Katekese Paus Fransiskus: Menjadi Garam Dunia dan Terang Dunia

Paus misa santamarta-1.jpg

Paus Fransiskus mengajak umat beriman kristiani menjadi orang kristen sejati yang dapat memberi sesuatu yang bermakna bagi hidup sesama. Umat kristiani hendaknya tidak bersinar terang bagi dirinya sendiri tetapi dapat membawa terang bagi sesama di sekitar serta bagi seluruh umat manusia. Demikianlah siaran radio Vatican hari selasa (7/6/15) mengutip kotbah Paus Fransiskus dalam misa harian di gereja Casa Santa Marta, tempat kediaman Sri Paus.

Berdasarkan bacaan Injil hari itu, Paus Fransisikus mengutip ajaran Yesus kepada murid-muridnya “kamu adalah garam dunia”, “kamu adalah terang dunia”. Setiap orang kristiani, demikian Paus, harus menjadi garam dan terang. Orang kristiani tidak boleh mementingkan diri sendiri: garam harus menambah rasa dan cahaya harus menerangi lainnya.

Paus melanjutkan kotbahnya dengan pertanyaan: “apa yang harus dilakukan oleh orang Kristen agar garam jangan sampai kehabisan, sehingga minyak untuk menyalakan lampu tidak habis?”

“Baterai” seorang Kristen untuk menghasilkan cahaya, kata Sri Paus adalah hanya doa. “Ada banyak hal yang bisa dilakukan, banyak karya amal, banyak hal-hal besar bagi Gereja, ada Universitas Katolik, perguruan tinggi, rumah sakit. Anda mungkin bahkan dihargai sebagai dermawan Gereja dengan monumen, tetapi jika Anda lakukan tidak dengan berdoa, maka itu akan menjadi gelap dan remang-remang “.

Doa, menurut sri Paus adalah apa yang menyala dalam kehidupan Kristen. Paus menyoroti fakta bahwa doa adalah “hal serius”: “Entah doa adorasi kepada Allah Bapa, doa pujian kepada Tritunggal Kudus, doa syukur , doa untuk meminta kepada Allah. Doa harus datang dari hati “.

Mengenai garam, kata Paus, orang Kristen dipanggil untuk menjadi garam jika diberikan kepada orang lain. Paus Fransisiskus menjelaskan, sikap orang Kristen sebagai garam adalah “untuk memberikan diri sendiri, untuk memberikan rasa untuk kehidupan orang lain, untuk memberikan rasa untuk banyak hal sesuai pesan Injil”. Garam adalah sesuatu yang harus digunakan, tidak untuk diri sendiri tetapi untuk diberikan kepada orang lain.
“Ini aneh – lanjutnya – baik garam dan terang adalah untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri: garam tidak memberikan rasa untuk dirinya sendiri; cahaya tidak menerangi sendiri “.Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana garam bisa panjang dan cahaya dapat bertahan tanpa kehabisan jika kita terus memberikan diri kita tanpa henti. “Di situlah kuasa Allah, demikian Sri Paus , karena orang Kristen adalah garam yang diberikan kepada kita oleh Allah ketika pembaptisan, itu hadiah yang tidak pernah berakhir”.

Merefleksikan bacaan dari Kitab Raja-raja, yang mengisahkan tentang janda Sarfat yang mempercayai Nabi Elia dan dengan demikian, tepung dan minyak tak pernah habis, Paus Fransiskus menegaskan bahwa umat Kristen hendaknya bersinar terang dan selalu mengatasi godaan untuk bersinar terang bagi diri mereka sendiri. Paus mengibaratkannya seperti ‘cermin spiritualitas’, yaitu bersinar (memantulkan) cahaya bagi diri sendiri, dan menurut Paus hal itu merupakan hal yang buruk” . Maka “Jadilah cahaya untuk menerangi, menjadi garam untuk memberikan rasa dan melestarikan”. “Semoga cahaya Anda bercahaya di depan orang sehingga mereka dapat melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Surga”, demikian Paus mengakiri kotbah hariannya. (Radio Vatican, diterjemahkan Daniel Boli Kotan)

Sumber artikel dan gambar: http://en.radiovaticana.va/news/2016/06/07/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *