Hari Minggu IV Adven: Perawan yang Beriman

adven-4.jpg

Bacaan I : 2 Sam 7:1-5.8b-12.14a-16
Bacaan II :Rom 16:25-27
Bacaan Injil :Luk 1:26-38

Kelahiran “orang besar” biasanya diawali dengan tanda-tanda alam atau keajaiban-keajaiban.
Sebuah ceritera rakyat mengisahkan bahwa ada seorang raja yang sangat kejam dan sewenang-wenang. Ia sangat menikmati kekuasaannya. Tetapi ia sangat takut bahwa pada suatu saat kekuasaannya akan direbut oleh orang lain. Oleh sebab itu semua anak laki-laki dari keluarga kerajaan yang baru dilahirkan, disuruhnya supaya segera dibunuh.
Pada saat itu salah seorang puteri raja, yaitu saudari dari raja yang kejam itu, tiba-tiba merasa dirinya hamil. Ia tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi. Hanya pada suatu malam, ia bermimpi ia didatangi oleh seorang pria yang dahinya bercahaya. Apakah ia seorang dewa?
Karena takut puteri itu diam-diam meninggalkan istana dan dengan menyamar ia pergi ke suatu desa yang jauh. Di desa yang jauh itu ia tinggal pada sepasang suami istri petani yang miskin dan tidak mempunyai anak. Mereka sangat senang menerima puteri itu dan mengasihinya dengan segenap hati.
Pada suatu malam puteri itu melahirkan anaknya. Ternyata seorang anak laki-laki dan pada dahinya kelihatan ada cahaya. Kata suami istri petani itu: ini adalah anak titisan Dewa.
Sesudah melahirkan anaknya, puteri itu pulang ke istana dan menitipkan anaknya pada suami istri petani itu dengan pesan supaya anak itu dipelihara baik-baik sebagai anak sendiri. Suami istri itu memelihara anak itu dengan seksama dan penuh kasih. Anak itu berkembang dengan cepat dan sehat. Ketika ia sudah menjadi dewasa, ia mulai menunjukkan hal-hal yang luar biasa. Ia ternyata sangat kuat dan pandai sekali menggunakan setiap jenis senjata tanpa diajari.
Sementara itu raja negeri itu semakin gila menggunakan kekuasaannya. Ia menyuruh prajurit-prajuritnya untuk merampas apa saja yang dimiliki rakyatnya. Pada suatu hari beberapa prajuritnya mendatangi rumah suami istri petani itu dan mau merampas hasil buminya. Mereka dibela oleh putera angkatnya. Dengan gampang prajurit-prajurit itu dapat dikalahkan dan diusir. Mendengar hal itu raja sangat marah dan mengirim prajuritnya sebanyak mungkin. Mereka pun dikalahkan……..
Melihat prajurit-prajurit raja dapat dikalahkan, maka segala orang yang tidak puas dengan raja, mulai bangkit dan memberontak dipimpin oleh putera titisan Dewa itu.
Akhirnya raja yang kejam dan sewenang-wenang itu dikalahkan dan di bunuh. Sang putera titisan Dewa naik takhta dan negeri itu menjadi aman sejahtera.

*********
Kelahiran seorang yang besar biasanya diawali dengan tanda-tanda alam atau keajaiban-keajaiban, seperti yang kita baca dalam kisah di atas. Demikian juga dengan tokoh-tokoh dalam Kitab Suci.
Kita perhatikan keajaiban-keajaiban yang mengawali kelahiran misalnya Ishak, Samuel, Yohanes Pembaptis dan lain-lain.
Kelahiran Sang Juruselamat yang akan kita baca sebentar diawali pula dengan keajaiban-keajaiban. Sesuai dengan kabar dari malaikat Gabriel ternyata bahwa :
– Maria yang adalah perawan akan mengandung dan melahirkan seorang anak.
– Anak ini dikandung dengan kuasa Roh Kudus
– Akan disebut Putera Allah yang Mahatinggi.

Semua keajaiban itu hanya mau menunjukkan bahwa anak yang akan dilahirkan itu adalah “seorang besar”.
Ia adalah Putera Allah yang Mahatinggi. Kelahiran-Nya adalah urusan Tuhan, bukan urusan manusia. Ia tidak dilahirkan dari keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.
Terhadap sapaan Allah yang istimewa itu Maria terkejut. Sabda Allah merupakan sebuah kejutan yang bisa menyentak kehidupan seseorang. Karya Allah memang mengagumkan pada awalnya. Maria menanggapi sabda Allah itu dengan pertimbangan manusiawi. Akan tetapi, yang dituntut darinya adalah penyerahan utuh sebagai pribadi. Oleh karena itu, kekuatan Roh Kuduslah yang diperlukan untuk menanggapi panggilan dan perutusan Allah secara utuh, murni dan pribadi.
Atas prakarsa Allah yang mau mengerjakan yang terbaik bagi manusia, akhirnya Bunda Maria menjawab dengan penuh kepercayaan pula. Maria sebenarnya tidak mengerti seluruh rencana Tuhan dengan dirinya, tetapi ia pasrah. Ia menjawab: “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu!” Ia menyerahkan dan mempercayakan seluruh dirinya kepada Tuhan. Ia seolah-olah melompat dalam kegelapan ke dalam tangan Tuhan. Apa pun terjadilah kalau itu kehendak Tuhan. Ini memang suatu sikap iman yang sejati.
Penyair Carlo Alberto Salustri dari Roma pernah membuat satu sanjak yang isinya sebagai berikut:

Pada suatu hari seseorang berjalan di hutan. Ia tersesat. Kemudian ia bertemu dengan seorang wanita buta. Wanita buta itu berkata kepadanya: “Mari saya tunjukkan jalan”. Tetapi orang yang tersesat itu berkata: Bagaimana kau bisa tunjukkan jalan, karena kau sendiri buta?” Si buta berkata dengan pasti: “Mari!” Si penyair mengatakan si buta itu adalah iman. Si buta yang dapat menyelamatkan.

Maria memiliki iman semacam itu. Ia tidak melihat dan tidak mengerti rencana Allah ketika ia disapa dan diminta untuk mengambil bahagian dalam rencana Allah. Ia pasrah, ia menyerahkan seluruh dirinya ke dalam tangan Allah. Seolah-olah melompat ke dalam tangan Allah. Dan…….ia selamat!!
Ada dua hal yang dalam hubungan ini pantas diperhatikan.
Pertama, karya Allah tetap memberikan kemerdekaan kepada manusia. Manusia bukan robot dan kasih Allah mengandaikan jawaban yang merdeka.
Kedua, Bunda Maria mau melaksanakan rencana dan kehendak Allah sebagai hamba, sebagai pelayan. Dua hal yang diperlukan dalam pengembangan hidup. Dua hal ini menjadi sikap dasar kehidupan iman Kristen: merdeka dan rela!

**********
Rm. Yosef Lalu, Pr;
Dalam buku Homili Tahun B, terbitan Komkat KWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *