Renungan Hari Minggu Biasa XXV : “Setia Dalam Perkara Kecil”

Bacaan: Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13 (Luk 16: 10-13).

Melalui perumpamaan ini Yesus hendak mengingatkan bahwa uang dan kekayaan adalah sesuatu yang sementara, tidak kekal.  Hal itu tersirat dari pernyataan-Nya,  “…jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi,”  (ayat 9).  Banyak ayat yang mendukung hal itu:  kekayaan itu sesuatu yang tidak menentu, kekayaan mudah sekali lenyap.  Apa yang ada pada kita adalah sesuatu yang dipercayakan Tuhan, yang suatu waktu kelak harus kita pertanggungjawabkan di hadapan-Nya.

Tuhan telah memercayakan kepada kita segala sesuatu:  talenta, uang, kekayaan, dan sebagainya.  Semua berkat yang Tuhan percayakan kepada kita itu bukan bertujuan untuk dinikmati sendiri, tapi harus dikembangkan dan dipergunakan untuk kemuliaan nama Tuhan dan disalurkan untuk memberkati sesama  (diberkati untuk memberkati).  Jika kita menyalahgunakan berkat yang Tuhan percayakan kita dapat digolongkan sebagai bendahara yang tidak jujur.  Jelas sekali bahwa uang dan kekayaan dapat memengaruhi pola pikir dan juga jalan hidup seseorang.  Dengan kata lain uang dan kekayaan memiliki kekuatan untuk menjerat dan memikat hati seseorang, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”  (Matius 6:21), bahkan dapat memerbudak hidup seseorang.  “Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”  (1 Timotius 6:10b).  Uang dan kekayaan juga dapat mengubah sikap hati seseorang, dari rendah hati menjadi sombong, sehingga memandang rendah orang lain.

Layaknya bendahara tadi yang diberi kepercayaan untuk mengurus harta kepemilikan tuannya, demikian juga dengan kita. Bahwa Tuhan mempercayakan anugerah dan berkat-Nya bagi kita. Apakah itu hidup kita, anak, keluarga, harta bahkan Firman-Nya juga dipercayakan bagi kita untuk kita jaga dalam kehidupan kita ini. Bagaimana kita memegang kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita suatu saat akan dipertanyakan oleh Tuhan “berilah pertanggunggan jawab atas urusanmu?” sebab akan tiba saat dimana kita akan berdiri di hadapan penghakiman Tuhan mempertanggungjawabkan atas apapun yang kita perbuat selama hidup.

Ada tiga pelajaran yang disampaikan kepada kita yang menjadi perenungan bagi kita supaya kita menjadi bijak dalam status kita sebagai orang percaya.

Pertama, Peka terhadap situasi (Ayat 3) “ Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apa yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara.” Setelah tuannya memecat bendahara yang tidak jujur itu, ia peka terhadap situasi/keadaan dan langsung memikirkan apa yang harus dilakukan. Ia menyadari bahwa dengan hilangnya jabatannya sebagi bendahara akan berdampak terhadap kehidupannya, bisa jadi membuat ia menjadi melarat, kelaparan, jatuh miskin, kehilangan harga diri, dsb. Pemecatan dirinya tidak dipandang dengan remeh tetapi dipandang sebagai sesuatu yang penting dan serius untuk dicari solusinya.

Dalam hal ini Yesus mau menegaskan kepada para murid dan juga kepada kita, supaya kita menyadari tentang Kerajaan sorga, bahwa kalau kita orang Kristen tentulah penting bagi kita. Sehingga kita harus peka dengan masalah-masalah, perbuatan-perbuatan  yang dapat membuat hubungan kita dengan Tuhan menjadi terganggu.

Kedua, harus kreatif (ayat 4-7) ,”Aku tau apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara dan ada orang yang menampung aku di rumah mereka ….Sebelum dipecat, bendahara yang tidak jujur itu melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menyelamatkan hidupnya dikemudian hari, dimana dia mengurangi semua hutang terhadap orang-orang yang berhutang terhadap tuannya dengan harapan supaya mendapat belas kasihan dari mereka nantinya. Karena begitu pentingnya urusan duniawi bagi bendahara yang tidak jujur tersebut sehingga dia melakukan berbagai cara walaupun cara tersebut tidak baik tetapi dapat memberi jalan keluar bagi masalahnya.

Kembali kita akan bertanya kepada diri kita sendiri apa yang kita kerjakan dengan keselamatan yang Tuhan berikan bagi kita? Apa yang kita lakukan supaya kita tetap memiliki persekutuan yang akrab dengan Tuhan?

Ketiga, memiliki totalitas terhadap jati dirinya (ayat 3-7). Bendahara yang tidak jujur itu memiliki totalitas terhadap jati dirinya sebagai bendahara, dimana ia sangat fokus akan kebutuhan duniawi. Sehingga membuat ia begitu tanggap/peka, berusaha, berjuang untuk menyelamatkan keterpurukan materi ataupun kebutuhan hidupnya jika tidak menjabat sebagai bendahara lagi. Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang duniawi memiliki totalitas dengan kehidupan duniawi, semua cara dilakukan supaya kebutuhan duniawi tetap bisa terpenuhi walaupun hal-hal duniawi terbatas keberadaan dan kegunaannya.

Sebagai orang percaya yang memiliki jaminan keselamatan seharusnya kita memiliki totalitas terhadap jati diri kita sebagai murid Kristus. Yang setia dalam perkara-perkara kecil, ia akan setia dalam perkara-perkaara besar. ***

Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr: Sekretaris Komkat KWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *