Renungan Hari Minggu Prapaskah V : Biji Gandum Yang Jatuh Ke Tanah…

yesus-gandum.jpg

Bacaan I : Yer 31:31-34
Bacaan II : Ibr 5:7-9
Bacaan Injil : Yoh 12:20-23

Dalam Injil tadi kita mendengar bagaimana Yesus pada saat-saat menjelang kematian-Nya, Ia mengucapkan suatu kalimat yang sangat bermakna dalam hubungan dengan penderitaan dan kematian-Nya. Kalimat itu ialah: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”.

Kata-kata Yesus itu seolah-olah menjadi hukum alam. Itu terjadi dalam dunia flora, dunia tumbuh-tumbuhan. Biji gandum, biji jagung, biji padi atau buah kelapa memang harus jatuh, masuk ke dalam tanah, membelah diri, merusak, baru bisa berkecambah, bertumbuh dan menghasilkan banyak biji gandum, biji jagung, biji padi atau buah kelapa. Kalau ia tidak jatuh, ia tinggal sebiji saja. Tidak menghasilkan apa-apa! Satu harus mati untuk menghasilkan banyak buah. Itu sudah menjadi hukum alam.

Demikian juga dalam dunia fauna. Dikatakan seekor laba-laba jantan sesudah mengawini betinanya, akan memberikan dirinya disengat oleh si betina dan mati. Mengapa? Jasad laba-laba jantan itu akan menjadi makanan bagi anak laba-laba pada awal kehidupan mereka sesudah menetas. Satu harus mati untuk menghasilkan banyak buah kehidupan. Pada saat-saat sulit mendapat rejeki, induk burung pelikan sering merobek dadanya. Darah yang keluar dari dadanya itu dapat menjadi penyambung hidup bagi anak-anak pelikan di musim paceklik. Satu harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah.

Demikian pula dalam dunia manusia. Manusia itu dilahirkan, bertumbuh dan berkembang karena ada pengorbanan manusia lain, entah itu ayah atau ibu, saudara atau sahabat kenalan, yang rela berkorban……. Kita hidup dan bertumbuh di atas tanggungjawab, penderitaan dan korban orang lain.

Namun ketika Yesus berbicara tentang biji gandum yang harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah, ia sebenarnya berbicara tentang diri-Nya sendiri. Dialah biji gandum yang harus jatuh itu. Imam besar sendiri pernah berkata: “Lebih baik satu orang mati untuk seluruh kaum”. Ketika Yesus mati di salib, seorang serdadu menikam lambung-Nya, itu sama dengan benih gandum yang sudah jatuh dan mulai membelah diri.

Ketika Dia dikuburkan, biji gandum itu telah di tanam. Dan ketika Ia bangkit pada fajar hari Paskah, biji gandum itu telah bertumbuh dan menghasilkan banyak buah, yaitu keselamatan bagi seluruh umat manusia!.

***

Sejak Yesus menjadi biji gandum yang harus jatuh, semua pengikut-Nya juga dipanggil untuk menjadi biji gandum. Setiap pengorbanan dan penderitaan yang diterima dengan hati tulus pasti akan menghasilkan banyak buah.

Dengan sengsara dan kematian Yesus, semua penderitaan, bahkan kematian kita mendapat arti baru. Semua penderitaan dan korban kita merupakan pula benih gandum yang harus jatuh untuk menghasilkan buah. Perkembangan, kejayaan dan keselamatan tidak bisa diperoleh tanpa usaha dan korban. Kemenangan tidak bisa diraih dengan seenaknya. Jalan pintas ke arah keselamatan tidak ada! Orang harus menempuh hidup ini dengan ups and downsnya agar mencapai kecemerlangan.

Bapak Thomas adalah seorang guru Bina Iman. Seluruh hidupnya telah ia jalani demi anak-anak bina imannya, dari generasi ke generasi. Ia telah mengalami banyak suka duka, tetapi ia tetap bertahan sebagai guru Bina Iman. Sekarang ia sudah menjalani masa pensiunnya. Dia hidup lebih lama dari sahabat-sahabatnya dan hampir tak seorang pun mengenalinya. Ketika Thomas meninggal pastornya merasa bahwa tak akan seorang pun yang menghadiri pemakamannya, sehingga ia memutuskan untuk pergi, dan dengan demikian ada seseorang yang mengantar orang tua itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

Memang tak ada orang lain dan hari itu hujan turun dengan lebatnya. Namun ketika peti mati sudah sampai di pemakaman, di pintu masuk berdirilah seorang tentara yang sedang menunggu. Dia adalah seorang perwira. Tentara itu datang ke tempat itu untuk menghadiri upacara pemakaman. Ketika upacara selesai, dia mengangkat tangannya untuk memberi hormat yang selayaknya diberikan untuk seorang saja.

Seusai pemakaman pastor tadi berjalan pergi bersama tentara ini. Angin bertiup menyingkapkan tanda pangkat tentara itu. Ia seorang brigadir jenderal. Brigadir Jenderal itu berkata pada pastor tadi, “Mungkin pastor heran kenapa saya berada di sini? Beberapa puluh tahun yang lalu, pak Thomas menjadi guru Sekolah Minggu saya. Saya sungguh nakal dan merepotkannya. Namun pengajaran dan nasihatnya tak pernah saya lupakan. Ia telah mengantar saya pada kesuksesan.

Pak Thomas tidak pernah mengetahui hasil pengajarannya, tapi saya sangat berhutang budi kepadanya, dan hari ini saya harus datang untuk memberi penghormatan terakhir kepadanya”.
Thomas tidak tahu apa yang telah ia lakukan dan tak ada seorang pun yang akan pernah mengetahuinya dengan pasti.
Tugas kita adalah menyebarkan benih, dan setelah itu kita serahkan semuanya kepada Tuhan.

Guru tua itu sudah menebar benih dan dia sendiri sudah menjadi benih yang menghasilkan buah, seperti Yesus yang sudah menebar Benih Sabda, dan menjadi Benih Gandum. Yesus telah menjadi Gandum Utama yang harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah.

Sebagai umat, murid-murid Yesus Kristus, kita juga dipanggil untuk menjadi biji gandum itu. Kita hendaknya menghayati misteri biji gandum itu. Kita tidak perlu mencari penderitaan dan korban. Tetapi kalau kita dipanggil untuk menderita dan berkorban demi kebahagiaan dan keselamatan sesama kita, kita hendaknya bisa menghadapinya dengan ikhlas dan kepala tegak. Yesus telah menyongsong penderitaannya dengan ikhlas dan kepala tegak, sebab Ia yakin pengorbanannya tidak sia-sia. Ia adalah Biji Gandum yang harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah…….Sebagai guru, ayah atau ibu, pegawai atau petani pasti kita telah menanggung banyak pengorbanan dan penderitaan. Semua itu tidak sia-sia…..

Di Australia katanya ada sejenis burung namanya Thornbird yang kalau ia hinggap pada sebatang pohon berduri dan ia terluka dan berdarah, pada saat itu ia akan menyanyi amat sangat merdu. Mungkin kita mesti menjadi seperti Thornbird!

Sumber: Buku Homili Tahun B, oleh Rm. Yosef Lalu, Pr,
diterbitkan oleh Komkat KWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *