Guru Agama/ Katekis Sebagai Manager dan Pedagog Profesional

Daniel di Palangkaraya.jpg

“A teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways” (James M. Cooper)

A. Pendahuluan
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang di dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sistematis. Proses pembejaran lebih diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut dan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi.

Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran sains tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam proses pembelajaran. Mata pelajaran agama, tidak dapat mengembangkan sikap yang sesuai dengan norma-norma agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar siswa bisa menguasai dan menghafal materi pembelajaran. Tidak heran bila banyak orang berpenapat bahwa pelajaran agama di sekolah-sekolah mengalami kegagalan karena tidak menghasilkan pribadi-pribadi yang sungguh beriman dan bertakwa. Indikatornya adalah antara lain banyak terjadi kekerasan antar-pelajar dan mahasiswa yang merasakan masyarakat. Lebih parah lagi out put dari dunia pendidikan kita banyak menjadi koruptor kelas kakap yang merusak kehidupan bangsa dan negara.
Inilah dampak dari pendidikan di sekolah yang terlalu menjejali otak siswa dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pembelajaran tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan kata lain proses pendidikan kita tidak pernah diarahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.

Tampaknya pelaksanaan pendidikan kita di sekolah belum sesuai dengan harapan tersebut. Banyak komponen yang dapat mempengaruhinya. Dengan tidak mengesampingkan faktor lain, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen “guru”. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai proses dan hasil pendidikan seperti yang diharapkan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru.

Dalam rangka pencapaian hasil dan proses pembelajaran seperti yang diharapkan, maka upaya pertama yang harus dilakukan adalah memposisikan guru sebagai pekerja yang profesional. Sebab banyak orang termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa jabatan guru merupakan jabatan profesional. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang bisa menjadi guru. Si A, si B, atau siapa saja, walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asalkan paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apakah pandangan seperti itu benar?. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat semacam itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tentunya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi mengajar tidak sesederhana itu.

Mengajar tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu dalam poses mengajar terdapat kegiatan membimbing, melatih keterampilan intelektual, keterampilan psikomotorik, dan memotivasi siswa agar memiliki kemampuan inovatif dan kreatif. Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan materi pembelajaran, termasuk di dalamnya memanfaatkan bebagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektifitas pembelajaran.

Dengan demikian, seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, yaitu kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain yang bukan guru.”A teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways” (James M. Cooper, 1990). Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, maka guru harus memiliki kemampuan profesional antara lain dibidang manajerial dan pedagogik pembelajaran. Berikut akan dijelaskan kedua fungsi tersebut dan bagaimana pengembangannya dalam pendidikan termasuk pendidikan agama di sekolah.

B. Fungsi Manajerial dan Fungsi Pedagogik dalam Pembelajaran

Undang-Undang No. 20 thn. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003) menetapkan antara lain tentang standar proses yang mengandung kriteria minimal yang harus dipenuhi agar mutu pembelajaran terpelihara. Standar proses merupakan komponen sistem pembelajaran yang meliputi isi, proses, penilaian, dan standar kompetensi lulusan.
Penerapan standar proses mengandung dua dimensi utama pengelolaan yang berkaitan dengan upaya menjalankan fungsi-fungsi manajemen dan fungsi-fungsi pedagogik. Fungsi manajerial berkaitan dengan perencanaan atau penyusunan program, pelaksanaan kegiatan, pengawasan dan evaluasi. Fungsi-fungsi pedagogik berkenaan dengan penerapan ilmu pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar. Keseluruhan aktivitas keduanya (guru-siswa) terangkum pada makna kata pembelajaran.
Sistem pendidikan yang ideal menggunakan paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa. Oleh karena itu tugas guru adalah memfasilitasi siswa belajar. Pendidik memberikan kemudahan kepada siswa agar aktif mengembangkan potensi dirinya. Kegiatan pembelajaran berarti membuat siswa belajar dan aktif mengembangkan potensi dan prestasi secara mandiri.
Belajar aktif memiliki arti bahwa siswa belajar tentang bagaimana seharusnya belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam kegiatan pembelajaran terdapat dua ranah penting yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan dalam merancang atau mendesain rencana pembelajaran yaitu fungsi manajemen dan fungsi peadgogik.

1. Fungsi Manajerial pada Pembelajaran
Bagaimana fungsi-fungsi manajemen berproses dalam pengorganisasian kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini lembaga pendidikan atau guru pada khususnya, mengembangkan kegiatan perencanaan, melaksanakan, melakukan kegiatan monitoring atau pengawasan, melaksanakan evaluasi, dan perbaikan mutu (Brocka,1992). Dalam pengelolaan standar, pada tiap fungsi manajemen dapat ditetapkan pula standarnya yang ditunjukan dengan indikator dan kriteria keberhasilannya.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.

Terdapat beberapa hal yang perlu ditanggapi dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah suatu usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses dan hasil belajar. Akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri siswa. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil harus berjalan secara seimbang. Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, membentuk kepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan ketrampilan siswa. Ketiga aspek inilah (sikap, kecerdasan, dan ketrampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan.

2. Fungsi Pedagogik pada Pembelajaran

Ranah ini berkenaan dengan bagaimana sekolah atau pendidik memahami tentang hakekat belajar, bagaimana siswa belajar, bagaimana informasi siswa kuasai. Hal penting lain ranah pedagogis ini sangat erat pula kaitannya dengan mekanisme fisik dan psikologis siswa dalam melakukan aktivitas belajar. Standar pada ranah pedagogis dapat dikembangkan indikator-inditkator yang berkaitan dengan daya serap siswa seperti kriteria ketuntasan minimal, aktivitas siswa belajar, kesungguhan belajar yang ditunjukkan dengan keterfokusan perhatian, suasana belajar yang menyenangkan, menantang, dan memberi ruang gerak pada tumbuhnya inisatif baru atau berkembangnya gagasan baru sebagai penyempurnaan dari model yang sudah ada.
Mempelajari motivasi siswa belajar merupakan bagian penting yang perlu pendidik kuasai dengan baik. Kunci utama yang pendidik pegang adalah bagaimana siswa menyatakan diri mau belajar. Berkaitan dengan itu penyelenggara pendidikan atau guru berusaha agar ‘mau’ (want) itu tumbuh tiap saat dan siswa aktif mengembangkan kemauannya sendiri. Ini merupakan tantangan utama dalam pengembangan kinerja pedagogis. Keterampilan guru dalam pengembangan bidang ini kita sebut dengan kompetensi pedagogis.
Kedua ranah di atas dapat digambarkan pada diagram di bawah ini

Gambar tersebut menunjukkan bahwa antara pengelolaan pembelajaran dan pengembangan pembelajaran dalam konsep pedagogis merupakan wilayah yang berbeda namun dipersatukan dalam proses pembelajaran. Muaranya adalah hasil belajar siswa.
Kompetensi yang perlu dimiliki guru/pendidik dalam mengoptimalkan hasil belajar, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menangani manajemen pembelajaran yang berkaitan dengan fungsi manajemen yaitu perencanaan, penyelenggaraan kegiatan, monitoring, evaluasi dan perbaikan. Sedangkan dalam wilayah pedagogis pendidik perlu mengembangkan kemampuan untuk mamahami siswa belajar dan menentukan strategi mengajar agar proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa belajar. Targetnya adalah agar siswa mempelajari apa yang guru ajarkan dan memperkaya dengan pelajaran yang belum guru ajarkan. Itulah sebabnya prinsip yang paling penting dalam pengembangan pedagogis adalah bagaimana siswa belajar tentang cara belajar.

Pandangan ini sesuai dengan teori pendidikan modern yaitu konstruktivisme, bahwa dalam proses pembelajaran digunakan metode pengajaran yang menekankan aktivitas utama pada siswa (student center). Teori konstruktivisme memandang murid sebagai orang yang menanggapi secara aktif objek-objek dan peristiwa-peristiwa dalam lingkungannya, serta memperoleh pemahaman tentang seluk-beluk objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu. Menurut teori ini, siswa adalah subjek utama dalam kegiatan penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan percikan pemikiran (insight) tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar. Dengan itu, ia bisa jadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. (Santrock, 2008)

Pandangan konstruktivisme tentang pendidikan sejalan dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Baginya perlu dihindari pendidikan yang hanya menghasilkan orang yang sekadar menurut dan melakukan perintah. Ki Hadjar Dewantara mengartikan mendidik sebagai “berdaya-upaya dengan sengaja untuk memajukan hidup-tumbuhnya budi-pekerti (rasa-fikiran,roh) dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan…” Menurutnya, jangan ada perintah dan paksaan dalam pendidikan. Pendidik adalah orang yang mengajar, memberi teladan dan membiasakan anak didik untuk menjadi manusia mandiri dan berperan dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Jika pun ada ganjaran dan hukuman, maka “ganjaran dan hukuman itu harus datang sendiri sebagai hasil atau buahnya segala pekerjaan dan keadaan.” Menurut teori perkembangan kognitif, Jean Piaget (1954), bahwa anak mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui pengalaman bertemu dengan objek-objek di lingkungan. Menurut Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Teori Piaget juga merupakan salah satu dasar dari konstruktivisme (Santrock, 2008).

Ki Hadjar Dewantara dan konstruktivisme sama-sama memandang pengajar sebagai mitra para siswa untuk menemukan pengetahuan. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Kegiatan mengajar di sini adalah sebuah partisipasi dalam proses belajar. Pengajar ikut aktif bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri.

C. Pilar-pilar Pendidikan
Hasil konferensi tahunan UNESCO di Melbourne Australia tahun 1998 mencanangkan empat pilar pendidikan yang dijadikan fondasi pendidikan pada era informasi dan jaringan global ini. Dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen dan pedagogik dalam pembelajaran, guru perlu memperhatikan empat pilar pendidikan berikut ini.

1.Learning to Know

Pada proses pembelajaran melalui penerapan paradigma ini, peserta didik akan dapat memahami dan menghayati bagaimana suatu pengetahuan dapat diperoleh dari fenomena yang terdapat dalam lingkungannya. Melalui proses pendidikan seperti ini mulai sekolah dasar s/d pendidikan tinggi, diharapkan lahir generasi yang memiliki kepercayaan bahwa manusia sebagai Citra Allah di muka bumi untuk mengelola dan mendayagunakan alam. Untuk mengkondisikan masyarakat belajar yang efektif dewasa ini, diperlukan pemahaman yang jelas tentang “apa” yang perlu diketahui, “bagaimana” mendapatkan Ilmu pengetahuan, “mengapa’ ilmu pengetahuan perlu diketahui, “untuk apa” dan “siapa” yang akan menggunaka ilmu pengetahuan itu. Belajar untuk tahu diarahkan pada peserta didik agar mereka memiliki pengetahuan fleksibel, adaptable, value added dan siap memakai bukan siap pakai.

2. Learning to Do

Proses pembelajaran dengan penekanan agar peserta didik menghayati proses belajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna ‘’Active Learning‘’. Peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan berlatih untuk dapat menguasai dan memiliki standar kompetensi dasar yang dipersyaratkan dalam dirinya. Proses pembelajaran yang dilakukan menggali dan menemukan informasi (information searching and exploring), mengolah dan informasi dan mengambil keputusan (information processing and decision making skill), serta memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill). Menurut Dewey bahwa pembelajaran yang dapat dilakukan dengan: 1). Belajar peserta didik dengan berpikir kreatif, 2). Keterampilan proses, 3). Problem solving approach, 4). Pendekatan inkuiri, 5). Program sekolah yang harus terpadu dengan kehidupan masyarakat, dan 6). Bimbingan sebagai bagian dari mengajar.

Beberapa bentuk Active Learning ; Kegiatan Active learning dilakukan dengan kegiatan mandiri, peserta didik membaca sendiri bahan yang akan dibahas di kelas. Pembahasan (diskusi) di kelas dengan diawali penugasan pembuatan artikel, melakukan problem possing, dan problem solving, Pada kegiatan pembelajaran yang aktif ini diberikan panduan awal (advance organizer) yang mengarahkan pada pembahasan materi pembelajaran, sebelum belajar mandiri dilaksanakan, sehingga memungkinkan peserta didik aktif baik secara intelektual, motorik maupun emosional. Dalam pemberian tugas, peserta didik dituntut mampu merumuskan konsep baru yang di sintesis dari materi yang telah dipelajari.

3. Learning to be

Proses pembelajaran yang memungkinkan lahirnya manusia terdidik dengan sikap mandiri. Kemandirian belajar merupakan kunci terbentuknya rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri untuk berkembang secara mandiri. Sikap percaya diri akan lahir dari pemahaman dan pengenalan diri secara tepat. Belajar mandiri harus didorong melalui penumbuhan motivasi diri.

Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam melatih kemandirian peserta didik, misalnya; pendekatan sinektik, problem solving, keterampilan proses, discovery, inquiry, kooperatif, dan sebagainya. Pendekatan pembelajaran tersebut mengutamakan keterlibatan peserta didik secara efektif. Pendekatan-pendektan pembelajaran ini pada dasarnya suatu proses sosial, peserta didik dibantu dalam melakukan peran sebagai pengamat yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi. Meskipun guru dapat memberikan situasi masalah, namun dalam penerapannya, peserta didik mencari, menanyakan, memeriksa dan berusaha menemukan sendiri hal-hal yang dipelajari. Para peserta didik mulai berpikir berdasarkan kemampuan dan pengalamannya masing-masing secara logis.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajaran keterampilan proses lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan yang berpusat pada pengembangan kreativitas belajar peserta didik. Penerapan strategi pembelajaran keterampilan proses dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan menciptakan kondisi pembelajaran yang bervariasi dalam menumbuhkan motivasi peserta didik untuk belajar lebih dalam, mendorong rasa ingin tahu lebih lanjut dan memotivasi untuk berpikir kreatif.

4. Learning To Live Together

Proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menghayati hubungan antar manusia secara intensif dan terus menerus untuk menghindarkan pertentangan ras/etnis, agama, suku, keyakinan politik, dan kepentingan ekonomi. Peningkatan pendidikan nilai kemanusiaan, moral, dan agama yang melandasi hubungan antar manusia.

Pendekatan pembelajaran tidak semata-mata bersifat hafalan melainkan dengan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan terintegrasikannya nilai-nilai kemanusiaan dalam kepribadian dan perilaku selama proses pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan adalah dengan pendekatan kooperatif-integrated. Pembelajaran mempunyai jangkauan tidak hanya membantu peserta didik belajar isi akademik dan ketrampilan semata, namun juga melatih peserta didik dalam meraih tujuan-tujuan hubungan sosial dan kemanusiaan. Model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas yang bersifat kontekstual, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (reward).

Untuk mewujudkan makna pendidikan dan fondasi pembelajaran tersebut diperlukan proses pembelajaran yang efektif. Keefektifan proses pembelajaran merupakan pencerminan dalam mencapai tujuan pembelajaran tepat yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Keefektifan proses pembelajaran berkenaan dengan jalan, upaya, teknik dan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, tepat dan cepat Sekolah tidak hanya berkewajiban untuk memelihara nilai-nilai masyarakat, namun juga harus memberikan keaktifan kepada peserta didik dan secara kritis dalam menghadapi masalah-masalah sosial, dan harus mengadakan usaha pemecahan masalah.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran antara lain kemampuan guru dalam menggunakan strategi. Penerapan strategi pembelajaran dipengaruhi oleh faktor tujuan, peserta didik, situasi, fasilitas dan pembelajaran itu sendiri. Dengan menerapkan metode yang tepat, proses pembelajaran akan berlangsung lebih efektif sehingga hasil pembelajaran akan lebih baik dan mantap. Salah satu startegi pembelajaran yang memberikan perhatian pengembangan potensi peserta didik adalah strategi keterampilan proses (proses pemecahan masalah).
Upaya mengembangkan disiplin intelektual dan ketrampilan yang dibutuhkan peserta didik untuk membantu memecahkan masalah dalam kehidupannya dengan memberikan pertanyaan dan kasus yang memperoleh jawaban atas dasar rasa ingin tahu. Keterlibatan aktif peserta didik secara mental dalam kegiatan pembelajaran akan membawa dirinya kepada kegiatan belajar yang bermakna. Secara kooperatif akan memperkaya cara berpikir peserta didik dan menolong mereka belajar tentang hakekat timbulnya pengetahuan yang tentatif dan berusaha menghargai penjelasan (Martinis, 2009)

E. Kesimpulan

Berdasarkan pemahaman tentang fungsi-fungsi manajerial dan pedagogik yang telah diuraikan, maka guru agama Katolik/katekis pun dapat melakukan kedua fungsi tersebut dalam rangka meningkat kualitas pembelajaran di kelas.

Sebagai manajer/ pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki empat fungsi umum yaitu:

1.Merencanakan tujuan belajar. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus, menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif.

2.Mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah direncanakan.

3.Memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Fungsi memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.

4.Mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan. Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan pengawasan yang terstruktur, walaupun proses tersebut sangat kompleks.

Sebagai pendidik, atau pedagog, guru tidak dapat memaksa agar siswanya menjadi apa kemudian. Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing, maka guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaan belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.

Daniel Boli Kotan
Staf Komisi Kateketik KWI

Daftar Pustaka

Bruce Brocka. 1992. Quality Management. Implementing the best Ideas of the Masters. Illionis: Richard D. Irwin, Inc
Santrock, W. John. 2008. Psikologi Pendidikan (ed.2). Jakarta: GP.Press
Undang-Undang RI No. 20 Thn. 2003 tentang “Sistem Pendidikan Nasional”.
Yamin Martinis, H dan Maisah. 2009. Manajemen Pembelajaran Kelas. Strategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran. Jakarta: GP.Press.
http://www.unesco.org/en/esd/strategy/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *