Renungan Hari Minggu Biasa XXIII : “Syarat  Menjadi Murid Yesus”

Bacaan: Keb 9:13-18; Flm 9:10. 12-17; Luk 14: 25-33.

 Terkesan syarat-syarat itu keras dan Yesus menghendaki kebencian. Namun apa yang hendak disampaikan Yesus dari syarat-syarat itu ialah bahwa setiap orang yang ingin menjadi murid-Nya haruslah mencintai-Nya dengan sepenuh hati. Cinta kepada-Nya harus lebih besar dari pada cinta kepada keluarga dan juga kepada diri sendiri. Itulah syarat yang diminta oleh Yesus kepada banyak orang yang berduyun-duyun mengikuti-Nya dalam perjalanan-Nya. Dibutuhkan kesadaran bahwa yang kita ikuti itu ialah Tuhan bukan diri kita sendiri dan bahwa dalam mengikuti-Nya membutuhkan keteguhan hati. Mengedepankan Yesus berarti menjadikan Tuhan sebagai arah dan tujuan dari tindakan kita setiap saat. Apa yang menjadi patokannya agar kita benar dalam mengedepankan Dia? Yesus tidak menjanjikan fasilitas bagi orang-orang yang mendengarkan pernyataan-Nya itu. Yesus tidak berkata seperti para pemimpin organisasi dunia yang menjanjikan fasilitas-fasilitas yang nantinya akan dinikmati setelah terpilih menjadi pemimpin, walaupun dalam kenyataannya, janji tinggal janji. Yesus memberikan syarat-syarat mendasar bagi setiap pengikut-Nya. Syarat-syarat tersebut harus dipenuhi apabila ingin menjadi murid yang dikehendaki-Nya.

Tiga syarat supaya menjadi muridNya yang baik, karena di luar ketiga syarat ini maka mereka tidak bisa menjadi muridNya: Pertama, Keberanian untuk lepas dari ikatan kekeluargaan. Ia berkata, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:26). Tentu saja Yesus tidak bermaksud menghapus perintah Allah yang ke-4 yakni hormatilah ayah dan ibumu, tetapi di sini Yesus menekankan pentingnya seorang murid memiliki komitmen untuk mengikutinya dengan sepenuh hati bukan setengah hati. Pengikut yang sepenuh hati itu tidak akan memperhatikan ikatan manusiawi seperti kekerabatan sampai pada tingkat yang lebih tinggi yakni kehilangan nyawa demi Yesus Kristus. Jadi relasi kekerabatan itu tetap ada tetapi janganlah itu menjadi utama sehingga menghalangi relasi ilahi dengan Tuhan dan KerajaanNya.

Kedua, Keberanian untuk serupa dengan Yesus tersalib. Ia berkata, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:27). Perkataan ini sudah diungkapkan Yesus sebelumnya: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku.” (Luk 9:23).

Ketiga, Keberanian untuk memiliki sikap lepas bebas terhadap harta duniawi. Ia berkata, “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:33). Untuk menjadi muridNya, Yesus menghendaki supaya orang memiliki sikap lepas bebas terhadap harta yang fana di dunia. Yesus sudah mengetahui titik kelemahan para muridNya karena di mana hartanya berada, hati mereka juga ada di sana (Mat 6:21). Ketiga syarat untuk menjadi murid Yesus ini masih aktual hingga saat ini. Hidup sebagai pengikut Kristus berarti apa yang dihayati dan dikehendaki Yesus haruslah kita ikuti dengan sepenuh hati. Inilah makna terdalam mengikuti Yesus secara radikal.

Tuhan, bantulah kami untuk bisa mengutamakan Engkau di dalam hidup, rela memikul salib dan memiliki sikap lepas bebas dari harta yang bisa membelenggu kehidupan kami sehingga tidak bisa berjumpa denganMu. Amin ***

 

 

Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr: Sekretaris Komkat KWI

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *