P. DR. Hartono, MSF: Keluarga dan Problematikanya serta Pendapingannya

hartono, msf.jpg

PKKI XI di Makassar (29 Agustus – 2 September 2016) bertemakan “ Iman Keluarga: Pondasi Masyarakat yang terus berubah. Sub“Melalui sarana digital, Gereja mengembangkan pembinaan iman keluarga dalam masyarakat majemuk”. Berkaitan dengan tema utama tentang keluarga ini maka P. DR. Hartono, MSF, sekretaris Komisi Keluarga KWI, hadir sebagai narasumber yang membawakan materi bertopik “Keluarga dan Problematiknya – Katekse Keluarga di Era Digital”. Gagasan-gagasan seputar karasulan keluarga diharapkan dapat memperkaya wawasan para katekis dalam berkatekese keluarga. Berikut kami sampaikan intisari dari materi yang disampaikan narasumber tersebut.

Keluarga adalah Ecclesia Domestica (Gereja Rumah Tangga), menjadikan Gereja dalam keluarga. Bagaimana keluarga mengembangkan 4 dimensi tugas Gereja: Liturgia (perayaan iman), Kerygma (pembinaan iman), Koinonia (bersaudara-persaudaraan) dan diakonia (saling melayani) dalam hidup berimannya.

Dalam SAGKI 2015 (Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia) dihasilkan berbagai hal mengenai pentingnya keluarga mengembangkan pembinaan iman: maka perlu didukung dengan gerakan katekese bagi keluarga, strategi pembinaan, pelayanan pastoral keluarga, pengembangan ekonomi rumah tangga, melibatkan secara terintegrasi pelayanan pastoral keluarga dengan kelompok-kelompok penggeraknya, melibatkan komunitas keluarga dengan institusi katolik, dan melibatkan lembaga hidup bhakti.

Problematika Keluarga yang sering dihadapi saat ini adalah soal kerapuhan keluarga-kelaurga modern yang menyebabkan angka perceraian begitu tinggi. Dewasa ini karena situasi yang terjadi, sering perlunya pendampingan bagi keluarga yang ditinggal atau bercerai. Ada banyak pernikahan campur, begitu juga ada banyak persoalan lain yang kadang lebih berat, dari narkoba, masalah budaya hingga kekerasan dalam rumah tangga. Ada 3 pilar utama dalam perkawinan: komitment, intimasi dan passion (pengurbanan).

Untuk menanggulangi berbagai problematika keluraga tersebut, P. Hartono mengemukakan solusi pendampingan keluarga berdasarkan seruan Apostolik “Amoris Laetitia” Paus Fransiskus yang disampaikan tgl 19 Maret 2016. Ada beberapa pokok gagasan dari Amoris Laetitia yaitu:

•Tantangan budaya individualisme, membawa keluarga-keluarga sulit dalam membangun budaya saling memberi.Maka bagaimana keluarga mampu mengatasi krisis komitment, dimana nilai kesetiaan dalam segala situasi. Kesetiaan dalam membangun, saling melayani dan komitment untuk saling memberi.
•Tantangan kontemporer mengenai “kesepian” modern, tidak ada waktu untuk saling menemani dan menjaga.
•Pendidikan dalam keluarga: bagaimana pentingnya pendidikan iman dalam keluarga, mendidik anak sedemikan untuk membangun pribadinya. Mengajak semua anggota keluarga menjalani kehidupan Kristiani.
•Dalam keluarga, Gereja memahami setiap keluarga dan individu dengan segala kompleksitas mereka. Gereja perlu bertemu mereka di mana mereka berada. Imam hendaknya menghindari penilaian-penilaian yang tidak mempertimbangkan kompleksitas dari berbagai situasi.

Perlunya pendampingan dan kerasulan bagi keluarga, melibatkan keluarga sebagai agen-agen aktif kerasulan, suatu upaya evangelisasi dan katekese dalam keluarga. Menyertakan dan membawa orangtua menjalankan panggilannya sebagai pendidik iman yang pertama dan utama. Katekese keluarga tidak hanya berhenti pada inisiasi melainkan juga pendampingan yang terus menerus.

Selesai pemaparan materi, peserta PKKI XI mendalami materi secara bersama-sama dengan beberapa kesinpulan bahwa Pentingnya dilakukan tindakan-tindakan pastoral yang sesuai dengan situasi setempat untuk menyelesaikan dan mendampingi para keluarga-keluarga dewasa ini. Dalam Amoris Laetitia, perlunya pastoral keluarga yang beradaptasi dengan situasi setempat. Apa yang bisa dilakukan di satu tempat belum tentu bisa dilakukan di tempat lain. Setiap negara atau daerah bisa mencari solusi yang baik yang sesuai dengan kebudayaan dan peka terhadap tradisi dan kebutuhan setempat.

Dalam keluarga juga tidak dapat lepas dipengaruhi dengan budaya modern dewasa ini, seperti budaya digital. Intinya keluarga hendaknya membawa budaya digital ini untuk semakin intens berkomunikasi, bukan malah menjauhkan dari relasi yang hendak dibangun (intimasi).

foto: Yohanes Indra/Dokpen KWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *