Katekese dan Pelajaran Agama di Sekolah-sekolah

028_1341542054.JPG

Sifat Pelajaran Agama yang Umum di Sekolah-sekolah

Dalam pelayanan sabda, sifat pelajaran agama itu sendiri di sekolah-sekolah dan hubungannya dengan katekese bagi anak-anak dan kaum muda perlu mendapat perhatian istimewa. Hubungan antara pelajaran agama di sekolah-sekolah dan katekese merupakan hubungan yang berbeda dan saling melengkapi: “secara mutlak harus dibedakan pelajaran agama dengan katekese”.

Apa yang menunjukkan sifat khas pada pelajaran agama di sekolah ialah kenyataan bahwa ia dipanggil untuk meresapi satu bidang budaya yang khas dan untuk berhubungan dengan bidang ilmu pengetahuan yang lain. Sebagai bentuk asli dari pelayanan sabda, dia menghadirkan Injil dalam sebuah proses personal dari asimilasi kultural, sistematis, dan kritis.

Dalam dunia budaya, yang diasimilasi oleh para siswa dan yang dirumuskan oleh ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang dipersembahkan oleh disiplin ilmu yang lain, pelajaran agama di skolah-sekolah menaburkan benih dinamis dari Injil dan berusaha untuk “tetap menjaga hubungan dengan unsur-unsur lain dari pengetahuan dan pendidikan para siswa; maka, Injil akan menyuburkan mentalitas para siswa dalam bidang pelajaran mereka, dan penyelarasan budaya mereka akan diperoleh dalam terang iman.

Oleh karena itu, pelajaran agama di sekolah hendaknya tampil sebagai disiplin studi, dengan tuntutan dan kepentingan yang sama dengan disiplin-disiplin yang lain. Pelajaran agama harus menyampaikan pesan dan peristiwa Kristiani dengan kesungguhan dan kedalaman yang sama dengan apa yang disajikan oleh disiplin-disiplin lain. Tidak dapat ditempatkan hanya sebagai tambahan, melainkan sebagau hal yang perlu dalam dialog interdisipliner. Dialog itu terutama harus terjadi pada level yang sama seperti halnya disiplin lain membentuk kepribadian siswa. Dengan cara ini, penyajian pesan-pesan Kristiani mempengaruhi cara memahami asal mula dunia, pengertian sejarah, dasar nilai-nilai etis, fungsi agama dalam budaya, tujuan manusia dan hubungannya dengan alam. Melalui dialog interdisipliner, pelajaran agama di sekolah mendasari, menggerakkan, mengembangkan dan menyempurnakan kegiatan pendidikan di sekolah.

Konteks Sekolah dan Mereka yang Menerima Pelajaran Agama

Pelajaran agama di sekolah dikembangkan dalam konteks sekolah yang berbeda-beda, sementara tetap mempertahankan sifatnya yang khas, memperoleh penekanan-penekanan yang berbeda. Hal ini bergantung pada situasi legal dan organisatoris, teori-teori pendidikan, pandangan pribadi masing-masing guru, serta hubungan antara pelajaran agama di sekolah-sekolah dan katekese keluarga atau paroki.
Tidaklah mungkin mereduksi berbagai bentuk pelajaran agama di sekolah-sekolah, yang telah dikembangkan sesuai dengan persetujuan antara negara dengan Majelis Uskup. Namun demikian, perlu diupayakan agar pelajaran agama di sekolah-sekolah dibuat sedemikian rupa sehingga menanggapi tujuannya dan sifatnya yang khas.

Para siswa “berhak mempelajari dengan benar dan pasti agama yang dipeluknya. Hak untuk mengenal Kristus, dan pesan yang menyelamatkan yang dimaklumkan-Nya tidak boleh diabaikan. Sifat pengakuan dari pelajaran agama di sekolah-sekolah, dalam berbagai fokus, yang diberikan oleh Gereja di berbagai negara merupakan jaminan yang tidak dapat dilepaskan yang dipersembahkan kepada keluarga-keluarga dan para siswa yang memili pendidikan seperti itu.”

Bagi sekolah katolik, pelajaran agama merupakan bagian dari dan dilengkap dengan bentuk-bentuk lain dari pelayanan sabda (katekese, homili, perayaan-perayaan Liturgis, dll.). pelajaran agama tidak dapati dipisahkan dari fungsi pedagogis, dan dari dasar eksistensi mereka.

Dalam konteks sekolah negeri atau swasta, di mana wewenang sipil atau situasi lain memkasakan pelajaran agama umum baik bagi siswa Katolik maupun bukan Katolik, hendaklah pelajaran agama bersifat ekumenis, dan memiliki kesadaran antargama yang lebih besar.

Dalam situasi lain, pelajaran agama lebih bersifat kultural dan mengajarkan pengetahuan tentang agama-agama, termasuk agama Katolik. Dalam hal ini, dan teristimewa bila diberikan oleh guru-guru yang memiliki hormat yang tulus akan agama Kristen, Pelajaran agama mempertahankan dimensi yang sejati dari “persiapan Injil”. Hidup dan iman para siswa yang menerima pelajaran agama di sekolah ditandai oleh perubahan yang terus menerus. Pelajaran agama harus memperhitungkan fakta-fakta untuk dapat mencapai tujuannya. Dalam hal siswa yang percaya, pelajaran agama membantu mereka memahami dengan lebih baik pesan Kristiani, dalam hubungannya dengan keprihatinan-keprihatinan besar yang umum pada segala agama dan pada semua manusia, dalam hubungannya dengan berbagai pandangan tentang hidup yang nyata dalam budaya dan pada persoalan-persoalan moral yang lebih besar yang menantang manusia dewasa ini.

Siswa-siswi yang sedang mencari, atau yang ragu-ragu, dapat juga menemukan dalam pelajaran agama kemungkinan untuk menemukan apa artinya iman yang tepat kepada Yesus Kristus, apa tanggapan Gereja terhadap pertanyaan-pertanyaan yang mereka buat, dan memberikan mereka kesempatan untuk menguji pilihan mereka sendiri secara lebih dalam. Dalam hal siswa yang tidak percaya, pelajaran agama bersifat pewartaan misoner Injil dan ditujukan untuk sampai pada keputusan iman, di mana katekese akan menyuburkan dan mendewasakan.

Pendidikan dalam Keluarga Kristen, Katekese dan Pelajaran Agama yang Melayani Pendidikan dalam Iman

Pendidikan Kristen dalam Keluarga, katekese dan pelajaran agama di sekolah-sekolah, dnegan caranya masing-masing, erat berhubungan dengan pelayanan pendidikan Kristiani bagi anak-anak, orang dewasa, dan kaum muda. Akan tetapi dalam praksis, harus diperhitungkan faktor-faktor yang berbeda-beda, agar dapat maju secara realistis dan dengan kebijaksanaan pastoral, menerapkan petunjuk-petunjuk umum.
Adalah kebijaksanaan setiap keuskupan atau daerah pastoral untuk membeda-bedakan situasi yang dapat muncul sehubungan dengan ada atau tidaknya inisiasi Kristen bagi anak-anak dalam konteks keluarga, dan sehubungan dengan kewajiban-kewajiban mendidik yang secara tradisional dijalankan oleh Paroki, sekolah dll oleh karena itu, Gereja Partikular dan Majelis Para Uskup hendaknya mmenyusun petunjuk-petunjuk umum untuk berbagai situasi dan memajukan kegiatan yang berbeda-beda namun saling melengkapi. (Ignas Lede)

Disadur dari Conggregation For The Clergy, Buku Petunjuk Umum Katekese, diterjemahkan dari General directory for Catechesis oleh Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, Jakarta.
Gambar: http://tarakanita.or.id/upload/028_1341542054.JPG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *