Surat kepada para Pimpinan Konferensi Waligereja tentang Ritus Lembaga Katekis

 

 

Kongregasi untuk Ibadah Ilahi dan Tata Tertib Sakramen-Sakramen

Prot. N.627/21

SURAT
KEPADA PARA PIMPINAN KONFERENSI WALIGEREJA
TENTANG RITUS LEMBAGA KATEKESIS

Yang Mulia Para Uskup Agung/Uskup,

Baru-baru ini, berkenaan dengan lembaga pelayanan, Paus Fransiskus menyapa kita dengan dua Surat Apostolik dalam bentuk “Motu Proprio”. Yang pertama, Spiritus Domini, tertanggal 10 Januari 2021, mengamandemen kanon 230 1 Kitab Hukum Kanonik mengenai peran kaum perempuan dalam lembaga pelayanan Lektor dan Akolit. Yang kedua, Antiquum Ministerium, tertanggal 10 Mei 2021, yang dengannya Paus Fransiskus mendirikan lembaga Pelayanan Katekis.

Kedua surat dari Bapa Suci tersebut mengarahkan refleksi pelayanan kita ke masa depan sekaligus pendalaman refleksi yang sudah dimulai oleh St Paulus VI dengan Surat Apostolik “Motu Proprio data” Ministeria quaedam tertanggal 15 Agustus 1972, yang dengannya Paus membaharui aturan tentang tonsur pertama, ordo minor dan sub-diakonat dalam Gereja Latin.

Penerbitan Ritus Lembaga Katekis memberipeluangyang lebih jauhbagi refleksi teologi pelayanan untuk sampai pada visi yang hidup dari realitas pelayanan yang berbeda-beda, juga pada pemahaman bahwa aturan mengenai tata ibadat/doa akan membentuk tata iman [1].

Untuk dengan cepat menanggapi kebutuhan akan ritus institusi, Edisi Resmi ini, yang merupakan bagian dari Tahta Suci, diterbitkan tanpa Kata Pengantar. Peringatan 50 tahun Ministeria quaedam (1972/2022) akan memberikan kesempatan untuk penerbitan Edisi Resmi Alternatif (Institusi Lektor, Akolit dan Katekis), yang dilengkapi dengan Kata Pengantar.

Edisi Resmi ini secara luas dapat digunakan oleh Konferensi Waligereja yang memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan tentang arti dan peran Katekis, untuk menawarkan program pembinaan yang memadai kepada mereka, dan memberi informasi kepada komunitas-komunitas sehingga mereka memahami karya pelayanan mereka.[2] Penyesuaian ini semestinya mengikuti ketentuan dari Dekrit Umum yang mengimplementasikan Motu Proprio Magnum Principium[3] untuk memperoleh konfirmasi atau pengakuan dari Kongregasi Untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen-Sakramen.

Surat yang menyertai penerbitan Editio typica dari Ritus Lembaga Katekisini bertujuan untuk memberi sumbangan bagi refleksi Konferensi Waligereja, dengan mengusulkan beberapa catatan tentang pelayanan Katekis, tentang persyaratan yang diperlukan, dan tentang perayaan ritus institusi.

I. Pelayanan Katekis

 

  1. Pelayanan Katekis adalah “pelayanan yang tetap yang diberikan kepada Gereja lokal berkaitan dengan kebutuhan pastoral yang ditentukan oleh Ordinaris wilayah, akan tetapi dilaksanakan sebagai karya kaum awam, seperti yang dituntut oleh sifat pelayanan itu sendiri” .[4] Ini luas dan beragam.
  2. Pertama-tama harus ditekankan bahwa ini adalah pelayanan kaum awamyang memiliki dasarnya pada status umum baptisan dan pada imamat rajawi yang diterima dalam Sakramen Baptis dan yang secara hakiki berbeda dari pelayanan kaum tertahbis yang diterima melalui Sakramen Tahbisan.[5]
  3. Stabilitas” pelayanan Katekis ini sejajar dengan pelayanan-pelayanan terlembagakan lainnya. Mendefiniskan pelayanan ini sebagai stabil, selain mengungkapkan fakta bahwa itu adalah pelayanan yang “stabil” di Gereja, juga menegaskan bahwa kaum awam yang usia dan kualifikasinya sesuai ketentuan/dekrit Konferensi Waligereja, dapat diterima dengan cara yang tetap(seperti Lektordan Akolit)[6] ke dalam pelayanan Katekis. Ini terjadi melalui ritus institusi yang karenanya tidak dapat diulangi. Pelaksanaan pelayanan, bagaimanapun, dapat dan harus diatur oleh masing-masing Konferensi Waligereja dalam hal masa berlaku, isi dan prosedurnya, sesuai dengan kebutuhan pastoral.[7]
  4. Para Katekis, berdasarkan Baptis yang mereka terima, dipanggil untuk bertanggung jawab bersama Gereja lokal bagipewartaandan pewarisan iman. Peran ini mereka laksanakan dalam kerjasama dan di bawah bimbingan para pelayan tertahbis. Dalam arti tertentu, mewartakan berartimenuntun seseorang untuk mempelajari misteri [Kristus] dalam seluruh dimensinya. […] Hal ini untuk menyatakan bahwa dalam Pribadi Kristus seluruh rancangan abadi Allahmencapai kepenuhan dalam Pribadi itu. Ini adalah untuk berusaha memahami arti dari tindakan dan kata-kata Kristus, dan dari tanda-tanda yang dikerjakan oleh-Nya, karena mereka secara bersamaan menyembunyikan dan sekaligus mengungkapkan misteri-Nya. Oleh karena itu, tujuan definitif katekese adalah untuk membuat orang tidak hanya berhubungan tetapi juga mengalami persekutuan, keintiman, dengan Yesus Kristus: hanya Dia yang dapat memimpin kita kepada kasih Bapa dalam Roh dan membuat kita berbagi dalam kehidupan Tritunggal Mahakudus”.[8]
  5. Tujuan tersebut mencakup berbagai aspekdan pencapaiannya dinyatakan dalam berbagai bentuk, tergantung pada kebutuhan komunitas dan pertimbangan para Uskup. Karena alasan ini, dan untuk menghindari kesalahpahaman, adalah perlu untuk mengingat bahwa istilah ‘katekis’ menunjukkan realitas yang berbeda dalam kaitannya dengan konteks gerejawi di mana ia digunakan. Katekis di wilayah misi berbeda dari mereka yang bekerja di gereja-gereja tradisi lama. Selain itu, pengalaman-pengalamanhidup menggereja setiap individu juga menghasilkan karakteristik dan pola tindakan yang sangat berbeda, sedemikian rupa sehingga sulit untuk memberikan deskripsi satu dan merangkum semuanya.[9]
  6. Di antara bermacam-macam bentuk, seseorang dapat membedakan – meskipun tidak secara tegas – dua jenis Katekis. Ada katekis-katekis yang memiliki tugas khususdi bidang katekese (pengajaran), dan ada pula yang memiliki tugas lebih luas untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk kerasulan, bekerja sama dengan para pelayan tertahbis dan taat pada bimbingan mereka. Situasi dan kondisi gerejawi (Gereja dengan tradisi lama; Gereja-gereja muda; luas wilayah; jumlah pelayan tertahbis; organisasi pastoral, dll) menentukan satu atau jenis lainnya.[10]
  7. Perlu dicatat bahwa, karena pelayanan ini memiliki “aspek panggilan yang pasti […] dan oleh karena itu memerlukan penegasan yang wajar dari pihak Uskup,”[11] dan karena isinya ditentukan oleh Konferensi Waligereja masing-masing (tentu saja sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Antiquum Ministerium), tidak setiap orang yang melakukan pelayanan katekese atau pendampingan pastoral dan yang disebut ‘katekis’ harus dilembagakan.
  8. Sebaiknya yang berikut ini tidak lantik sebagai Katekis:
  • Mereka yang sedang mempersiapkan diri menuju Tahbisan Suci dan khususnya telah diterima sebagai calon Diakon dan calon Imam. Seperti telah disebutkan, pelayanan Katekis adalah pelayanan awam dan pada dasarnya berbeda dari pelayanan tertahbis yang diterima melalui Sakramen Tahbisan;[12]
  • Kaum religius pria dan wanita (terlepas dari apakah mereka tergabung dalam lembaga yang karismanya adalah katekese), kecuali mereka bertindak sebagai pemimpin komunitas parokial atau koordinator kegiatan katekese. Harus diingat bahwa, justru dengan tidak dilembagakan, mereka dapat – seperti semua orang yang dibaptis – melaksanakan pelayanan “de facto”, karena Baptisan mereka, yang juga merupakan dasar dari pengakuan religius mereka;
  • Mereka yang menjalankan peran secara khusus untuk para anggota gerakan gerejawi: fungsi ini, yang sama-sama berharga, sebenarnya ditugaskan oleh para pemimpin gerakan gerejawi individu dan bukan, seperti dalam kasus pelayanan Katekis, oleh Uskup diosesan mengikuti penegasannya sehubungan dengan kebutuhan pastoral;
  • Mereka yang mengajar agama Katolik di sekolah-sekolah, kecuali mereka juga melaksanakan tugas-tugas gerejawi lainnya dalam pelayanan paroki atau keuskupan.

 

  1. Refleksi yang cermat – yang dapat sungguh-sungguh diperdalam dengan pertimbangan yang komprehensif dan seimbang dari pelayanan-pelayanan yang dilembagakan secara keseluruhan – diperlukan bagi mereka yang mendampingi inisiasi anak-anak, orang muda dan orang dewasa. Tampaknya tidak tepat bagi setiap orang untuk ditetapkan sebagai katekis. Seperti yang telah disebutkan, pelayanan ini memiliki “aspek panggilan yang pasti […] dan oleh karena itu memerlukan penegasan rohani yang wajar dari pihak Uskup”.[13] Sebaliknya, sangatlah tepat bila pada setiap awal tahun katekese mereka semua menerima mandat umum dari Gereja yang mempercayakan kepada mereka fungsi penting ini.[14]

Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa setelah penegasan rohani yang tepat, beberapa orang yang terlibat dalam program inisiasi dapat ditetapkan sebagai pelayan. Namun, adalah bijaksana untuk mengajukan pertanyaan, pelayanan mana yang paling cocok, yaitu Lektor atau Katekis, mengingat isi spesifik masing-masing.

Bahkan, ritus lembaga lektor menyatakan bahwa adalah tugas mereka untuk mendidik anak-anak dan orang dewasa dalam iman dan membimbing mereka untuk menerima sakramen dengan cara yang pantas.[15] Mengingat sudah menjadi tradisi kuno bahwa setiap pelayanan berhubungan langsung dengan jabatan tertentu dalam perayaan liturgi, maka jelaslah bahwa mewartakan Sabda di hadapan sekelompok umat beriman dengan jelas mengungkapkan pelayanan mereka yang mendampingi calon menuju inisiasi. Mereka yang menerima pengajaran katekese harus melihat ekspresi liturgi dari pelayanan yang diberikan kepada mereka dalam Lektor yang menjadi suara dari Sang Sabda.

Namun, jika kepada mereka yang terlibat dalam inisiasi dipercayakantugas pembinaan atau tanggung jawab untuk mengkoordinasikan semua kegiatan katekese di bawah bimbingan para pelayan tertahbis, maka tampaknya lebih tepat bagi mereka untuk dilembagakan sebagai Katekis.

Kesimpulannya: tidak semua orang yang mempersiapkan inisiasi untuk anak-anak, orang muda dan orang dewasa perlu dilembagakan sebagai Katekis. Jika dipandang baik, Uskup dapat memanggil beberapa dari mereka untuk pelayanan Lektor atau Katekis, sesuai dengan kemampuan mereka dan kebutuhan pastoral.

  1. Karena apa yang sekarang telah ditetapkan, maka calon-calon pelayanan Katekis yang dilembagakan – yang memiliki pengalaman katekese sebelumnya[16] –dapat dipilih dari antara mereka yang melaksanakan pelayanan pewartaan dengan cara yang lebih khusus:mereka dipanggil untuk menemukan cara yang efektif dan relevan untuk evangelisasi pertama ini, dan kemudian untuk mendampingi mereka yang telah menerimanya ke dalam tahap inisiasi.

Mereka memainkan peran aktif dalam ritus inisiasi Kristen orang dewasa yang mengungkapkan pentingnya pelayanan mereka.[17] Pada masa pra-katekisasi, para katekis bekerja sama dengan para Imam/Gembala, Wali/Penjamin dan Diakon menemukan bentuk yang paling cocok bagi pewartaan Injil yang pertama, menyadarkan para calon untuk beriman dan bertobat; mereka membantu untuk memahami tanda-tanda lahiriahsikap batin mereka yang berniat untuk diterima sebagai katekumen.[18] Selama periode ini mereka melaksanakan katekese yang sesuai dengan tahun liturgi dan didukung oleh perayaan Sabda Allah, yang darinya para pendamping ini mampu membawa katekumen “tidak hanya pada pengetahuan yang sesuai tentang dogma dan ajaran, tetapi juga kepada suatu pengetahuan tentang misteri keselamatan”.[19] Uskup mendelegasikan Katekis yang “benar-benar layak dan dipersiapkan dengan baik” untuk merayakan Eksorsisme Kecil.[20]

Setelah katekumen diinisiasi, para katekis tetap bersama komunitas sebagai saksi iman, guru dan pendamping bina lanjut, sahabat dan pendidik yang, dalam segala hal, bersedia mendorong umat beriman untuk menyesuaikan hidup mereka dengan baptisan yang telah mereka terima.[21 ] Mereka juga dipanggil untuk menemukan cara-cara baru dan berani dalam mewartakan Injil yang akan memungkinkan mereka untuk membangkitkan dan membangunkan kembali iman di dalam hati mereka yang tidak lagi merasa membutuhkannya.[22]

  1. Akan tetapi, bidang pewartaan dan pengajaran hanyalah sebagian dari kegiatan lembaga katekis. Bahkan, mereka dipanggil untuk bekerja sama dengan para pelayan tertahbis dalam berbagai bentuk kerasulan, serta menjalankan banyak fungsi di bawah bimbingan para imam/gembala. Dalam upaya untuk menawarkan daftar lengkap fungsi-fungsi ini, berikut ini dapat ditunjukkan: membimbing doa komunitas, terutama liturgi hari Minggu tanpa Imam atau Diakon; membantu orang sakit; memimpin perayaan pemakaman; melatih dan membimbing para Katekis lainnya; mengkoordinasikan kegiatan pastoral; promosi kemanusiaan menurut ajaran sosial Gereja; membantu orang miskin; membina hubungan antara masyarakat dan para pelayan tertahbis.
  2. Fungsi yang luas dan beragam ini seharusnya tidak mengejutkan: pelaksanaan pelayanan awam ini sepenuhnya merupakan konsekuensi dari pembaptisan dan, dalam situasi khusus kurangnya kehadiran yang tetap dari pelayan tertahbis, adalah partisipasi dalam tindakan pastoral mereka. Inilah yang ditegaskan oleh Kitab Hukum Kanonik[23] ketika memberikan kemungkinan untuk mempercayakan kepada orang yang tidak ditahbiskan suatu bagian dalam pelaksanaan pelayanan pastoral di suatu parokidi bawah pengawasan seorang imam. Oleh karena itu, komunitas perlu dibentuk agar tidak melihat Katekis sebagai pengganti Imam atau Diakon, tetapi sebagai anggota umat beriman awam yang menghayati baptisan mereka dalam kerjasama yang bermanfaat dan tanggung jawab bersama dengan para pelayan tertahbis, sehingga pelayanan pastoral mereka dapat menjangkau semua orang.[24]
  3. Oleh karena itu, adalah tugas Konferensi-Konferensi Episkopal untuk memperjelas gambaran, peran dan bentuk yang paling tepat untuk pelaksanaan pelayanan Katekis sesuai dengan apa yang ditunjukkan dalam Motu Proprio Antiquum Ministerium. Program formasi yang memadai untuk para calon juga harus ditentukan.[25] Akhirnya, perhatian juga harus diberikan untuk mempersiapkan umat beriman agar mereka dapat memahami arti dari pelayanan ini.

 II. Persyaratan-Persyaratan

 

  1. Uskup diosesan bertugas untuk menentukan panggilan pelayanan Katekis dengan mempertimbangkan kebutuhan komunitas dan kemampuan para calon.[26] Pria dan wanita yang telah menerima sakramen inisiasi Kristen dan telah mengajukan petisi yang ditulis dan ditandatangani secara bebas kepada Uskup diosesan dapat diterima sebagai calon.

 

  1. Motu Proprio menjelaskan syarat-syarat sebagai berikut: “Sudah sepatutnya mereka yang terpanggil untuk pelayanan Katekis adalah pria dan wanita yang beriman mendalam dan memiliki kedewasaan manusiawi, aktif dalam kehidupan komunitas Kristen, mampu menerima orang lain, murah hati dan hidup dalam persekutuan persaudaraan yang baik. Mereka juga harus menerima pendidikanKitab Suci, teologis, pastoral dan pedagogis yang sesuai untuk menjadi komunikator yang kompeten tentang kebenaran iman dan mereka harus memiliki pengalaman katekese sebelumnya. Adalah penting bahwa mereka menjadi rekan sekerja yang setia dengan para imam dan diakon, siap untuk melaksanakan pelayanan mereka di mana pun mungkin diperlukan, dan dimotivasi oleh semangat merasul yang sejati”.[27]

 

III. Perayaan

 

  1. Perayaan (pelantikan) Katekis dilaksanakan oleh Uskup diosesan, atau oleh imam yang mendapatkan delegasi dari Uskup Diosesan, melalui ritus liturgi De Institutione Catechistarumyang diumumkan oleh Takhta Apostolik.
  2. Perayaan itu dapat dilaksanakan dalam Misa Kudus atau pun dalam Ibadat Sabda.
  3. Setelah liturgi Sabda, diberikan nasihat (teks yang diberikan ini cocok untuk diadaptasi oleh Konferensi Waligereja sehubungan dengan bagaimana mereka ingin menentukan peran Katekis); undangan untuk berdoa; sebuah berkat; penyerahan salib.

* * *

Sebagai penutup, saya ingin kita kembali ke kata-kata kenabian Santo Paulus VI dalam Seruan Apostolik Evangelii Nuntiandi:

“Tak dapat tidak kita akan merasa kebahagiaan batin yang besar bila kita melihat begitu banyak pastor, kaum religius dan kaum awam, yang terbakar oleh perutusan mereka untuk melakukan evangelisasi, selalu berusaha mencari jalan-jalan yang lebih sesuai untuk mewartakan Injil dengan efektif. Kami mendorong keterbukaan yang diperlihatkan oleh Gereja pada zaman sekarang ini dalam arah ini dan keprihatinannya dalam hal ini. Terutama keterbukaan terhadap renungan, dan kemudian juga kepada pelayan-pelayan gerejani yang mampu untuk memperbaharui dan mengokohkan kekuatan Gereja dalam melakukan penginjilan. Tentu saja bahwa, bersama-sama dengan para pelayanan tertahbis, di mana sejumlah umat tertentu ditunjuk sebagai pastor dan menguduskan diri mereka secara khusus untuk melayani jemaat, maka Gereja mengakui pula peranan para pelayanan-pelayanan yang tidak ditahbiskan, yang dapat memberikan suatu pelayanan yang khusus kepada Gereja”.[28]

Kepada Maria, Bunda Gereja, kami mempercayakan pelayanan kami untuk pembangunan Kerajaan.

Dari Kantor Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen,
3 Desember 2021,
Peringatan Santo Fransiskus Xaverius, Imam.

† Arthur Roche
Prefek

[1] Lihat Indikulus, topi. 8: Denz n. 246 [mis. 139]. lihat juga Prosper of Aquitane, De vocatione omnium gentium, 1,12: CSEL 97, 104.

[2] lih. Fransiskus, Antiquum Ministerium, n. 9.

[3] Lihat Kongregasi Ibadah Ilahi dan Tata Tertib Sakramen, Postquam Sumus Pontifex. Dekrit yang memberlakukan disposisi kan. 838 Kitab Hukum Kanonik (22 Oktober 2021).

[4] Fransiskus, Antiquum Ministerium, n. 8.

[5] Lihat Fransiskus, Spiritus Domini, s.n.

[6] Lihat. Kitab Hukum Kanonik, Kanon. 230 1: “Orang awam yang memiliki usia dan kualifikasi yang ditetapkan oleh dekret Konferensi para Uskup dapat diterima secara tetap melalui ritus liturgi yang ditentukan ke dalam pelayanan lektor dan akolit. Namun demikian, pemberian pelayanan-pelayanan ini tidak memberikan mereka hak untuk memperoleh dukungan atau imbalan dari Gereja”.

[7] Fransiskus, Antiquum Ministerium, n. 9.

[8] Lihat. Yohanes Paulus II, Seruan Apostolik Catechesi tradendae (16 Oktober 1979), n. 5, dalam: AAS 71 (1979) 1281.

[9] Bdk. Kongregasi Evangelisasi Umat, Pembimbing Katekis (3 Desember 1993), n. 4.

[10] lih. ibid.

[11] Fransiskus, Antiquum Ministerium, n. 8.

[12] Bnd. Fransiskus, Spiritus Domini, s.n.

[13] Fransiskus, Antiquum Ministerium, n. 8.

[14] Bnd. Rituale Romanum, De Benedictionibus, editio typica 1984, nn. 361-377.

[15] Bnd. Pontificale Romanum, De institusi Lectorum et Acholytorum, n. 4: “Lectores seu verbi Dei relatores effecti, adiutorium huic muneri praestabitis, et proinde speciale officium in populo Dei suscipietis, et servitio fidei, quae in verbo Dei radicatur, deputabimini. Verbum enim Dei in coetu liturgico proferetis, pueros et adultos in fide et ad Sacramenta digne recipienda instituetis, nuntiumque salutis hominibus, qui adhuc illud bodoh, annuntiabitis. Hac via et vestro auxilio, homines ad cognitionem Dei Patris Filiique eius, Iesu Christi, quem ipse misit, pervenire poterunt et vitam assequi aeternam”.

[16] Bnd. Fransiskus, Antiquum Ministerium, n. 8.

[17] Bnd. Rituale Romanum, Ordo inisiasi adalah christianæ adultorum. Prænotanda, editio typica 1972, n. 48.

[18] Bnd. ibid, nn. 11.16.

[19] Bdk. ibid, n.19 1.

[20] Bnd. ibid, n. 44.

[21] Bnd. Dewan Kepausan untuk Mempromosikan Evangelisasi Baru, Direktori Katekese, n. 113.

[22] Bnd. ibid, n. 41.

[23] Kitab Hukum Kanonik, kan. 517 2: “Jika, karena kekurangan imam, Uskup diosesan memutuskan, bahwa keikutsertaan dalam pelayanan pastoral paroki harus dipercayakan kepada diakon, orang lain yang bukan imam, atau kepada suatu persekutuan orang-orang, ia harus mengangkat seorang imam yang, diberikan kuasa dan kemampuan seorang gembala, untuk memimpin pelayanan pastoral.”

[24] Bnd. Santo Yohanes Paulus II, Seruan Apostolik, Christifideles laici (30 Desember 1988), n. 15; Benediktus XVI, Pidato pembukaan Konvensi Pastoral Keuskupan Roma dengan tema: “Keanggotaan Gereja dan Tanggung Jawab Bersama Pastoral” (26 Mei 2009); Fransiskus, Pidato untuk Aksi Katolik Italia (3 Mei 2014).

[25] Fransiskus, Antiquum Ministerium, n. 9.

[26] Ibid, n. 8.

[27] Ibid.

[28] Paulus VI, Seruan Apostolik Evangelii nuntiandi (8 Desember 1975), n. 73, dalam: AAS 68 (1976) 72-73

 

Sumber: https://www.dokpenkwi.org/2022/01/26/surat-kepada-para-pimpinan-konferensi-waligereja-tentang-ritus-lembaga-katekesis/

Download e-Book “Ritus Lembaga Katekesis” di bawah ini

 

eBook-DG-RITUS-LEMBAGA-KATEKESIS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *