Kontekstualisasi Pendidikan Agama Katolik Di Masa Covid-19 (Rm. Frans Emanuel da Santo, Pr)

Membangun Budaya Baru

Virus corona tipe baru (covid-19) sedang meruntuhkan segenap pranata kehidupan manusia. Negara yang dianggap sebagai institusi paling sistematis dalam mengurus kehidupan publik kalang kabut dihantam pandemi ini. Bahkan agama yang selalu menyediakan dirinya untuk menjawab segenap pertanyaan eksisteni manusia tak berkutik di hadapannya. Peradaban yang begitu mendewakan mobilitas, ambruk di bawah hukum social distancing sebagai resep primer melawan corona.

Bisa jadi wabah adalah reaksi natural atas kesalahan manusia secara kolektip terhadap alam. Dalam bahasa iman, wabah antara lain disebabkan oleh dosa ekologis. Wabah muncul karena manusia telah merusak tatanan dan harmoni alam. Perusakan alam itu membuat alam tidak seimbang lagi. Dan ini mempunyai akibat yang sangat luas dan beragam. Misalnya pemanasan bumi, perubahan iklim, polusi yang mengotori semua elemen alam di darat, di laut maupun di udara, dan munculnya berbagai penyakit baru. Ketidak seimbangan alam ini membuat tubuh manusia tidak seimbang pula. Imunitas melemah sehingga manusia menjadi rentan terhadap wabah. Seharusnya alam memiliki caranya sendiri untuk meredam wabah. Tetapi ketika nafsu, keserakahan, kesombongan manusia telah merusak alam, wabah tidak terbendung.

Mengenai keserakahan manusia ini Paus Fransiskus mengatakan: “Dengan keserakahannya, manusia mau menggantikan tempat Allah, dan dengan demikian akhirnya membangkitkan pemberontakan alam”. Kita semua terlibat di dalam dosa terhadap harmoni alam yang telah diciptakan Allah sebagai semua baik dan amat baik adanya. Itulah yang disebut sekali lagi: dosa ekologis. Wabah menurut pendapat ini adalah “isyarat alamiah, bahwa manusia telah mengingkari jati dirinya sebagai citra Allah yang bertugas untuk menjaga harmoni alam, bukan merusak alam”. Wabah menyadarkan bahwa manusia adalah ciptaan yang rapuh yang tidak mungkin bertahan jika alam ciptaan lainnya dihancurkan.

Kita perlu bertobat. Pertobatan bukanlah hal yang mudah. Pertobatan pada dasarnya suatu kesediaan berubah (cara berpikir dan perbuatan) karena menanggapi perubahan demi tujuan yang lebih baik. Di samping itu, pertobatan juga perubahan karena menyadari dan mengakui akan kesalahan atau kekuranganya.

Ada 3 sikap yang menghambat pertobatan.

  • Menyalahkan siapapun yang menyebabkan kegagalan, kesalahan dan kekurangannya. Sumber kesalahan selalu pada orang lain ataupun keadaan di sekitarnya. Pada umumnya mereka puas mengkambinghitamkan orang lain untuk pembenaran diri.
  • Selalu mencari alasan untuk tidak berubah. Mereka tidak menyalahkan pihak lain tapi mereka selalu mempertahankan kenyamanan diri dengan menyampaikan aneka alasan.
  • Ketidaksukaan pada kritik, koreksi dan pendapat baru. Mereka menganggap apa yang sudah biasa (tradisi) diyakini atau dilakukan yang paling benar. Pendapat yang berbeda dengan dirinya dianggap salah dan mengancam diri mereka.

Dari situasi ini, pertobatan menghantar kita kepada situasi hidup baru. Membangun habitus baru dalam seluruh aspek kehidupan. Kita masuk dalam kenormalan baru dan hidup secara baru dengan semangat baru.

 Membangun Konteks Pendidikan

Dalam terang ajaran Gereja dan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan tantangan masyarakat zaman sekarang, khususnya ketika pandemi covid-19 ini, sekolah-sekolah sebagai tempat di mana orang belajar untuk menghayati kehidupan mereka, mendidik manusia, pertama dan terutama, melalui konteks hidup, yakni iklim belajar-mengajar yang dibentuk para siswa dan para guru. Iklim ini menyebar tidak hanya melalui nilai-nilai yang diungkapkan di sekolah, melainkan juga melalui nilai-nilai yang dihayati, melalui kualitas hubungan antarpribadi antara para guru dengan siswa dan di antara para siswa satu sama lain, melalui perhatian, pelayanan, melalui kesaksian hidup yang nyata yang diberikan oleh para guru dan lemabaga pendidikan.

Meskipun konteks covid-19 dan faktor yang mempengaruhi pendidikan beragam, ada sejumlah keunggulan kualitas yang harus dijamin oleh sekolah-sekolah, seperti: hormat akan martabat dan keunikan pribadi, menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan serta talenta mereka, fokus yang seimbang dalam aspek-aspek kognitif, afektif, sosial, etis dan spiritual, dorongan bagi setiap siswa untuk mengembangkan talenta mereka dalam sebuah iklim kerjasama dan solidaritas, serta penghargaan akan ide-ide, keterbukaan terhadap dialog, kemampuan beriteraksi dan bekerja bersama dalam semangat kebebasan dan kepedulian.

Ketika kita berada dalam situasi saat ini, “cara” bagaimana siswa belajar tampaknya lebih penting dari “apa” yang mereka pelajari, seperti halnya cara mengajar tampaknya lebih penting daripada isinya. Pengajaran yang hanya memberikan pembelajaran repetitif, tanpa mendorong peran serta aktif para siswa atau memicu rasa ingin tahu mereka, tidak cukup menantang untuk menumbuhkan motivasi. Nilai isi pembelajaran tidak boleh dianggap remeh. Jika cara para siswa belajar relevan, hal yang sama juga diterapkan pada apa yang mereka pelajari.

Konteks pembelajaran saat ini ialah bahwa belajar tidak hanya berlangsung secara terbatas di sekolah-sekolah. Tidak hanya melalui tatap muka, tetapi secara virtual. Dalam konteks dewasa ini, yang sangat ditandai oleh meluasnya bahasa-bahasa teknologi baru dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran informal, sekolah-sekolah telah kehilangan keunggulan pendidikan tradisional mereka. Sekolah-sekolah harus menghadapi keadaan di mana informasi tersedia secara lebih luas, dalam jumlah yang sangat besar dan tidak terkendali. Maka selain pembelajaran berlangsung secara tatap muka, tetapi juga secara virtual. Inilah tantangan baru, yakni membantu para siswa mengembangkan sarana-sarana kritis yang dibutuhkan untuk menghindari dominasi oleh kekuatan media baru. Maka penyederhanaan kurikulum termasuk kurikulum PAK diharapkan menjawabi nilai isi pembelajaran PAK.

Peran Guru Di Masa Covid-19

Para guru dipanggil untuk menghadapi tantangan besar pendidikan, secara khusus di masa pandemi covid-19 ini. Tantangan besar pendidikan itu antara lain pengenalan, penghargaan dan peningkatan kebinekaan. Tidaklah mudah bagi sekolah-sekolah untuk terbuka pada keragaman dan mampu sungguh-sungguh membantu mereka yang sungguh-sungguh mengalami kesulitan. Para siswa harus menjadi pusat perhatian dan keprihatinan sekolah.

Pendidikan bukan sekedar pengetahuan, melainkan juga pengalaman: pendidikan menghubungkan pengetahuan dan tindakan; pendidikan berupaya menyatukan pelbagai bentuk pengetahuan dan mempertahankan konsistensi. Pendidikan mencakup domain afektif dan emosional, serta memiliki dimensi etis: mengetahui bagaimana melakukan banyak hal dan apa yang kita lakukan, berani mengubah masyarakat dan dunia, serta melayani komunitas.Pendidikan berdasarkan pada partisipasi, berbagi kepandaian dan saling ketergantungan kepandaian. Dialog, pemberian diri, teladan, kerjasama merupakan unsur-unsur yang sama pentingnya.

Penutup: Jangan Patah Semangat

Menghadapi tantangan  masa kini dan masa depan, kata-kata Paus Fransiskus memberanikan kita untuk memperbarui semangat kita untuk mendidik generasi muda: “Jangan patah semangat menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapkan oleh tantangan pendidikan! Mendidik bukanlah sebuah profesi melainkan sikap, cara menjadi; untuk mendidik perlu melangkah keluar dari diri sendiri dan berada di antara orang muda, mendampingi mereka dalam tahap-tahap pertumbuhan dan menempatkan diri kita sendiri di samping mereka. Berilah mereka harapan dan optimisme untuk perjalanan mereka di dunia. Ajarilah mereka melihat keindahan dan kebaikan ciptaan dan manusia yang selalu mempertahankan ciri Sang Pencipta. Tetapi terutama melalui hidup kalian, jadilah saksi-saksi mengenai apa yang kalian sampaikan.”

 

Fransiskus Emanuel da Santo, PR ; Sekertaris Eksekutif KOMKAT KWI

Sumber Bahan:

Instrumentum Laboris, Seri Dokumen Gerejawi No.97, Dokpen KWI, 2016

 

Catatan:

Bahan ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Penyederhanaan Kurikulum PAK secara virtual bersama Bimas Katolik, pada tgl 14 Juli 2020.

 

 

 

One thought on “Kontekstualisasi Pendidikan Agama Katolik Di Masa Covid-19 (Rm. Frans Emanuel da Santo, Pr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *