RAMBU-RAMBU BAHAN AJAR KEAGAMAAN KATOLIK

RAMBU-RAMBU BAHAN AJAR KEAGAMAAN KATOLIK

 Pengantar

Berbagai kemajuan telah membawa perubahan di segala aspek kehidupan. Perubahan mentalitas dan struktur-struktur sering menimbulkan perbedaan pandangan tentang nilai-nilai yang diwariskan, yang sering membuat orang kehilangan kesabaran dan menjadi gelisah. Hidup keagamaan pun terpengaruh oleh keadaan-keadaan baru.

Konsili mengajak “Supaya setiap orang secara lebih saksama menunaikan tugas hati nuraninya baik terhadap dirinya maupun terhadap pelbagai kelompok yang diikutinya, ia harus tekun menjalani pembinaan menuju kebudayaan rohani yang lebih luas, dengan memanfaatkan bantuan-bantuan besar, yang sekarang ini tersedia bagi bangsa manusia. Terutama pendidkan kaum muda dari lapisan sosial mana pun juga hendaknya diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga bangkitlah kaum pria maupun wanita, yang bukan saja berpendidikan tinggi, melainkan juga berjiwa besar, karena memang mereka itulah yang sangat diperlukan untuk zaman sekarang” (GS.art.31)

Berbicara tentang rambu-rambu bahan ajar keagamaan Katolik itu seperti apa? Tentu tidak lain berbicara tentang bukan hal yang boleh dan tidak boleh, tetapi lebih kepada hal-hal yang perlu bahkan penting untuk mendapat perhatian, khusus dalam bidang katekese atau bidang ajar keagamaan Katolik.

  1. Pengertian

Pendidikan Agama Katolik (PAK) adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama untuk mewujudkan persatuan nasional.

  1. Rasional

a.Pendidikan

Dalam hidup anak pendidikan memiliki tempat dan peran yang amat penting. Melalui pendidikan, anak dibantu dan distimulir menumbuhkembangnya dirinya menuju kedewasaannya secara menyeluruh. Begitu juga dalam kehidupan beragama dan beriman pendidikan iman mempunyai peran dan tempat yang utama. Meski perkembangan hidup beriman pertama-tama merupakan karya Allah sendiri yang menyapa dan membimbing anak menuju kesempurnaan hidup berimannya, namun manusia bisa membantu perkembangan hidup beriman anak dengan menciptakan situasi yang memudahkan semakin erat dan mesranya hubungan Allah dengan anak. Dengan demikian pendidikan iman tidak dimaksudkan untuk mencampuri secara langsung perkembangan hidup beriman anak yang merupakan suatu misteri, tetapi untuk menciptakan situasi dan nuansa kehidupan yang membantu serta memudahkan perkembangan hidup beriman anak.

Pendidikan pada umumnya, termasuk pendidikan iman, merupakan hak dan kewajiban utama dan pertama orangtua. Dalam membantu orangtua menjalankan hak dan kewajiban yang utama dan pertama itu mereka dibantu oleh Negara dan lembaga pendidikan. Terkait dengan pendidikan iman, hal itu berarti bahwa orangtualah yang memiliki hak dan kewajiban pertama dan utama dalam memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya. Pendidikan iman dimulai dan dilaksanakan di rumah. Pendidikan yang dimulai di rumah diperkembangkan lebih lanjut dengan bantuan pastor, katekis dan guru agama. Negara mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memfasilitasi agar pendidikan iman bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan iman amsing-masing.

b. Pendidikan Agama Katolik

Salah satu bentuk dan pelaksanaan pendidikan iman adalah pendidikan iman yang dilaksanakan secara formal dalam konteks sekolah yang disebut pelajaran agama. Dalam konteks Agama Katolik pelajaran agama di sekolah dinamakan Pendidikan Agama Katolik (PAK) yang merupakan salah satu realisasi tugas dan perutusannya untuk menjadi pewarta dan saksi Kabar Gembira Yesus Kristus.

Melalui PAK peserta didik dibantu dan dibimbing agar semakin mampu memperteguh iman terhadap Tuhan sesuai dengan agama Katolik dengan tetap memperhatikan dan mengusahakan penghormatan terhadap agama dan kepercayaan lain. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan  hubungan antar umat beragama yang harmonis dalam masyarakat Indonesia yang plural demi terwujudnya persatuan nasional. Dengan kata lain PAK bertujuan membangung hidup semakin beriman peserta didik. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni terwujudnya Kerajaan Allah dalam hidup manusia. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan, yaitu situasi kehidupan yang penuh dengan perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesatuan, kelestarian lingkungan hidup yang dirindukan oleh setiap orang dari berbagai agama dan kepercayaan.

c. Kompetensi Peserta Didik

PAK tidak sekadar menyampaikan pengetahuan iman Katolik, tetapi dan terutama membantu serta membimbing peserta didik agar mampu menghayati imannya, dalam arti mampu memahami, merefleksi dan menerapkan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Pengetahuan dan ilmu tidak selalu membuat hidup seorang menjadi sukses dan bermutu. Seorang akan berhasil dan bermutu dalam hidupnya berkat kemampuan, keuletan dan kecekatannya mencernakkan dan menerapkan apa yang diketahuinya dalam hidup nyata sehari-hari. Demikian juga dengan hidup beragama. Seorang diselamatkan dan dinyatakan berhasil dalam hidup berimannya bukan oleh pengetahuan tentang imannya, tetapi terutama oleh usahanya menginterpretasi dan menerapkan pengetahuan imannya dalam hidup nyatanya sehari-hari.

Kemampuan peserta didik dalam hidup beriman semakin mendesak pada zaman sekarang yang ditengarai oleh adanya arus globalisasi. Kemajuan pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang media, yang menyertai arus globalisasi membawa banyak perubahan, termasuk perubahan nilai, baik yang konstruktif maupun destruktif. Menghadapi tawaran yang mengandung pelbagai macam nilai itu peserta didik harus dibekali dan memiliki iman yang mempribadi dan bisa dipertanggungjawabkan. Kemampuan penghayatan iman semacam itu semakin diperlukan dengan adanya kenyataan lain, yaitu adanya krisis multi dimensi yang sedang dialami bangsa Indonesia saat ini. Krisis itu mencakup dalam bidang hukum, politik, ekonomi, budaya, kejujuran, keadilan, kelestarian lingkungan hidup dan sebagainya.

d. Pendiddikan Komprehensif

PAK harus komprehensif: memuat unsur-unsur pokok iman Katolik yang menyeluruh. Unsur-unsur ini diperoleh dari pengalaman seorang beriman Katolik. Seorang beriman Katolik menemui dirinya sebagai seorang pribadi yang unik, memiliki kemampuan dan kekurangan yang hidup dalam kebersamaan dengan orang lain dalam lingkungan tertentu. Dalam dirinya ada kerinduan akan yang ilahi. Kerinduan akan yang ilahi ini terpenuhi dalam dan melalui yesus Kristus yang diimaninya sebagai Penyelamat. Ia juga menyadari akan adanya orang-orang lain yang memilii iman yang sama. Kebersamaan dirinya denga orang-orang lain yang memiliki iman yang sama menciptakan paguyuban orang beriman yang disebut Gereja. Ia menyadari juga bahwa Gereja dipanggil dari dan diutus ke masyarakatnya sebagai pewarta dan sakramen keselamatan. Dari pengalaman seorang beriman Katolik semacam itu ditemukan empat unsur yang perlu dijadikan bahan kajian dalam PAK. Keempat unsur itu ialah Aku, Yesus Kristus, Gereja dan Masyarakat.

  1. Tujuan

PAK pada dasarnya bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil  Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.

  1. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup pembelajaran  PAK mencakup empat aspek, yaitu:

a. Pribadi Siswa

Dalam aspek pribadi siswa dibahas pemahaman diri sebagai laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya.

b. Yesus Kristus

Dalam aspek Yesus Kristus dibahas bagaimana meneladani pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah.

 c. Gereja

Dalam aspek Gereja dibahas arti dan makna Gereja, yang sebagai persekutuan murid-murid Yesus dipanggil serta diutus menjadi pewarta, saksi dan pelaksana karya keselamatan Allah, serta bagaimana mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari.

    d. Kemasyarakatan

Dalam aspek kemasyarakatan dibahas secara mendalam hidup bersama dalam masyarakat sesuai dengan Firman/Sabda Tuhan, ajaran Yesus dan ajaran Gereja, atas dasar keyakinan, bahwa kehadiran Yesus dan Gereja-Nya di dunia bukan hanya untuk Gereja, tetapi untuk semua orang.

  1. Prinsip-prinsip Belajar, Pembelajaran dan Asesmen

Empat hal berikut perlu diperhatikan sebagai prinsip-prinsip belajar PAK:

a. Cerdas: PAK membantu siswa agar mampu memahami dan mempertanggungjawabkan ajaran iman agama Katolik.

b. Implementatif: PAK membantu siswa agar mampu mengimplementasikan ajaran-ajaran iman dalam hidup sehari-hari secara benar dan baik.

c. Kritis: PAK membantu siswa agar mampu menjawab persoalan-persoalan hidup yang dijumpainya baik dalam hidup pribadinya maupun masyarakatnya, misalnya persoalan-persoalan yang terkait dengan primodialisme, korupsi, kekerasan, kerusakan lingkungan, budaya digital..

d. Terbuka: PAK membantu siswa agar mampu semakin terbuka terhadap dunia yang semakin majemuk, khususnya kemajemukan suku, budaya dan agama/kepercayaan.

Pembelajaran PAK perlu memiliki ciri-ciri berikut: aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Ciri-ciri semacam itu mengandung cara pandang yang menganggap siswa sebagai subyek pembelajaran yang aktif, bukan sebagai penerima informasi yang pasif. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator yang membantu siswa agar bisa mengembangkan diri secara optimal. Keaktifan itu akan mendorong siswa menjadi kreatif dengan mencari, menggunakan dan mengolah berbagai alternatif sumber belajar secara berhasil guna dan terarah (efektif) demi tercapainya kompetensi yang telah ditetapkan. Pembelajaran semacam itu akan membuat siswa mengalami suatu proses belajar yang menyenangkan dan tidak dirasakan atau dianggap sebagai suatu beban yang memberati hidupnya. Proses pembelajaran PAK meliputi pemahaman, pergumulan yang diteguhkan dalam terang Kitab Suci/ajaran Gereja dan pembaharuan hidup yang terwujud dalam penghayatan iman sehari-hari

Asesmen dalam PAK adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa. Penilaian itu dibuat berdasarkan tahapan kemajuan belajar siswa, sehingga guru memperoleh gambaran kemampuan siswa sesuai dengan kompetensi yang harus dicapainya. Penilaian dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar mengajar, baik secara formal maupun informal. Oleh karena itu penilaian jangan hanya dilakukan sekali pada akhir semester, tetapi perlu dilaksanakan sepanjang proses belajar mengajar. Adapun ranah penilaian terdiri dari ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Dilihat dari segi bentuk,  penilaian bisa tertulis, lisan, unjuk kerja, produk, portofolio, atau tingkah laku.

6.Metode

Dalam menjalankan karya katekese, “Gereja mengambil metode-metode yang tidak bertentangan dengan dengan Injil”, semua metode itu bertujuan sederhana “pendidikan iman” (PUK 148). Dalam proses katekese selalu perlu ditegaskan kesatuan antara metode dan isi, “metode melayani wahyu dan pertobatan”, isi tidak boleh dikalahkan oleh metode. Dan metode katekese berkait erat dengan metode pendekatan terhadap Kitab Suci maupun pendekatan terhadap ajaran-ajaran Gereja, metode untuk memahami tanda-tanda liturgis, dan bahkan metode membaca media masa (PUK 149). Dalam sejarah katekese, pantas disebut berkembangnya metode induktif, yang berpangkal dari fakta-fakta (peristiwa biblis, tindakan liturgis, pengalaman Gereja, pengalaman manusia) menarik kesimpulan yang berkaitan dengan perwahyuan. Metode ini dipandang sangat cocok dengan sifat pengetahuan iman, yaitu pengetahuan melalui tanda-tanda. Namun metode induktif tidaklah mengabaikan metode deduktif yang menjelaskan fakta. Namun deduktif hanya menjadi penuh kalau dilengkapi induktif (PUK 150). Sebagai sarana katekese, metode ini memiliki arti lain: yaitu “kerygmatic” (gerak turun), yang berpangkal dari pewartaan pesan, seperti rumusan ajaran dan kemudian menerapkannya dalam pengalaman hidup sehari-hari; dan metode “eksistensial” (gerak naik) yang berpangkal dari pengalaman manusia yang kemudian diterangi dengan sabda Allah (PUK 151).

7.Yang terlibat dalam katekese

Mereka yang terlibat langsung dalam katekese juga mempunyai peran sentral dalam katekese. Yang pertama ialah katekis sendiri. Mutu dan spiritualitas hidupnya akan menjiwai metode yang digunakannya (PUK 156). Partisipasi aktif dari para penerima katekese selaras dengan tata pewahyuan dan tata keselamatan. Mereka diajak terlibat dalam doa, liturgi maupun karya-karya sosial serta pelestarian keutuhan ciptaan. Partisipasi mereka itu memberi sumbangan yang berharga bagi proses katekese (PUK 157). Pada akhirnya, pedagogi kateketik akan efektif bila komunitas, kelompok menjadi tempat referensi konkret bagi perjalanan setiap individu. Kelompok dapat menjadi “sumber, locus dan sarana katekese”. Kelompok Kristiani sendiri dapat menjadi sarana pengalaman komunitas bagi penerima katekese (PUK 158-159)

Yesus mewartakan Kerajaan Allah bagi semua orang, dimulai dari yang paling kurang beruntung. Dia menjadi seorang katekis Kerajaan Allah bagi semua kategori manusia, besar kecil, tua muda, sehat sakit, jauh dekat. Gereja juga dipanggil untuk mewartakan Injil kepada semua orang,Yahudi atau Yunani, budak ataupun orang merdeka, tua atau muda, kaya atau miskin. Situasi yang berbeda-beda itu mendorong katekese untuk mencari metode dan pendekatan yang sesuai. Inilah yang menjadi perhatian bagian ini, meski tidak mungkin menjawab semua kebutuhan (PUK 163-166).

Secara umum harus dikatakan bahwa semua yang dipanggil oleh Allah bergerak menuju kematangan iman, maka memerlukan katekese. Penerima katekese ialah “pribadi-pribadi yang konkret dan historis”, yang berakar dalam situasi tertentu dan dipengaruhi oleh budaya tertentu. Mereka inilah subyek dalam katekese.  Mereka harus menjadi “subyek yang aktif, sadar, dan ikut bertanggungjawab, bukan sekedar penerima yang diam dan pasif”. Demikian juga harus disadari bahwa penerima katekese ialah “seluruh komunitas Kristiani dan setiap pribadi yang ada di dalamnya”, hal inipun perlu dipertimbangkan. Maka, perlulah penyesuaian dengan siapa penerima katekese itu. Penyesuaian itu harus dipahami sebagai penyesuaian dengan ladang Allah yang mau ditaburi benih. Penyesuaian itu harus memperhitungkan pelbagai macam situasi (PUK 167-170).

  1. Penanggung jawab reksa pastoral

Hierarki sebagai penanggung jawab reksa pastoral Gereja; karena itu hierarki Gereja mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk membimbing, mengarahkan dan mendukung sepenuhnya reksa pastoral pembinaan iman anak. Tanggung jawab hierarki dalam reksa pastoral pembinaan iman anak terungkap dalam dokumen-dokumen Gereja universal dan partikular, antara lain:

a. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium art.11, Gaudium et Spes art. 50, Gravissimum Educationis  art.3.

b. Catechesi Tradendae, art. 36

c. Familiaris Consortio, art.50

d. Kitab Hukum Kanonik 1983, Kan.867.

e. Pedoman Gereja Katolik Indonesia 1995.

f. Hasil SAGKI 2000 yang dikukuhkan Sidang KWI 2000.

g. Hasil SAGKI 2005 yang dikukuhkan Sidang KWI 2005.

 

  1. Perhatian Gereja terhadap Pendidikan Iman Anak

 Gereja Katolik sangat peduli terhadap pendidikan iman anak. Beberapa dokumen yang dapat kita sebutkan disini antara lain: Gaudium et Spes (GS), Gravissimum Educationis (GE), dan Instrumentum Laboris (IL)*) dapat menjadi rujukan.

Sekedar contoh seperti dalam Gravissimum Educationis (GE), dalam artikel 1 tentang Pendidikan pada umumnya, dikatakan bahwa, Semua dan setiap orang mempunyai hak tidak tergugat atas pendidikan, sesuai dengan tujuan dan  bakat serta latar belakang budaya. Pendidikan yang benar mengikhtiarkan pembinaan pribadi baik untuk tujuan akhir maupun untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan juga harus membantu pengembangan bakat fisik , moral dan intelektual secara harmonis. Pendidikan perlu memperhatikan nilai-nilai moral dan iman. Konsili Vatikan menganjurkan, supaya putera-puteri Gereja dengan jiwa besar menyumbangkan jerih payah mereka di seluruh bidang pendidikan, terutama dengan maksud, agar buah-buah pendidikan dan pengajaran sebagaimana mestinya selekas mungkin terjangkau oleh siapapun di dunia.

Bagi mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan, yakni para orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama. Masyarakat juga ikut bertanggung jawab atas pendidikan demi kesejahteraan umum dengan tetap mengindahkan keinginan para orang tua. Gereja selaku Bunda wajib menyelenggarakan pendidikan, supaya seluruh hidup mereka diresapi oleh semangat Kristus (GE art.3)

Pendidikan moral dan keagamaan di sekolah. Gereja berkewajiban untuk mengusahakan pendidikan moral dan keagamaan bagi semua putera – puterinya, termasuk yang berada di sekolah bukan Katolik , melalui kesaksian hidup para pendidik, kerasulan sesama siswa dan terutama melalui pelayanan imam dan awam. Gereja memuji para penguasa dan masyarakat sipil dalam masyarakat yang menjamin kebebasan beragama bagi warganya dan pendidikan moral di sekolah sesuai dengan prinsip – prinsip moral dan relegius yang dianut oleh keluarganya (GE arti 7).

Peran Guru :

a).Menurut Gaudium et Spes (Gereja dalam dunia modern)

  • Menanamkan nilai panggilan Kristiani Kepada peserta didik. Nilai itu antara lain: Nilai teologal (iman, harap, dan kasih).
  • Menjadi pewarta Gereja yang hidup kepada peserta didik melalui tugas dan jabatanya melalui “TRI TUGAS KRISTUS dan PANCA TUGAS GEREJA”.
  • Mengajarkan untuk menghormati ciptaan Allah (Bdk: GS art. 12-32).

b).Menurut Gravissimum Educationis (Pendidikan Kristen)

  • Mewartakan jalan keselamatan yakni YESUS KRISTUS (Bdk: GE art. 3)
  • Mendidik, menanamkan nilai MORAL dan MARTABAT melalui kesaksian hidup (Bdk: GE art. 7)
  • Guru adalah RASUL (menciptakan lingkungan hidup bersama: Di sekolah orangtua, masyarakat. Di semangati oleh INJIL dan CINTA KASIH (Bdk: GE. art. 8).

c).Menurut Instrumentum Laboris (Kongregasi untuk pendidikan katolik ) Mendidik masa kini dan masa depan, peran guru adalah sebagai:

  1. Pewarta kabar gembira menuju keselamatan (Bdk: LG No. 11, IL no 11. b).
  2. Menciptakan iklim pendidikan yang kondusif di lingkungan sekolah.
  3. Fokus terhadap tugas pendidikan yang mempunyai nilai/aspek kognitif, afektif, sosial, professional, etis dan spiritual sehingga peserta didik et home dalam belajar belive percaya akan masa depan, sense of belonging terhadap pembelajaran dan pengetahuan.
  4. Tanggungjawab utama guru adalah untuk membantu generasi muda menjadi tertarik pada pengetahuan dan memahami pencapaian dan penerapannya.
  5. Memiliki kemampuan dalam:
  • Menciptakan, menemukan, mengelola lingkungan pembelajaran dan menyediakan banyak peluang pengetahuan “guru senantiasa kreatif dan banyak membaca”.
  • Menghargai keberagaman peserta didik (karakter, kecerdasan, latar belakang, agama, status sosial dll).
  • Mengarahkan potensi, cita, peserta didik untuk masa depan.
  • Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyadari dampak sosial apa yang sedang mereka pelajari.
  1. Terbuka dan secara professional berpengetahuan luas ketika sedang memimpin kelas dimana keberagaman diakui, diterima serta dihargai sebagai aset pendidikan yang bermanfaat bagi setiap orang.

 Penutup

Paus Paulus VI menyebutkan bahwa di antara beberapa hambatan pewartaan, adalah kurangnya parrhesia, yaitu ”hilangnya gairah, sebagai sesuatu yang sangat serius sebab itu muncul dari dalam diri.’’ (EN. 80)  Betapa kita sering merasa ditarik untuk berhenti di pantai yang nyaman! Namun Tuhan memanggil kita untuk berlayar di laut lepas dan melemparkan jala kita ke air yang lebih dalam (lih Luk 5:4). Ia mengajak kita menggunakan hidup kita untuk melayani-Nya. Dengan berpegang pada-Nya, kita memiliki keberanian untuk memakai seluruh karisma kita bagi pelayanan kepada sesama.

Sekolah itu penting. Karena itu, Konsili Vatikan II, dalam dokumen Gravissimum Educationis (GE), menekankan betapa pentingya sekolah itu, bahwa ”Diantara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sebab berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan penilaian yang cermat, memperkenalkan warisan budaya, mempersiapkan siswa untuk mengelola kejuaraan tertentu, memupuk semangat persahabatan dan mengembangkan sikap saling memahami. Panggilan untuk menjalankan tugas tersebut sungguh mulia tetapi berat, memerlukan bakat-bakat khas budi dan hati, pesiapan yang saksama dan kesediaan untuk terus mengembangkan diri”. (GE. art.5)

Semoga kita senantiasa merasa didorong oleh kasih-Nya (2Kor 5:14) dan berkata bersama dengan Santo Paulus, ’’Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil’’ (1Kor9:16)

Hal-hal di atas, dapat menjadi semacam ”rambu-rambu” untuk diperhatikan dalam menyiapkan, menyusun dan membawakan bahan ajar keagamaan Katolik.

Bogor, 26 Maret 2019

Fransiskus Emanuel da Santo

Sekretaris Komkat KWI

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *