Identitas, Panggilan dan Spiritualitas Katekis

let-the-little-children-come-to-me-01.jpg

IDENTITAS, PANGGILAN, DAN SPIRITUALITAS KATEKIS
Daniel Boli Kotan

Pengantar
Pelayanan katekese boleh dikatakan sama usianya dengan Gereja, kerana pelayanan ini telah dimulai oleh Yesus sendiri. Yesus adalah katekis yang pertama dan menjadi panutan kita. Pelayanan ini diteruskan oleh rasul-rasul Yesus. Pada abad-abad seterusnya pelayanan katekese dilaksanakan oleh para Uskup dan para imam. Pada abad XVI, ketika dimulainya aktivitas missi di seluruh dunia, tugas pelayanan katekis awam mulai diberi perhatian. Pada abad pertengahan tugas katekis awam tertumpu kepada tugas missi yaitu membantu para missionaris dalam tugas pelayanan mereka terutama sebagai: penghubung antara para misionaris dan umat (penterjemah), sebagai pemimpin umat dalam doa/ibadat ketika tidak adanya misionaris dan sebagai pengajar, guru agama atau katekis terutama pada masa persiapan penerimaan sakramen Baptis (katekumenat). Kepentingan katekese dan kepentingan pelayanan katekis awam dikenal pasti secara resmi semasa Konsili Vatikan II (1962-1965). Salah satu dokumen Vatikan II yang menekankan pentingnya pelayanan katekis adalah dekrit tentang tugas pastoral para Uskup dalam Gereja “Christus Dominus”. Dokumen ini menegaskan bahawa hendaknya para Uskup menjaga supaya pendidikan katekese, yang tujuannya ialah supaya iman umat diterangi melalui ajaran, dan menjadi hidup eksplisit serta aktif, diberikan kepada kanak-kanak, kepada kaum muda maupun orang-orang dewasa. Selain itu hendaklah para Uskup mengusahakan, supaya para katekis disiapkan dengan baik untuk tugas mereka, sehingga mereka mengenal ajaran Gereja dengan jelas, begitu pula secara teoretis maupun praktis mempelajari kaidah-kaidah psikologi dan pedagogi. (CD, 14).

Gereja Katolik Indonesia dalam perjalanan sejarahnya pun tak terlepas dari peran para katekis awam sebagai bagian penting dari pelaku sejarahnya. Pada masa-masa sulit, ketika para misionaris diusir paksa bahkan ada yang dibunuh oleh kalangan tertentu, (seperti pada zaman colonial Belanda dan Jepang), para ketekis pribumi mengambil alih peran para misionaris sebagai penyebar Injil, melayani kegiatan pastoral bagi pemeliharaan dan pengembangan iman umat. Dengan perkataan lain, para katekis awam telah menjadi tiang penyangga Gereja Katolik Indonesia sepanjang sejarahnya. Meski perannya sangat penting, dalam perkembangan Gereja Katolik Indonesia masa kini, eksistensi katekis awam (professional) kurang mendapat perhatian semestinya terutama di paroki-paroki, meski katekis ini dianggap penting. Lembaga-lembaga pendidikan kateketik dalam laporannya pada rapat Pleno Komkat KWI tahun 2011 menyampaikan keprihatinan bahwa para mahasiswa yang sedang belajar di lembaga-lembaga pendidikan tersebut tidak lagi diutus oleh keuskupannya tetapi karena keinginan sendiri untuk menjadi guru agama di sekolah.

Pada pertemuan nasional ke-2 katekis tahun 2010 silam, para katekis menyampaikan keprihatinan menyangkut keberadaan kekatekisannya. Hampir semua keuskupan di Indonesia dalam decade terakhir, tidak lagi mengangkat katekis professional untuk berkarya baik di paroki maupun keuskupan dengan berbagai alasan, antara lain kemampuan finansial yang terbatas. Sementara di lain sisi, terutama di kota-kota, banyak gedung gereja besar dan mewah dibangun dengan menelan biaya sangat besar mencapai puluhan miliaran rupiah. Kini para katekis professional (academis) di hampir semua daerah berorientasi menjadi guru agama di sekolah khususnya yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan demikian maka kita perlu juga merumuskan secara jelas penghargaan terhadap katekis pada era modern ini agar eksistensi katekis tetap terjaga sesuai tuntutan zaman yang terus berubah dengan segala macam tantangannya. Berkaitan dengan penghargaan kepada katekis, Kongregasi Evangelisasi Bangsa-bangsa (Congregation for Evangelization of Peoples/CEP) dalam dokumennya tentang “Pedoman untuk Katekis” (1993) menandaskan antara lain bahwa “ Pemberian gaji bagi para katekis harus dianggap sebagai masalah keadilan dan bukan masalah kemurahan hati. Baik katekis purna waktu maupun katekis penggal waktu harus dibayar sesuai dengan norma yang tepat, yang digariskan di tingkat keuskupan dan paroki, dengan mempertimbangkan keadaan keuangan Gereja setempat, keadaan keuangan katekis dan keluarganya, serta keadaan umum ekonomi negara tersebut. Katekis yang sudah tua, cacat dan yang sakit harus diberi perhatian khusus…”

Begitu pentingnya paran katekis dalam karya pewartaan Gereja, sehingga Paus Yohanes Paulus II dalam surat Apostolik pertamanya “Catechesi Tradendae” berterimakasih kepada para katekis awam yang begitu komited dalam pelayanan mereka dan melalui merekalah kita dapat melihat perkembangan Gereja pada hari ini. Paus menyatakan bahwa walaupun tugas seorang katekis selalu dipandang rendah dan sembunyi tetapi merupakan satu panggilan yang luhur dan kudus. Antara semua pelayanan umat awam dalam Gereja, pelayanan katekis merupakan satu pelayanan atau Karisma yang istemewa karena kewujudan pelayanan mereka dikenal pasti secara resmi oleh Gereja sejagat dan mendapat mandat atau perutusan dari Uskup (Guide for Catechists, no.1-2

A.IDENTITAS KATEKIS

Pada pertemuan nasional Katekis yang pertama tahun 2005 di Jakarta, para katekis lapangan mencoba merumuskan peran dan identitasnya dalam Gereja Katolik Indonesia. Ada beberapa refleksi kritis oleh P. Budi Kleden, SVD setelah mengikuti proses diskusi dan sharing para peserta. Terdapat variasi cukup besar ketika kelompok-kelompok diskusi berbicara tentang identitas katekis. Masing-masing keuskupan mempunyai pemahaman yang berbeda-beda mengenai siapa katekis itu: 1) Ada yang memahami katekis sebagai mereka yang bekerja di bidang pewartaan, dalam hal ini semua orang yang bekerja dalam bidang pewartaan entah purnawaktu atau paruh waktu disebut katekis, apapun latarbelakang keahliannya. Mereka itu terpanggil untuk terlibat dalam tugas pewartaan Gereja. Pemahaman seperti ini, yang dimasukkan kelompok katekis adalah mereka yang menjalankan tugas-tugas pendampingan iman, mempersiapkan penerimaan sakramen-sakramen, memimpin/memandu katekese umat, dll. 2) Ada yang rnenempatkan katekis sebagai kaum awam yang terlibat dalam karya pastoral gereja, seperti pendampingan kaum muda, pendampingan kaum buruh, bahkan pemimpin ibadat. 3) Ada pula yang memahami katekis sebagai orang yang mempunyai pendidikan formal sebagai katekis, tepatnya yang mempunyai ijazah pendidikan Tinggi Kateketik, entah itu D2, D3 ataupun S1. Atas dasar gagasan ini dikatakan bahwa mereka ini semua katekis, entah kini sedang bertugas di mana. Karena itu ada katekis yang menjadi auggota DPR, ada katekis yang menjadi Bupati, tanpa secara langsung menjalankan karya katekese.

Dari tiga pengelompokan ini maka perlu diperjelas, katekis itu suatu fungsionaris dalam Gereja, atau suatu status hidup. Kalau status, maka identitasnya terkait dengan katekis itu sendiri, entah di manapun kedudukannya. Bila katekis itu suatu fungsionaris dalam Gereja, maka perlu diperjelas manakah kekhasan karya katekese itu dalam keseluruhan reksa pastoral Gereja. Peran khas katekese kiranya lebih menyangkut pendampingan umat beriman dalam rangka pengembangan imannya, baik proses mengenal iman maupun sesudah ia beriman. Apakah di sini katekese perlu dibedakan dan fungsi pewartaan lainnya, pewartaan ke luar misalnya?

Tugas pewartaan merupakan tugas seluruh umat beriman, maka setiap umat beriman berhak dan wajib menjalankan tugas pewartaan itu. Hanya masing-masing menurut bidangnya serta kemampuannya. Dalam rangka ini perlu diadakan pembedaan-pembedaan, mengenai macam-macam petugas yang menjalankan fungsi katekese dalam hidup Gereja. Ada katekis-katekis di tingkat akar rumput, yang sungguh-sungguh muncul dari jemaat. lni sesuai dengan cita-cita pemberdayaan komunitas-komunitas basis, yang mengandaikan gerak hidup dari jemaat terkecil itu sendiri. Sementara itu, bila kita berbicara mengenai katekese umat, maka umat beriman dalam tingkat paling kecillah yang harus menjadi subyek katekese. Di samping itu, perlu mereka yang lebih ahli untuk meneguhkan dan menyegarkan kemampuan mereka untuk mendampingi jemaat. Di sinilah dituntut orang yang lebih mengenal ajaran iman, dan lebih kreatif mencari model-model katekese.

Kita petlu bertolak dari pandangan bahwa katekese adalah pengambilan bagian dalam tugas mengajar seluruh Gereja. Seluruh Gereja mengambil bagian di dalam tritugas Kritus: sebagai imam, gembala dan nabi. Sebab itu, yang berkatekese bukan hanya para katekis. Semua orang yang sudah dibaptis mengambil bagian dalam tugas ini dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya.
Namun, agar semua orang beriman dapat melaksanakan tugas pewartaan ini dengan benar sesuai semangat Roh Kudus, maka diperlukan orang-orang khusus yang mendampingi mereka. Tugas orang-orang khusus ini adalah untuk mengajar, agar orang yang diajar dapat berkembang dalam iman dan menjadi pewarta menurut kesaksian hidupnya. Orang-orang khusus tersebut adalah para katekis. Sebab itu, seorang katekis sebagai seorang yang secara khusus merasa terpanggil oleh Roh dan mendapat penugasan dari Gereja untuk mengajarkan iman, agar semua orang yang mengenal Kristus bertumbuh dalam iman dan menjadi saksi-Nya yang hidup. Di sini kita perlukan dua hal: panggilan dari Roh Kudus dan penugasan dari Gereja. Kita sebenarnya berbicara tentang kharisma dan jabatan. Menjadi katekis adalah kharisma sekaligus satu jabatan pelayanan di dalam Gereja.

Kekhususan yang dimaksudkan di sini bukan ditentukan oleh waktu dan pendidikan. Yang dimaksudkan adalah profesionalitas artinya orang yang dalam kenyataan melaksanakan tugas mengajar di atas. Juga seorang katekis paruhwaktu dan katekis akademis, dapat berperan sebagai katekis dalam pengertian sempit di atas. Kita dapat menganalogikan peran seperti ini dengan teologi tentang imamat di dalam Gereja katolik, Di sini kita mengenal imamat rajawi (imamat seluruh umat beriman) dan imamat jabatan atau imamat pelayanan (tertahbis). Tugas dan makna imamat jabatan selalu dikaitkan dengan imamat umum seluruh umat beriman: imamat jabatan melayani imamat orang beriman, agar mereka dapat melaksanakan perannya sebagai pengantara dan pengudus. Hal yang sama dapat dikatakan tentang peran katekis dan tugas pewartaan seluruh Gereja.

1.Siapakah Katekis menurut Dokumen Gereja?

Dalam Gereja terdapat perbedaan dalam hal pelayanan tetapi satu tubuh. Dari Kristus “seluruh Tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya” ( Kol 2:19). Tuhan membagi-bagikan karunia-karunia pelayanan dalam tubuhNya (LG 7). Berkat kekuatanNya, kita saling melayani dengan karunia-karunia yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita demi untuk membentuk tubuh Kristus yang sempurna. Satu daripada karunia pelayanan yang dianugerahkan dan diawali oleh Yesus sendiri ialah katekese. Pelayanan katekese tidak boleh dipisahkan dengan Gereja dan merupakan hati kepada semua pelayanan dalam Gereja. “Catechesi Tradendae” menyatakan bahawa dalam semua pelayanan Gereja, katekese mendapat tempat yang paling utama dan istemewa (CT.13). Katekese mempersiapkan umat Allah untuk hidup dalam komunitas dan mengambil bahagian secara aktif didalam kehidupan dan misi Gereja. Dokumen ini seterusnya menjelaskan bahawa jika katekese dijalankan dengan baik dan sistematik, pelayanan-pelayanan yang lain dalam Gereja tidak akan menghadapi banyak masalah (CT 63).

Adapun beberapa dokumen Gereja yang menjelaskan siapakah katekis dan perannya adalah:
a.Catechesi Tradendae (1977): Katekis adalah umat awam yang telah melalui pembentukan/kursus dan hidup sesuai dengan Injil. Secara ringkasnya, katekis adalah seorang yang telah diutus oleh Gereja, sesuai dengan keperluan setempat, yang tugasnya adalah untuk membawa umat untuk lebih mengenali, mencintai dan mengikuti Yesus.

b.Redemptoris Missio (1990): Menggambarkan katekis sebagai “pelayan, saksi, penginjil dan tulang punggung Komunitas Kristiani, terutama bagi Gereja-Gereja yang masih muda.

c.Guide for catehists (1993): menyatakan bahawa tugas katekis berkait erat dalam tugas-tugas misionaris. Mereka bukan saja komited di dalam mempersiapkan umat untuk menerima sakramen-sakramen (Pembaptisan, Penguatan, pengakuan dan Ekaristi) tetapi juga sebagai saksi, dan melibatkan diri dalam mempertahankan hak-hak asasi manusia, inculturasi dan dialog..

d.General Directory for Catehesis (1997): Katekis adalah sebagai guru, pendidik dan saksi Iman.

2.Tugas seorang Katekis
Tugas seorang katekis antara lain sebagai berikut:

Guru Pendidikan agama (Katekese): Sekolah Minggu, Komuni Pertama, Penguatan, dll
Pendamping/Pemandu Katekese keluarga, pembentukan iman untuk kaum muda dan dewasa.
Memimpin doa dalam komunitas (KBG) atau memimpin ibadat sabda) terutama sekali waktu tidak ada pastor Paroki.
Memimpin doa misalnya pada acara pemberkatan dan memberi komuni kepada orang sakit, ibadat untuk orang mati .
 Membantu pengelolaan pastoral Paroki.
Melatih orang lain untuk menjadi katekis di komunitas basis.
Mempromosikan nilai-nilai hidup manusia seperti keadilan, kejujuran, dsb.

3.Pelayanan Seorang Katekis

Menurut General Directory for Catehesis (1997), “katekese merupakan pelayanan Gereja yang fundamental, yang tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan Gereja. Katekese bukanlah suatu karya yang diwujudkan dalam komunitas komunitas berdasarkan alasan pribadi atau semata-mata karena prakarsa pribadi. Pelayanan katekese dilaksanakan atas nama Gereja dengan mengambil bagian dalam perutusannya. Pelayanan kateketik di antara semua pelayanan dan karya Gereja memiliki karakter sendiri yang muncul dari peran khusus kegiatan kateketik dalam proses evangelisasi. Tugas katekis sebagai pendidik dalam iman, berbeda dari petugas pastoral lainnya (liturgis, karikatif, sosial, dll)”.

Mengingat karya seorang katekis adalah atas nama Gereja dan bukan atas prakarsa pribadi maka pada umumnya para katekis dilantik oleh Uskup sebagai pemegang hak magisterium Gereja. Oleh karena itu diharapkan katekis diterima oleh umat. Sebagai seorang katekis mereka diharapkan :

Telah dibaptis, menerima sakramen Ekaristi atau komuni pertama dan sakramen penguatan
Bersedia untuk melayani dan komited.
Hidup doa dan kehidupan Katolik yang baik.
Iman yang teguh dan mempunyai pengetahuan tentang agama yang diimani.
Bebas dari hukum kanonik
Mempunyai penampilan yang sesuai dengan ajaran Kristus.
Memiliki nama baik, sebagai peribadi maupun keluarga.

B.PANGGILAN KATEKIS

Menjadi katekis/pewarta adalah satu panggilan yang istimewa dan kudus. Seorang katekis/ pewarta adalah perantara untuk menyampaikan firman Tuhan kepada muridnya. Dengan kata lain, dia harus menyampaikan firman Tuhan kepada murid dan membimbing mereka untuk melaksanakan kehendak Tuhan. Sebagai seorang pembimbing apa yang kita ingin capai dalam pelayanan dan dalam pembimbingan kita ialah mengajak katekumen / murid-murid untuk mendalami iman keparcayaan mereka dan menolak segala cara hidup yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan. Kita memenuhi panggilan kita dengan mengikuti jejak Guru kita Kristus Yesus “saksi yang setia” yang telah mewahyukan diri-Nya kepada kita melalui kehidupan dan ajaranNya.

Katekis sebagai umat awam. Istilah awam ialah semua orang beriman kristiani, kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kritus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat kristiani dalam Gereja dan di dunia. ( bdk. LG & AA).

Ciri khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kepada kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada ditengah kenyataan hidup berkeluarga dan sosial. Disitulah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cintakasih terutama dengan kesaksian hidup mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan sang Pencipta dan Penebus. Dalam perkataan lain, katekis awam memiliki kepekaan khusus untuk mengejawantahkan Injil dalam kehidupan kongkret umat.

Katekis sebagai seorang Katolik, anggota Tubuh Kristus. Melalui pembaptisan, kita dipersatukan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya “kerana dalam Roh kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh” (I Kor 12:13). Dan melalui pemecahan Roti Ekaristi, kita secara nyata ikut serta dalam Tubuh Kristus; maka kita diangkat untuk bersatu dengan Dia dan bersatu antara kita “kerana roti adalah satu, maka kita yang banyak ini merupakan satu tubuh; sebab kita semua mendapat bahagian dalam roti yang satu itu” (I Kor 10:17). Demikianlah kita semua dijadikan anggota Tubuh Kristus (LG. 7).

Melalui pembaptisan ada kebersamaan sejati dalam martabat/identitas kita sebagai anak-anak Allah dan mengambil bahagian dalam misi Kristus sebagai raja, nabi dan imam. Kesatuan tubuh tidak menghapuskan perbedaan antara anggota-anggota. Dalam pembentukan Tubuh Kristus ada perbedaan anggota dan tugas. Satu Roh yang membagi-bagikan anugerahnya yang bermacam ragam, sesuai dengan kebutuhan pelayanan demi kepentingan Gereja. Justru itu, kepelbagaian pelayanan tidak menghapuskan kesatuan tubuh, sebaliknya mengatasi segala pemisahan antara manusia kerana kita semua dibaptis dalam Kristus. Kita dipanggil untuk kesatuan walaupun dengan perbedaan kita kerana kita adalah anggota-anggota dari tubuh Kristus yang satu.

1.Katekis sebagai saksi Kristus / rasul
Kesaksian hidup sebagai seorang kristiani adalah lebih penting dan berkesan daripada sekedar memiliki pengetahuan yang luas tentang firman dan segala cara-cara penyampaiannya. Dalam arti kata lain perilaku kehidupan kita membuat orang lain hidup. Corak dan cara hidup kristiani kita merupakan satu katekese yang hidup dan nyata. Kita tidak dapat memberikan kepada orang lain apa yang tidak kita miliki. Maka dengan itu untuk membawa Kristus kepada orang lain, perlu pertama-tama kita harus memperlihatkan Kristus Yesus dalam kehidupan kita. Sesungguhnya pengetahuan dan kasih kita pada Yesus bukan hanya pada tahap teori saja tetapi Dia (Yesus Kristus) dapat dilihat oleh orang lain melalui kehidupan kita.

2.Meneladani Semangat Diakon

Para katekis dipanggil untuk melaksanakan sebahagian tugas dari Diakon tahbisan. Maka dengan ini seharusnya katekis juga memiliki sebahagian semangat pelayanan pada diakon. Dalam Konsitutisi dogmatik “Lumen Gentium, no 29” mengenai Gereja menegaskan bahawa para Diakon ini ditabis untuk melayani. Mereka diberi tugas untuk pelayanan liturgi, pelayanan Sabda dan Cinta Kasih. Pelayanan ini dilaksanakan bersama dengan Uskup dan para imam. Diakon adalah pelayan Yesus Kristus dan sesamanya. Ia harus hidup selaras dengan kehendak Allah, melayani Allah dan sesamanya dengan penuh kasih dan kegembiraan. Segala bentuk ketidaksucian dan ketamakan hendaklah dihindari. Manusia tidak boleh mengabdi dua tuan. Seperti para Rasul dan orang-orang kudus, diakon hendaklah mengutamakan segala karya amal kasih, menjadi orang yang dikenal sebagai orang baik, penuh kebijaksanaan dan Roh Kudus. Tunjukkan di hadapan Allah dan sesama manusia bahwa sebagai Diakon sungguh menjadi pelayan Yesus Kristus yang sejati, sungguh menjadi orang beriman, jauh dari hal-hal yang menjadi sandungan bagi orang beriman. Diakon tidak hanya menjadi pendengar sabda tetapi juga mewartakannya. Misteri iman hendaklah tetap dijaga dengan baik. Apa yang diwartakan dan diajarkan melalui mulut, hendaklah juga dilaksanakan dalam perbuatan.

3.Pewarta Sabda

Dalam dokumen dogmatis tentang wahyu Ilahi “Dei Verbum” menegaskan bahwa katekis yang secara sah menunaikan pelayanan sabda, perlu berpegang teguh pada Alkitab dengan membaca dan merenunginya. Maksudnya jangan sampai ada seorang pun di antara mereka yang menjadi pewarta sabda, tetapi tidak mendengar dan menghidupi apa yang diwartakannya. Dalam mewartakan Sabda kepada orang lain, katekis bukan saja mewartakan Sabda Allah tetapi juga menampilkan Wajah dan Kasih Allah melalui perkataan dan perbuatannya. Karena “iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yak 2:26).

4.Guru, Pendidik dan Saksi Iman

Sebagai guru, katekis bukan saja seorang yang menyampaikan pengetahuan tetapi juga berjalan bersama dengan mereka yang dibimbingnya menuju ke arah kematangan iman. Pelayanan seorang katekis bukan hanya bergantung kepada pengetahuan atau kebijaksanaan tetapi melalui kesaksian hidupnya yang menjadi contoh kepada orang lain. Yang kita wartakan dalam pelayanan kita adalah Kristus. Maka dengan itu, sebelum kita mewartakanNya kepada orang lain, kita perlu mengenaliNya dahulu, mewujudkan hubungan yang erat dengan Yesus Kristus. Dengan demikian kita tidak terjerumus dalam perilaku politis, mewartakan, mempopulerkan, membesar-besarkan diri untuk kepentingan diri sendiri dengan menggunakan mimbar gereja.

C.SPIRITUALITAS SEORANG KATEKIS
Spiritualitas seorang katekis bersumber pada katekis ulung dan sejati kita yakni Yesus Kristus. Dialah Guru sejati, sang gembala agung yang mengajar dengan sempurna baik perkataan dan perbuatan kepada umat-Nya.

1. Kesetiaan terhadap Sabda Allah
Kristus menyerahkan diri kepada para rasul (Gereja) misi untuk mewartakan Kabar Baik kepada semua bangsa. Pewartaan kabar baik kepada semua bangsa dengan menyalurkan iman, menyingkapkan, dan mengalami panggilan kristiani. Supaya pelayanan Sabda sungguh kena sasaran, katekis hendaknya menyadari konteks kehidupan umat dan kesaksian hidupnya. Hendaklah katekis memperhatikan pewartaan eksplisit misteri Kristus kepada umat beriman, kepada mereka yang tidak percaya dan bukan Kristiani. Kesadaran mutlak perlunya bertumpu pada Sabda Allah dan tetap setia terhadap Sabda Allah, tradisi Gereja, untuk menjadi murid-murid Kristus yang sejati dan mengenal kebenaran (bdk. Yoh. 8:31-32).

2.Sabda dan kehidupan
Kesadaran akan misinya sendiri untuk mewartakan Injil selalu harus diungkapkan secara konkret dalam hidup berpastoral bagi seorang katekis. Pelbagai situasi kehidupan berparoki sebagai tempat pelayanan dilaksanakan akan hidup dalam terang Sabda Allah. Para katekis/guru agama hendaknya senantiasa hidup dalam Sabda Allah. Semangat hidup itu didorong oleh Rasul Paulus yang berseru: “Celakalah aku, kalau tidak mewartakan Injil” (I Kor. 9:16), para katekis hendaknya tahu bagaimana memanfaatkan seluruh sarana dan media komunikasi untuk mewartakan Sabda Allah. Pewartaan Sabda Allah begitu mendesak karena masih begitu banyak orang belum mengenal Kristus. Hal itu mencerminkan seruan Paulus: “Bagaimana mereka dapat percaya akan Dia (Yesus Kristus Tuhan), jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?” (Rom. 10:4).

3.Sabda dan Katekese
Katekese memainkan peranan penting sekali dalam misi pewartaaan Injil, upaya yang utama untuk mengajarkan dan mengembangkan iman (bdk. Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik; “Catechesi Tradendae” tgl. 16 Oktober 1979, AAS, 71, 1979). Para katekis termasuk di dalamnya Imam (katekis) rekan kerja Uskup hendaknya mengkoordinasi dan membimbing kegiatan katekese jemaat yang dipercayakan kepadanya. Sebagai guru dan pembina iman, Imam dan katekis/guru agama hendaknya menjamin agar katekismus, khususnya berkenan dengan sakramen-sakramen, merupakan bagian utama pendidikan Kristiani di kekuarga dan pelajaran agama.

Penutup

Menyadari akan kepentingan katekese terutama dalam membentuk komunitas yang berpusatkan pada Kristus, yang bersekutu dan penyayang, diharapkan agar setiap kita yang terlibat dalam pelayanan katekese hendaknya menghargai panggilan yang luhur dan kudus ini. Sebagai katekis kita dipanggil untuk menjadi guru, pendidik dan saksi Iman, yang mana pertama sekali bermula dengan kehidupan kita, melalui kesatuan kita dengan Kristus, kesatuan antara kita sebagai katekis dan seterusnya kesatuan kita dengan anggota-anggota tubuh yang lain.

Dalam tubuh Kristus, setiap kita mempunyai karunia untuk disinergikan dan setiap kita memerlukan karunia yang lain untuk membina tubuh dan memenuhi misinya. Pelayanan katekese tidak diwujud dengan sendirinya dan bukan hanya untuk ahlinya. Sebaliknya ia wujud untuk mewartakan Khabar Gembira, untuk membina Gereja dan untuk melayani dalam Kerajaan Allah dengan menyebarkan kepada dunia dengan nilai-nilai Injil yang pada akhirnya bersatu dengan Kristus sebagai kepala.

Gereja lokal akan kokoh kuat jika iman umat beriman juga kuat. Iman akan kuat jika ada katekese, pengajaran/pembinaan iman jemaat secara berkesinambungan dan berjenjang (mistagogi). Meskipun demikian tugas ini kadang tidak dijalankan karena berbagai alasan. Pada hal inilah tugas utama Gereja: mewartakan Injil kabar gembira kepada semua bangsa, dan pelaku penting dalam tugas pewartaan ini antara lain para katekis yang memang telah terbukti sepanjang sejarah, bersama para misionaris mewartakan Injil kepada dunia, meski tantangan selalu menghadangnya.
—————
Daftar Pustaka:
Dokumen Konsili Vatikan II, Dokpen KWI, Jakarta, 1995
Kongregasi untuk Imam, Petunjuk Umum Katekese, Komkat KWI (Penterj), Dokpen KWI, Jakarta, 2000
Kongregasi Evangelisasi Bangsa-bangsa, Pedoman untuk Katekis, Kanisius, Yogyakarta, 1993
Kotan, Daniel Boli (editor), Identitas Katekis di Tengah Arus Perubahan Jaman, Komkat KWI, Jakarta, 2005
Paus Yohanes Paulus II, Catechesi Tradendae, Dokpen KWI, Jakarta, 1992

One thought on “Identitas, Panggilan dan Spiritualitas Katekis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *