Kurikulum: Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik Untuk Pendidikan Khusus (Sekolah Luar Biasa)

Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan rapat kerja (raker) secara daring untuk penyusunan Capaian Pembelajaran (CP)  Pendidikan Khusus (= Sekolah Luar Biasa). Komkat KWI diundang untuk mengikuti kegiatan raker tersebut selama tiga periode kegiatan  pada bulan Januari 2021 yaitu   pada tgl. 10 s.d. 13, tgl. 21 s.d. 23 dan  tgl. 27 s.d. 29. Tim kerja penyusunan Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik ini dalam koordinasi Bimas Katolik, Kemenag dan Komisi Kateketik KWI. Anggota tim kerja dari Bimas Katolik, dipimpin langsung oleh Direktur Pendidikan Katolik, bp. Agustinus Tungga Gempa, dan staf  ibu Puri, dari Komkat KWI,  bp.Daniel Boli Kotan, dan  5 guru Agama Katolik dari Sekolah Luar Biasa (ibu Wigis, ibu Sri, ibu Retno, bp. Pri dan bp. Yudis) serta pendamping dari Pusat Kurikulum, bp. Antonius Nahak dan bp. Julius.  Dari tiga pertemuan tersebut telah menghasilkan draft Capaian Pembelajaran dan draft pertama Panduan Implementasi Capaian Pembelajaran.

Pada bagian pengantar dokumen kurikulim pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa  ini dijelaskan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan tanggungjawab utama dan pertama orang tua, demikian pula dalam hal pendidikan iman anak. Pendidikan iman pertama-tama harus dimulai dan dilaksanakan di lingkungan keluarga, tempat anak mulai mengenal dan mengembangkan iman. Pendidikan iman yang dimulai dalam keluarga dikembangkan lebih lanjut dalam Gereja (Umat Allah) dan negara.

Gereja pada prinsipnya menegaskan pentingnya pendidikan bagi semua orang tanpa kecuali, termasuk penyandang disabilitas, atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Alkitab, kita menemukan banyak hal tentang bagaimana kasih Allah dinyatakan kepada setiap manusia ciptaan-Nya. Selama hidup-Nya, Yesus telah memperlihatkan kasih Allah dengan “membuat orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar…” (bdk: Luk 7:22; 4:18-19). Dalam kelemahan dan penderitaan-Nya, Yesus Kristus memancarkan sukacita dan harapan akan Kerajaan Allah. Dimensi biblis-eklesiologis yang menjadi dasar pandangan ini ialah gambaran Gereja sebagai Tubuh Kristus. Tubuh Kristus merangkul setiap pribadi, baik kelebihan dan kekurangannya. Setiap anggota merupakan bagian dari Tubuh Kristus (1 Kor 12); masing-masing merupakan bagian dari satu Tubuh, sesuai perannya. Dalam Tubuh Kristus, tidak ada tempat bagi anggota yang mengklaim paling berjasa; justru yang tampak lemah memberi peran penting. Dalam perspektif ini, pribadi disabilitas diterima sebagai kekayaan dalam komunitas. Disabilitas ditempatkan dalam karangka formasi kematangan pribadi dalam komunitas: Setiap orang perlu belajar menerima kelemahannya dalam hidup bersama. Keterbatasan fisik dan mental bukan alasan yang mengurangi keluhuran martabat seseorang sebagai anggota persekutuan. Dalam hal inilah, Konsili Vatikan II dalam pernyataannya tentang Pendidikan Kristen (Gravisium Educationis) menandaskan bahwa, “Semua orang dari suku, kondisi atau usia manapun juga, berdasarkan martabat mereka selaku pribadi mempunyai hak yang tak dapat diganggu gugat atas pendidikan….”

Semangat dan perhatian Gereja pada pendidikan di SLB sejalan dengan semangat negara Indonesia dalam mewujudkan pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Negara menjamin hak setiap peserta didik untuk memperoleh pendidikan iman sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Salah satu bentuk dukungan negara adalah dengan  menyelenggarakan pendidikan iman (agama) secara formal di SLB, di antaranya, melalui Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya.

Belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti mendorong peserta didik menjadi pribadi beriman yang mampu menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti membekali peserta didik dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bersumber dari Kitab Suci, Tradisi, Ajaran Gereja (Magisterium), dan pengalaman iman peserta didik. Kurikulum Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti ini diharapkan mampu mengembangkan kemampuan mengenal, mengetahui, memahami, menghayati, mengungkapkan, mensyukuri, dan mewujudkan iman para peserta didik. Mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti disusun secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran iman Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama dan kepercayaan lain. Hal ini dimaksudkan juga untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar umat beragama dalam masyarakat Indonesia yang majemuk demi terwujudnya persatuan nasional berdasarkan nilai-nilai semangat Pancasila dan UUD 1945.

Capaian Pembelajaran pada pendidikan khusus mengacu pada peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual. Peserta didik berhambatan intelektual yang dimaksud adalah tunagrahita, autis, tunanetra dengan hambatan intelektual, tunarungu dengan hambatan intelektual, dan tunadaksa dengan hambatan intelektual. Oleh karenanya Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang mempunyai hambatan intelektual atau retardasi mental diklasifikasikan menjadi enam fase berdasarkan usia mental. Adapun keenam fase usia mental tersebut adalah: fase A umumnya usia mental ≤ 7 tahun untuk kelas 1-2 SDLB, fase B umumnya usia mental 8 tahun untuk kelas 3-4 SDLB, fase C umumnya usia mental 8 tahun untuk kelas 5-6 SDLB, fase D umumnya usia mental 9 tahun untuk kelas 7-9 SMPLB, fase E umumnya usia mental 10 tahun untuk kelas 10 SMALB, dan fase F umumnya usia mental 10 tahun untuk kelas 11-12 SMALB. Penyesuaian untuk masing-masing karakteristik ketunaan akan dijelaskan pada Panduan Implementasi Capaian Pembelajaran. Sesuai rencana Kemdikbud,  setelah penyusunan dokumen kurikulum Capaian Pembelajaran dan pedoman implementasinya, akan dilanjutkan dengan penulisan buku pelajaran (antara lain  pelajaran pendidikan Agama Katolik) untuk membantu kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah luar biasa maupun sekolah inklusi. (Daniel Boli Kotan).

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *