Renungan Hari Minggu Biasa XII: Prahara dan Kehadiran-Nya

Jesus meredahkan angin.jpg

Bacaan I : Ayb 38:1.8-11
Bacaan II : 2 Kor 5:14-17
Bacaan Injil : Mrk 4:35-41

Perikope injil hari minggu ini menggambarkan Yesus sebagai yang “lebih besar daripada Yunus” dan sebagai seorang yang di dunia ini bertindak atas nama Allah.
Kapal yang ditumpangi Yunus dilanda angin badai dan hampir ditelan laut, sementara itu Yunus tertidur dalam perut kapal, setelah dibangunkan ia menyelamatkan kapal dengan mengakui kesalahannya kepada Yahwe. Perahu yang ditumpangi Yesus pun dilanda badai hebat dan sudah penuh dengan air dan mau tenggelam. Yesus tidur di buritan. Setelah Ia dibangunkan, Ia menyelamatkan perahu dengan menghardik angin dan laut, kekuatan khaos, sehingga menjadi tenang.

Prahara sering dilihat sebagai gambaran kekuatan jahat. Juga dalam lingkungan masyarakat kita, bencana alam dan kerusakan yang diakibatkannya kerap kali dilihat sebagai kekuatan roh jahat.

Dalam injil hari ini kita mendengar bagaimana Tuhan dapat meneduhkan prahara di tasik. Prahara seperti sudah dikatakan merupakan lambang kekuatan kejahatan. Maka bila Yesus digambarkan sebagai yang menguasai alam, maka yang hendak diwartakan penginjil ialah bahwa Ia memang menang terhadap kekuatan kejahatan itu. Kontras antara prahara yang mengamuk dan Yesus yang tidur nyenyak serta para murid yang kebingungan memberikan sekedar lukisan suasana yang nanti mencapai puncaknya pada sabda Yesus: “Diam, tenanglah”. Akibat dari sabda Yesus itu, angin menjadi reda dan tasik menjadi teduh.

Tetapi mukjizat Yesus ini sekaligus merupakan tantangan bagi iman para murid-Nya. “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Yang dituntut Yesus dari para murid-Nya ialah kepercayaan pada diri-Nya (walaupun Ia tertidur nyenyak) dan bukan kekaguman pada mukjizat-Nya. Sebab kalau begitu Yesus tidak lebih daripada tukang sulap. Para murid harus mengakui dan percaya pada pribadi Yesus yang bisa menyelamatkan mereka. Inti karya mukjizat Yesus bukan pada karya itu sendiri tetapi pada Yesus.

***
Ceritera ini melambangkan situasi gereja dan kita masing-masing. Allah yang tampak dalam diri Yesus itu, bukan seperti Bapa yang terlalu cemas, yang mau melindungi kita terhadap setiap tantangan dan situasi gawat, mau mencegat setiap tantangan sebelum terjadi. Ternyata Allah membiarkan gereja-Nya dilanda kekuatan jahat, ditantang dalam perjuangan hidup.

Pada jaman Paus Andrianus VI memimpin gereja katolik ada seorang seniman yang menggambarkan gereja dengan simbol sebuah perahu yang sedang berlayar. Perahu itu kelihatan berlayar dengan mantap di laut yang tenang. Layar-layar perahu tergulung. Bendera Kepausan berkibar-kibar dihaluan perahu. Pada anjungan perahu kelihatan Paus sedang berdoa dengan khusuk menengadah ke langit dikelilingi oleh para kardinal, uskup, imam-imam dan umat beriman katolik. Umat beragama lain dilukiskan berada diluar perahu, terapung-apung di tengah laut tanpa arah. Ketika lukisan itu ditunjukkan kepada Paus, katanya Paus sangat marah. Dengan gusar ia berkata kepada si seniman: “Lukiskanlah suasana badai, buatlah laut bergelombang, kembangkan layar-layar perahu, suruhlah Paus memegang kemudi dan imam-imam serta orang katolik menyelamatkan sesama saudaranya di laut lepas itu…………”

Paus tidak puas dengan lukisan sang seniman mungkin karena tidak sesuai dengan realitas dan keyakinan iman kita. Sampai saat ini gereja dan setiap kita masih tetap di terpa oleh badai dan kekuatan kejahatan. Gereja akan diguncang sepanjang jaman. Namun kita boleh percaya bahwa Yesus masih tetap hadir di tengah prahara kehidupan kita sehari-hari, walaupun rasanya Ia tertidur lelap. Kita tak perlu membangunkan-Nya, tetapi kita sendiri yang harus bangun untuk menyadari kehadiran dan kuasa-Nya. Kalau tidak kita akan tetap merasa takut…..

Masih ada sejuta prahara dan bencana mengintai kita, tetapi kita musti tetap percaya bahwa Ia selalu beserta kita.

Leshie Weatherhead berceritera tentang seorang wanita petugas kebersihan yang bisa tertidur di antara kain pel dan embernya, di suatu taman di tengah kota London pada malam hari. Ketika ditanyakan bagaimana dia bisa melakukan itu tanpa takut diganggu penjahat, dia menjawab: “Tuhan berkata bahwa Ia akan selalu menjaga milik-Nya. Tidak ada gunanya bagiku untuk berdua ikut berjaga!”

Sumber: Buku Homili Tahun B- Komisi Kateketik KWI oleh Rm. Yosef Lalu, Pr

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *