Bacaan: Kis. 7:55-60; Why. 22:12-14, 16, 17-20; Yoh. 17:20-26
Bersatu dalam perbedaan memang sangat susah, Tapi bila yang berbeda itu bisa bersatu maka akan menjadi indah. Dengan ungkapan ini, kita harusnya bisa menyadari bahwa di setiap perbedaan pasti ada keinginan yang baik dan positif. Mencari, menemukan serta mempersatukan semuanya itu memang dibutuhkan perjuangan dan mungkin saja pengorbanan. Tapi bila sudah menemukan maka akan sangat “memuaskan”. Kita juga dengan segala kelebihan dan kekurangan kita adalah “sesuatu yang sangat berharga bagi Tuhan”
Ada hal yang sangat perlu dihindari baik yang ditekankan oleh Paulus maupun Yesus yaitu “penyakit ke-aku-an” atau egoisme. Penyakit ini yang tidak diinginkan hadir dalam kehidupan kita. Bersatu karena Tuhan Yesus sudah terlebih dahulu berdoa bagi kita supaya kita “bersatu”.
Rasa curiga satu sama lain, kerap mewarnai perjalanan sejarah dunia akhir-akhir ini. Kalau ini dibiarkan, tidak mustahil bahwa dunia dan manusia yang hidup di dalamnya semakin terasing satu sama lain. Kecemasan terbesar kita ialah, bahwa orang lain bukan lagi dianggap sebagai saudara tetapi saingan yang harus “dilenyapkan”. Siapakah yang harus bertanggung jawab akan hal ini? Tentu kita semua. Sebagai orang Kristen, kita harus bekerja sama mengatasi krisis kasih dan kesatuan ini. Kita tidak usah berpikir muluk dan terlalu jauh. Cara sederhana namun penting ialah kita memupuk kesatuan dan kasih itu dalam keluarga, lingkungan, gereja. Kemudian secara perlahan namun pasti, ke masyarakat.
Para Rasul akan pergi bersaksi dalam kesetiaan mereka terhadap firman dan Yesus. Akan banyak orang yang menjadi percaya, yang merupakan hasil penginjilan. Pemimpin umat akan terus berganti dan pemberitaan firman akan terus dikobarkan. Bukan hanya dari Israel hingga Roma, tetapi sampai ke ujung dunia. Yesus berdoa agar individu hasil pemberitaan Injil ini memahami makna menjadi satu (20-21). Menjadi satu karena Allah dan Yesus adalah satu. Itu berarti mempraktikkan kasih yang terjadi antara Allah dan Anak, yaitu kasih yang sama yang diberikan kepada semua orang yang percaya. Menjadi satu berarti tidak tercerai berai oleh karena adanya perbedaan budaya, bahasa, tempat, dan lain-lain. Itu berarti berkeinginan menjaga kesatuan meski ada perbedaan. Dengan adanya kasih maka kesatuan dikedepankan, sementara pertikaian dan
pertumpahan darah ditinggalkan jauh di belakang.
Mengapa kesatuan orang percaya menjadi kerinduan Yesus dalam doanya? Karena Yesus ingin agar para murid hasil pemberitaan Injil menjadi saksi bagi dunia, agar dunia tahu bahwa Allah Bapa telah mengutus Yesus dan Yesus mengasihi semua orang yang percaya kepada-Nya. Kasih ini bersumber dari Bapa, maka semua milik Allah harus memahami dalamnya makna kasih Allah. Karena kasih-Nya, Ia telah mengurbankan Anak-Nya untuk menjadi tebusan bagi semua manusia berdosa. Maka menjadi satu hanya dapat terjadi jika orang percaya memiliki dan mempraktikkan kasih Allah di antara satu dengan yang lain. Orang percaya saat ini tersebar di berbagai belahan bumi, yang berbeda budaya, bahasa, dan lain-lain. Bagaimana kita dapat bersatu sementara ada begitu banyak perbedaan yang bisa saja menghalangi kita untuk mengasihi sesama saudara seiman? Maka yang terpenting adalah mengedepankan kasih Yesus yang sudah kita alami. Marilah kita pancarkan kasih itu melalui kesatuan kita sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus, agar melaluinya dunia dapat melihat kasih dan kemuliaan-Nya. “Di mana Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku”.!**
Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr: Sekretaris Komkat KWI