Bacaan: Yun. 3: 1-5.10; 1Kor. 7: 29-31a; Mrk 1: 14-20.
Yunus dalam bacaan pertama, merumuskan pewartaannya dalam bentuk ancaman, bahwa Allah akan merusak kota mereka bila orang-orang Ninive itu tidak bertobat. Dan ancaman itu dengan batas waktu tertentu yakni empat puluh hari. Dari pewartaan Yunus itu, orang-orang Ninive percaya kepada Allah dan berbalik kepada Allah, dengan menjalani pertobatan, dengan berpuasa dan mengenakan kain perkabungan tanda penyesalan yang sungguh dan tulus. Orang-orang Ninive itu bertobat dan mengikuti Allah, mereka percaya kepada Allah dan berbalik kepada Allah yang menyelamatkan, Allah yang berbelas kasih, Allah yang mengampuni. Namun ternyata Yunus tidak puas dengan Allah yang berbelaskasih kepada umat Ninive. Yunus menilai Allah terlalu mudah mengampuni.
Beda dengan Yunus, Yesus tampil dengan gaya pewartaan-Nya yang simpatik, tanpa ancaman bahwa “waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”.Bahwa Kerajaan Allah itu sudah dekat bahkan sudah dan sedang datang. Kerajaan Allah itu adalah pribadi Yesus sendiri sebagai “waktu yang telah genap”, karena itu orang diminta untuk bertobat dan percaya kepada Injil.
Baik Yunus maupun Yesus menunjukkan betapa pewartaan mereka sama urgensinya, sama pentingnya dan sama relevansinya. Intinya adalah Allah mewartakan keselamatan. Untuk bisa menerima warta keselamatan itu, orang harus bertobat di hadapan Allah. Orang-orang Ninive bertobat dan selamat, dan para Rasul menanggapi warta itu meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus’
Kisah Injil hari ini Yesus memanggil murid-murid-Nya dan mereka tanpa ragu-ragu langsung mengikuti panggilan Yesus. Tanpa percakapan tanya jawab dan diskusi mereka meninggalkan segalanya yakni keluarga, pekerjaan, perahu bersama orang-orang upahan lalu mengikuti Yesus. Mereka itu adalah orang-orang sederhana tapi hidupnya sudah dibangun oleh perjuangan dan tantangan. Mereka adalah orang-orang yang menyatakan “ya” kepada Tuhan, tanpa “tetapi” atau “jikalau”, tanpa keberatan dan argumen atau alasan. Mereka sadar, iklas dan siap untuk mengikuti panggilan Yesus itu. Mereka belajar menjadi Rasul dengan menjalani kehendak Bapa-Nya, belajar untuk memberi diri, belajar memiliki hati bagi orang lain, belajar untuk mengutamakan kehendak Tuhan, belajar untuk setia sampai akhir dalam menjalankan tugas perutusan sebagai murid yang belajar untuk menjadi hamba dari segala hamba yang melayani, belajar untuk meninggalkan segala yang mengikat untuk ikut Dia, untuk meninggalkan jala, untuk meninggalkan kepentingan-kepentingan diri pribadi yang justru menghalangi untuk ikut Yesus. Belajar untuk ikut Yesus, pikul salib yang Dia pasang pada bahu mereka dan belajar untuk bertobat dan terus bertobat.
Inilah arti sesungguhnya pertobatan sejati yaitu bertobat sambil terus mengikuti Yesus. Dan sebagai murid-murid Yesus yang berkualitas, Yesus juga memanggil kita melalui tugas, panggilan dan pengabdian/pelayanan kita di mana saja dan sebagai apa saja untuk mengikuti Dia dengan setia, dengan pengorbanan yang tulus, dengan pemberian diri yang sungguh dan dengan kepedulian yang ikhlas yang mendatangkan rahmat dan berkat, yang dapat mempertobatkan kita dan orang lain sambil terus ikut Yesus dengan setia, walau tidak mudah jalan yang ditempuh ini. Dan ketika orang lain boleh bertobat dan mengalami kebaikan, kemurahan dan belaskasih Alah, ketika orang lain pun memperoleh keselamatan dan kebahagiaan, dan mereka telah menjadi “orang baik” kita pun patut bersyukur; dan bukan seperti Yunus yang marah-marah kepada Tuhan karena Tuhan begitu besar belaskasih dan mengampuni. Maka sebagai murid yang dipanggil kepada keselamatan, kiranya kita pun mengikuti ajakan Yesus: “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”, “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.***
Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr; Sekeretaris Komkat KWI