Renungan Hari Jumat Pekan Biasa XXXIII
Bacaan:
Wahyu 10:8-11
Lukas 19:45-48
Salah satu tindakan Yesus di muka umum yang paling banyak mendapat sorotan adalah kisah dalam Injil hari ini. Yesus melawan otoritas para penjaga bait Allah yang mengizinkan adanya jual-beli dengan semua pengaruh-pengaruhnya, misalnya saja penipuan, manipulasi, penindasan, dan banyak hal lain lagi. Yesus sendiri pada dasarnya mau menegaskan bahwa Rumah Allah adalah rumah doa, tempat di mana orang secara pribadi berjumpa dan bertemu dengan Allah.
Rumah Allah tidak boleh dinajiskan dengan menjadikannya tempat untuk meningkatkan status sosial, keuntungan keuangan atau hiburan. Kapan saja rumah Allah dipakai oleh orang yang berpikiran duniawi, maka rumah Allah kembali menjadi “sarang penyamun”.
Pada masa itu, Bait Allah bukan hanya menjadi pusat ibadah orang Yahudi, tetapi juga pertemuan-pertemuan sosial lainnya, termasuk berdagang bahan-bahan keperluan sehari-hari juga bahan-bahan keperluan ibadah. Persoalannya bukan sekadar masalah jual beli saja, melainkan segala bentuk pemerasan dan tipu daya yang semata-mata untuk menguntungkan para pedagang yang berkolusi dengan para imam ada di sana. Bentuk jual beli, bisa dikatakan, menghilangkan sisi kekudusan Allah. Kekudusan Allah dan kenajisan, berada dalam dua kutub yang berbeda, sehingga tidak pernah bisa disatukan. Jangankan disatukan, didekatkan saja adalah hal yang tidak memungkinkan.
Yesus datang dan mengusir orang-orang yang berjualan di pelataran Bait Allah. Yesus mau melawan kenyataan bahwa yang jahat bisa menguasai tempat kudus Allah. Yesus juga sebenarnya ingin mendobrak kenyamanan kebanyakan orang yang berjualan di bait Allah dan mereka yang melihatnya, tahu itu salah, tetapi diam membiarkan semua itu terjadi. Yesus berdiri bersama mereka yang berada di pihak yang lemah untuk menuntut adanya perbaikan, dan hal yang pertama adalah hal yang tampak atau hal yang terjadi di depan mata, seperti transaksi jual beli di Bait Allah.
Dalam kenyataan hidup kita sehari-hari, sering kita jumpai adanya orang-orang yang menggunakan nama yang Kudus, atau menggunakan nama Yesus untuk mencari keuntungan Pribadi. Mereka menggunakan banyak cara, dari yang tidak malu-malu menggunakan asset Gereja, sampai yang sangat halus dan tersembunyi mengambil atau menggunakan nama Gereja untuk mencari keuntungan pribadi. Hal ini tentu harus dibedakan dengan bentuk pencarian dana beberapa komunitas gereja di depan gereja setelah misa minggu selesai. Aktivitas jual-beli baru terjadi setelah misa, dan itu pun dengan intensi-intensi yang kembali lagi ditujukan kepada Allah.
Lebih dari ini semua, Yesus mengajak kita untuk mendahulukan nama Allah di atas segala hal. Apa yang kita buat untuk Allah, memang harus kita buat untuk Allah. Intensinya memang harus diarahkan pada koridor Allah, bukan kembali pada kepentingan diri sendiri. Karena saat kita mencari kerajaan Allah dan mempersembahkan diri kita dalam aktivitas pelayanan yang tulus kepada Allah, kita sebenarnya sudah memperoleh dua kali lipat. Jangan sekali kali kita gunakan hal yang berkaitan dengan Gereja atau nama Yesus untuk mencari keuntungan pribadi.
Mari untuk selalu menempatkan Allah di atas segalanya dan tidak menodai nama Allah dengan perbuatan yang tidak terpuji dengan mengatasnamakan nama Allah.
(Ignasius Lede)