Renungan Hari Rabu Abu : “Tidak Munafik”

Bacaan: Yl.2:12-18; 2Kor.5:20-6:2; Mat. 6:1-6, 16-18.

Hari ini adalah permulaan masa puasa atau masa Prapaskah. Gereja mengajak kita untuk menghayati persiapan Paskah dengan laku tobat selama 40 hari. Bangsa Israel waktu itu menunjukkan laku tobat dengan menaburkan debu diatas kepala mereka, memakai pakaian kabung, berpuasa, dan memperbanyak kegiatan berdoa. Inilah saat perdamaian antara umat dengan Allah. Umat berbalik kepada Allah dari dosa-dosa mereka dengan penuh kesadaran bahwa Allah itu pengasih dan penyayang.

Tradisi puasa dan tobat ini cukup ketat diikuti oleh umat Israel. Sebagai orang Yahudi, Yesus tentu saja tahu dan mengikuti juga tradisi puasa dan tobat dengan setia. Meskipun begitu, didalam Injil hari ini, Yesus mengingatkan para murid agar jangan memakai puasa mereka sebagai kesempatan untuk memamerkan kesalehan. Sebaliknya para murid harus tampil bersih agar jangan terlihat kalau mereka sedang berpuasa. Ini berarti, puasa harus disertai dengan kerendahan hati, menjahui kemunafikan. Gereja masih menambahkan lagi kegiatan masa puasa ini dengan karya amal. Tindakan tobat dijalankan bersama dengan tindakan cinta kasih. Seperti ditegaskan Yesus, kita perlu mendasari kedua tindakan saleh ini dengan sikap hati yang tulus, tidak mencari diri/pengakuan, tetapi sungguh berorientasi pada Allah dan sesama.

Melalui proses Retret Agung yang lama dan panjang ini kita ingin mengalami bahwasanya dalam hidup ini, kita tidak hanya bergantung kepada makanan dan minuman. Atau, mungkin kita mau menggeser cara hidup kita – yang cenderung materialistik dan hedonistik – menjadi lebih spiritual, soaial, dan yang lebih mendalam lagi menyadari bahwa keberadaan kita bergantung penuh kepada Allah Yang Mahakuasa. Kita berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu dan kali ini diberi kesempatan untuk “mengecas” diri pada aliran keutamaan Illahi sendiri seperti iman, harapan dan kasih.

Kita seperti orang-orang semasa Yesus diingatkan akan kewajiban agama dalam memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa Tuhan Yesus mengajarkan bahwa menjalankan kewajiban agama janganlah seperti orang munafik, yang berharap agar orang lain melihat dan memujinya. Melakukan kewajiban agama bersifat pribadi dan tersembunyi dari pengamatan orang lain, serta semata-mata untuk Bapa di surga. Bapa tahu memberikan upah kepada orang yang melakukannya.

Masa pra-paskah atau masa puasa mengajak kita untuk terus berbenah, sehingga jalan hidup kita semakin sesuai dengan kehendak Tuhan. Yesus mengajari kita untuk membangun sikap iman yang berbobot, sikap iman yang ada di dalam hati kita secara mendasar, yakni kedekatan relasi kita dengan Allah Bapa di sorga. Kualitas serta intimitas iman kita lebih berharga daripada hanya apa yang nampak di permukaan, karena apabila kita memiliki iman yang mendalam secara tanpa sadar penampilan kitapun juga akan mencerminkan kemendalaman iman kita. Memasuki masa prapaskah dengan merayakan Rabu Abu, sebagaimana daun palma yang dibakar melambangkan kerendahan hati dan abu sebagai lambang sikap berpasrah diri, bersedekah, berpuasa, serta berdoa bukan hanya bentuk nyata dari sikap iman yang pasrah dan rendah hati. Lebih dari itu, bersedekah, berpuasa, dan berdoa adalah langkah konkret kita untuk membangun sikap iman yang baru daripada sikap iman yang sebelumnya. Semoga dengan menerima abu yang dibubuhkan di dahi pada hari Rabu Abu ini, kita semakin menyiapkan hidup dan hati kita untuk menyambut masa prapaskah dengan penuh pasrah serta pertobatan, dan tidak munafik. Tuhan memberkati kita. **

 

By Rm. Fransiskus Emanuel Da Santo, Pr; Sekretaris Komisi Kateketik KWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *