologi. Kedua disiplin ilmu tersebut kerap dianggap sama. Namun Dr. Agustinus Manfred Habur, secara tegas menampik anggapan tersebut dengan mengatakan bahwa ilmu kateketik punya identitas dan karakteristik sendiri, yang berbeda dengan disiplin ilmu lainnya. Melalui pemaparannya, Romo Manfred meminta para pakar kateketik untuk terus berkontribusi bagi kehidupan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya salah persepsi orang terhadap ilmu kateketik, yang cenderung menganggap inferior. Ia bahkan meminta peserta yang hadir untuk terus mengembangkan ilmu kateketik baik secara personal maupun secara komunal di lingkungan kerja masing-masing.
Masih mengenai persoalan identitas, Dr. Matheus Purwatma, Pr menggarisbawahi adanya kesetaraan antara Ilmu Kateketik dengan Ilmu Teologi. Kedua disiplin ilmu ini sepintas dilihat sama karena mendukung aktivitas evangelisasi, yakni pewartaan dan penerusan iman Gereja. Menurutnya, teologi lebih menekankan aspek pengetahuan tentang Tuhan namun katekese lebih bersifat implementatif yakni mengajarkan orang untuk tahu mengimplementasikan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemahaman menjadi semakin komprehensif ketika Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ, M.S.T menyampaikan gagasannya mengenai hubungan antara ilmu psikologi, pendidikan dan kateketik. Menurut Romo Suparno, berkatekese adalah upaya membantu seseorang untuk lebih menghayati dan mengembangkan imannya terhadap Yesus Kristus. Seorang pelayan Gereja yang baik seharusnya tahu cara menolong umat secara benar. Karena itu menurutnya, mengembangkan ilmu kateketik di zaman modern yang penuh perubahan ini butuh kecerdasan psikologis dan pedagogis yang mumpuni.
Diskusi semakin seru ketika Albertus Bagus Laksana, SJ, S.S, Ph.D mengajak para peserta untuk membahas tema “Ilmu Kateketik di Simpang Jalan: Interaksi Antara kajian Agama dan Teologi”. Romo Bagus menggelitik semua peserta lokakarya dengan bertanya: apa yang menarik dari ilmu kateketik sehingga membuatnya bisa terus bertahan? Setiap peserta memberi respons yang berbeda-beda. Ada peserta yang memberi tanggapan optimistis dengan membeberkan rupa-rupa alasan rasional. Namun ada pula peserta yang tampaknya pesimistis dengan eksistensi ilmu kateketik dewasa ini. Kelompok ini menilai bahwa derasnya arus globalisasi sungguh mengancam keberlangsungan kateketik sebagai sebuah ilmu konservatif, yang cepat atau lambat akan berkurang peminatnya. Terhadap perdebatan tersebut, Romo Bagus berpesan kepada para peserta yang hadir untuk sama-sama mengembangkan disiplin ilmu katektik secara inovasi dan kreatif, sehingga bisa menarik minat orang dan menjadi lebih relevan.
Sebagai akhir dari seluruh rangkaian kegiatan lokakarya, para peserta diminta untuk membuat refleksi akhir terhadap semua kegiatan lokakarya. Ketua Prodi PAK tentu sangat bersyukur atas terselenggaranya kegiatan lokakarya nasional tersebut. “Saya sangat bersyukur dan bahagia karena lokakarya ini terlah berjalan baik. Meski ini merupakan kegiataan yang baru pertama kali dilakukan, namun hasilnya sangat memuaskan. Karena itu saya patut berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat, yakni para peserta yang sudah terlibat aktif dalam keseluruhan lokakarya; dan kepada para panitia yang telah mempersiapkan acara ini dengan sangat baik; termasuk pihak kampus yang sudah mendukung terselenggaranya acara ini. Semoga ilmu kateketik menjadi semakin lebih konkret untuk dipahami dan diimplemtasikan.” ujar Kaprodi PAK dengan sangat menyakinkan. (EDS)
Sumber artikel dan gambar: https://www.usd.ac.id