Renungan Hari Raya Tubuh Dan Darah Kristus: “Ekaristi Sumber Dan Puncak Hidup Kita”

Bacaan: Kel. 24: 3-8; Ibr.9: 11-15; Mrk. 14: 12-16, 22-26.

Ketika masa pandemi covid-19, sekitar dua tahun kita tidak lagi  menghadiri perayaan ekaristi secara langsung. Walau ada yang bisa mengikuti secara on line atau live streamming entah melalui siaran TV atau melalui HP dan media sosial lainnya. Namun demikian, kita merasa sesungguhnya kita tidak hadir sepenuhnya walau hanya dalam kerinduan. Banyak umat sangat merindukan perayaan Ekaristi yang dihadirinya dan dirayakan secara langsung; karena dengan demikian ia dapat menyambut Tubuh Kristus. Kerinduan ini mulai sedikit terjawab ketika pintu-pintu Gereja dibuka kembali untuk perayaan Ekaristi walau harus dengan protokol kesehatan yang ketat. Menjadi pertanyaan, mengapa orang begitu merindukan perayaan Ekaristi yang dihadiri  dan dirayakan secara langsung? Jawabannya adalah, karena Ekaristi bagi kita adalah sumber dan puncak hidup orang beriman Katolik. Tanpa Ekaristi, hidup terasa kosong, tak bergairah, tak berarti.

Allah dalam bacaan pertama melukiskan pembaharuan pengikatan janji Allah dengan umat-Nya yang terpilih. Inisiatip perjanjian yang datang dari Allah itu tidak lain mau membebaskan umat-Nya dan menjadikan mereka milik-Nya. Darah kurban menjadi tanda/lambang ikatan perjanjian antara Allah dan umat-Nya, dan diharapkan agar umat pilihan-Nya itu setia pada janji itu,

Dan dalam Perjanjian Baru, bukan lagi darah anak domba, tetapi Yesus Kristus-lah sebagai Imam Agung yang mempersembahkan seluruh diri dan hidup-Nya, menjadi kurban persembahan tanpa cela. Ia mengurbankan diri-Nya, menjadi satu-satunya pengantara umat dan Allah. Dia adalah wujud nyata perjanjian Allah dengan manusia. Yesus memberi diri-Nya sehabis-habisnya, memberi Tubuh dan Darah-Nya menjadi santapan kehidupan dan menyelamatkan. Ia menjadi sumber hidup bagi manusia, yang memberi kekuatan, kemampuan dan keselamatan bagi yang menyambut Tubuh dan Darah-Nya. Dia-lah puncak hidup beriman kita.

Perjamuan ini merupakan momen penting bagi kehidupan umat beriman, bagi yang percaya dan yang menyambut-Nya secara khusus dan istimewa dalam perayaan Ekaristi. Maka kita bisa memahami, ketika kita tidak bisa mengikuti dan merayakan Ekaristi, maka kita tidak bisa menyambut Tubuh dan Darah-Nya. Ekaristi merupakan perjamuan yang menentukan bagi yang percaya dan yang menyambut-Nya. Karena disinilah, dalam perayaan Ekaristi ini disimpulkan seluruh arah kehidupan Yesus bersama para murid-Nya. Ekaristi merupakan ikatan perjanjian baru, perjanjian yang diikat dengan kehidupan sendiri, diikat dengan Darah Yesus, yang menjadi santapan kehidupan, santapan keselamatan.

Kita bersyukur atas pemberian diri Yesus: Tubuh dan Darah-Nya untuk hidup dan keselamatan kita. Syukur kita menjadi penuh dan sempurna kalau kita pun mampu membagi dan memberi diri dan hidup kita bagi orang lain, demi kebahagiaan orang lain tanpa perhitungan untung rugi. Kita pun diharapkan agar dalam merayakan Ekaristi, kita pun mengikuti dan menghadiri dengan penuh syukur dan pantas, dengan persiapan hati batin yang sungguh, agar dapat menyambutnya menjadi santapan kehidupan dan keselamatan, menjadi berkat bagi diri kita dan bagi orang lain. Ekaristi sungguh menjadi sumber dan puncak hidup kita, yang terus menerus kita timba segala anugerah dan berkat, mempersembahkan hidup kita dan menjadi semakin setia dalam tugas dan panggilan kita.

Semoga Ekaristi sungguh menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup kita, dan hidup kita pun menjadi ekaristi bagi orang lain, “Ambillah, inilah TubuhKu, inilah DarahKu” ***

 

Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr; Sekretaris Komkat KWI.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *