Pengintegrasian Katekese Pada Pendidikan Agama Katolik Di Perguruan Tinggi Umum (Rm. Frans Emanuel da Santo, Pr)

Rm. Festo.jpg

Pengantar
Pengintegrasian kerap sekali dihubungkan dengan keutuhan, keseluruhan, penyatuan/utuh/ holistik dan kejujuran. Paradigma ini tentunya sudah menjadi konsep lama dalam apresiasi para dosen katolik di perguruan tinggi. Konsep yang dimaksud adalah bertitik tolak dari missiocanonica yang pernah diterima sebelum dinyatakan sah menjadi guru agama/dosen pada saat sekarang ini.

Berbicara tentang missiocanonica dihadapkan dengan perutusan, misi sesuai dengan Tritugas Kristus yang tidak lepas dari jabatan seorang guru agama/dosen. Tritugas Kristus itu bila disederhanakan dalam jabatan tugas fungsional seorang guru/dosen adalah bagaimana dengan kesesuaian pokok dan sasaran pendidikan agama/keagamaan peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, dan meningkatnya persiapan peserta didik menjadi bagian yang memahami ilmunya, mengamalkannya dalam konteks nyata.

Merujuk tugas fungsional guru/dosen program pendidikan agama yang dilaksanakan dalam melalui kegiatan 1) Penyempurnaan kurikulum 2) peningkatan kompetensi guru/dosen. 3)Peningkatan kualifikasi guru/dosen. 4) pengembangan bakat guru/dosen dan mahasiswa 5) Pemberian bantuan. 6) Pelaksanaan dan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga/institusi terkait dengan Gereja dan Pemerintah. Cakupan ini menjadi bagian yang sangat perlu diperhatikan oleh dosen PT umum. Bila disederhanakan seorang dosen PT umum harus lebih inovatif, memprakarsai, mampu menjadi mitra kerja bagi siapa pun.

Pendidikan: Meningkatkan kualitas hidup manusia.

Pendidikan merupakan sarana yang paling utama untuk memberikan respons konstruktif terhadap permasalahan kehidupan sehari-hari, agar kualitas kehidupan manusia semakin meningkat. Menyadari posisi strategis pendidikan sebagai sarana memajukan peradaban bangsa, Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada pemerintah agar menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis, serta bertanggung jawab. Untuk mencapai hal tersebut maka undang-undang mengamanatkan untuk menjadikan pendidikan agama sebagai muatan kurikulum yang wajib diberikan pada semua jenjang pendidikan (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Psl. 3).

Kewajiban pemerintah melaksanakan pendidikan agama didasarkan pada keyakinan bahwa agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna; jujur, adil, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai moral agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan, baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spiritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan individual ataupun kolektif masyarakat. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan untuk optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Dasar pemikiran di atas itu pula yang selama ini menjadi orientasi umum pelaksanaan kuliah Pendidikan Agama Katolik di Perguruan Tinggi Umum. Pendidikan Agama Katolik diarahkan untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memerhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama untuk mewujudkan persatuan nasional.

Pendidikan Agama Katolik tidak pernah bisa dilepaskan dari konteks hidup masyarakat pada umumnya dan kondisi mahasiswa khususnya. Maka kuliah Pendidikan Agama Katolik perlu bersifat kontekstual, agar mampu menanggapi keprihatinan yang ada, memberi arah serta pedoman hidup bagi mahasiswa sehingga mampu berdialog dengan kenyataan hidup sehari-hari. Dalam dialog tersebut diharapkan mahasiswa mampu menemukan kehendak Allah dan mengimplementasikan kehendak Allah tersebut demi terciptanya pembaharuan hidup manusia.Secara umum harus dikatakan bahwa semua yang dipanggil oleh Allah bergerak menuju kematangan iman, maka memerlukan katekese. Penerima katekese ialah “pribadi-pribadi yang konkret dan historis”, yang berakar dalam situasi tertentu dan dipengaruhi oleh budaya tertentu. Mereka inilah subyek dalam katekese. Mereka harus menjadi “subyek yang aktif, sadar, dan ikut bertanggungjawab, bukan sekedar penerima yang diam dan pasif”. Demikian juga harus disadari bahwa penerima katekese ialah “seluruh komunitas Kristiani dan setiap pribadi yang ada di dalamnya”, hal inipun perlu dipertimbangkan. Maka, perlulah penyesuaian dengan siapa penerima katekese itu. Penyesuaian itu harus dipahami sebagai penyesuaian dengan ladang Allah yang mau ditaburi benih. Penyesuaian itu harus memperhitungkan pelbagai macam situasi (PUK 167-170).

Landasan Yuridis
Eksistensi mata kuliah Pendidikan Agama Katolik di perguruan tinggi secara yuridis berpijak pada ketentuan perundang-undangan sebagai berikut.
1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
4. Undang Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025’
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 032 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan:
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

Kerangka Konseptual

Pelbagai macam tempat katekese mempunyai peran dan kekhasannya masing-masing. Keluarga, merupakan “locus katekese yang memiliki privilese unik: meneruskan Injil danmembuatnya berakar dalam konteks nilai-nilai manusiawi yang mendalam” (PUK 255). Katekumenat, merupakan tempat orang dewasa mempersiapkan diri menjadi Kristen dan menerima sakramen-sakramen inisiasi (PUK 256). Paroki merupakan locus paling penting bagi katekese, paroki merupakan tempat biasa di mana iman lahir dan bertumbuh (PUK 257). Sekolah-sekolah Katolik (PUK 259-260), serta Asosiasi, gerakan-gerakan dan kelompok umat beriman (PUK 261), serta komunitas-komunitas basis Gerejawi (PUK 263) merupakan tempat penting bagi katekese.

Kategori pertama ialah katekese menurut usia. Katekese berdasar usia dipandang esensial bagi Gereja, karena di satu pihak iman menyumbang bagi perkembangan pribadi, dan di lain pihak setiap tahap kehidupan selalu menghadapi tantangan dekristianisasi dan memerlukan peneguhan kembali iman (PUK 171). Berkaitan dengan katekese menurut usia ini dibedakan katekese orang-orang dewasa (PUK 172-175); Katekese anak-anak dan kaum remaja (PUK 177-180); Katekese bagi kaum muda (181-185) dan Katekese bagi kaum lanjut usia (PUK 186-188).

Kategori kedua ialah katekese untuk situasi, mentalitas dan lingkungan khusus. Di sini Petunjuk Umam Katekese berbicara mengenai katekese bagi kaum cacat mental dan cacat jasmani (PUK 189); Katekese bagi mereka yang tersisihkan (PUK 190); Katekese untuk berbagai kelompok, seperti kaum pekerja, seniman, ilmuwan, dan mahasiswa (PUK 191); dan Katekese lingkungan (PUK 192).

Dalam kehidupan mahasiswa , pendidikan memiliki tempat dan peran yang amat strategis. Melalui pendidikan, mahasiswa dibimbing agar dirinya berkembang menjadi pribadi yang dewasa secara utuh. Pendidikan Agama Katolik di Perguruan Tinggi Umum merupakan bagian dari Pastoral Mahasiswa untuk membimbing mereka dapat bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa secara moral, bertumbuh dalam iman. Meski perkembangan hidup beriman pertama-tama merupakan karya Allah sendiri yang menyapa dan membimbing mahasiwa menuju kesempurnaan hidup berimannya, namun proses pembelajaran di Perguruan Tinggi diharapkan dapat membantu perkembangan hidup beriman mahasiswa dengan menciptakan proses yang membangun relasi yang semakin erat mahasiswa dengan Allah.

Pendidikan iman yang dimulai di keluarga perlu diperkembangkan lebih lanjut dalam Pendidikan Agama Katolik di lembaga pendidikan formal mulai dari pendidikan dasar, khususnya di Perguruan Tinggi.Mengingat pentingnya peran strategis Pendidikan Agama Katolik di Pergururan Tinggi Umum, Pemerintah melalui UU No. 12 Tahun 2012 menegaskan bahwa Kuliah Agama merupakan Mata Kuliah Wajib di Perguruan Tinggi. Dengan demikian, buku Pedoman Pendidikan Agama Katolik sebagai Mata Kuliah Wajib Umum menjadi penting sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pendidikan Agama Katolik di Perguruan Tinggi.

Visi dan Misi Pendidikan Agama Katolik
1. Visi Pendidikan Agama Katolik
Visi Pendidikan Agama Katolik adalah “sarjana yang beriman kepada Allah menurut pola Yesus Kristus dengan senantiasa mempertanggungjawabkan imannya dalam hidup menggereja dan memasyarakat.

2. Misi Pendidikan Agama Katolik
a. Pengetahuan dan pemahaman mahasiswa akan ajaran Agama Katolik semakin meningkat sehingga keimanan danketaqwaan kepada Tuhan semakin bertumbuh.
b. Mahasiswa semakin mengenal dirinya sebagai Citra Allah sehingga kepekaan dan kepeduliaan terhadap sesama dan lingkungannya semakin bertumbuh.
c. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai iman dan moral Katolik sesuai dengan profesinya dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.
d. Semakin menyadari diri sebagai anggota Gereja dan terlibat aktif dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat.
e. Mahasiswa semakin memurnikan motivasinya sebagai umat beragama dan mampu berdialog dan bekerjasama dengan agama-agama non-Kristiani.
f. Mampu menginternalisasi nilai-nilai iman dan moral Katolik dalam membangun hidupnya sebagai seorang Katolik yang dewasa dengan berpolakan Pribadi Yesus Kristus sehingga mahasiswa kelak menjadi 100 % Katolik dan 100 % warga negara.

3.Tujuan Pendidikan Agama Katolik
Kuliah Pendidikan Agama Katolik bertujuan agar mahaiswa memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman dan mampu mempertanggungjawabkan imannya di tengah masyarakat. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan sejati dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.

Gereja melanjutkan tugas menabur Kabar Gembira dalam ladang Allah. Umat Kristiani, yang hidup dalam situasi yang bermacam-macam, melihat dunia dengan pandangan yang sama, yang digunakan Yesus ketika Dia melihat masyarakat pada zaman-Nya. Murid Yesus Kristus secara mendalam membagikan “kegembiraan-kegembiraan dan harapan-harapan, kesedihan dan kecemasan manusia zaman ini” (GS.1). Yesus memandang sejarah umat manusia dan mengambil bagian di dalamnya, bukan hanya dari sudut pandangan nalar, melainkan juga dari sudut iman. Dalam cahaya iman, dunia, yang dahulu “diciptakan dan dipelihara dalam cinta Pencipta, dan yang telah dibebaskan dari perhambaan dosa oleh Kristus, yang disalibkan dan bangkit” (GS.2). Kebangkitan Kristus, benih yang memperbaharui orang beriman adalah harapan akan suatu “pemenuhan” yang pasti (GS.2) .

Yang menjadi perhatian Gereja ialah perkembangan utuh pribadi manusia, dan segenap bangsa. Melalui katekese dalam mana tekanan yang seharusnya diberikan pada ajaran sosialnya, Gereja ingin menggerakkan hati umat Kristiani “akan alasan keadilan” dan akan “pilihan untuk mendahulukan atau mencintai kaum miskin” sehingga kehadirannya sungguh akan menjadi cahaya yang bersinar dan garam yang menyembuhkan.

Sifat pelajaran agama yang umum di sekolah-sekolah dan hubungannya dengan katekese bagi anak-anak dan kaum muda perlu mendapat perhatian istimewa. Hubungan antara pelajaran agama di sekolah-sekolah dan katekese merupakan hubungan yang berbeda dan saling melengkapi. “Secara mutlak harus dibedakan pelajaran agama dengan katekese” (EN 24d)

Sifat khas pada pelajaran agama disekolah ialah kenyataan bahwa ia dipanggil untuk meresapi satu bidang budaya yang khas dan untuk berhubungan dengan bidang ilmu pengetahuan yang lain. Sebagai bentuk asli dari pelayanan sabda, dia menghadirkan Injil dalam sebuah proses personal dari asimilasi kultural, sistematis, dan kritis (Bdk EN 14).

Pelajaran agama di sekolah hendaknya tampil sebagai disiplin studi, dengan tuntutan dan kepentingan yang sama dengan disiplin-displin yang lain. Pelajaran agama harus menyampaikan pesan dan peristiwa Kristiani dengan kesungguhan dan kedalaman yang sama dengan apa yang disajikan oleh disiplin-disiplin lain. Ia tidak ditempatkan hanya sebagai tambahan, melainkan sebagai hal yang perlu dalam dialog interdisipliner. Dialog itu terutama harus terjadi pada level yang sama seperti halnya disiplin lain membentuk kepribadian para siswa.

Bagi sekolah Katolik, pelajaran agama merupakan bagian dari dan dilengkapi dengan bentuk-bentuk lain dari pelayanan sabda (katekese, homili, perayaan-perayaan liturgis, dll…). Pelajaran agama tidak dapat dipisahkan dari fungsi pedagogis, dan dari dasar eksistensi mereka (EN 51,52, 53). Dalam konteks sekolah negeri atau sekolah-sekolah swasta, dimana wewenang sipil atau situasi lain memaksakan pelajaran agama umum baik bagi siswa Katolik maupun bukan Katolik ( AG 13, EN 10 dan 23), hendaklah pelajaran agama lebih bersifat ekumenis, dan memiliki kesadaran antar agama yang lebih besar.

Dalam situasi yang lain, pelajaran agama lebih bersifat kultural dan mengajarkan pengetahuan tentang agama-agama, termasuk agama Katolik. Dalam hal ini, dan teristimewa bila diberikan oleh guru-guru yang memiliki hormat yang tulus akan agama Kristen, pelajaran agama mempertahankan dimensi yang sejati dari ‘persiapan injili” (EN 22 dan 24). Hidup dan iman para siswa yang menerima pelajaran agama di sekolah ditandai oleh perubahan yang terus-menerus.

Apa yang perlu diintegrasikan dalam tugas dan pokok Katekese di PT umum?

Berinspirasikan pedagogi Allah sebagaimana diperlihatkan dalam Kristus dan Gereja, serta di bawah bimbingan Roh Kudus, katekese: merupakan sebuah pedagogi yang melayani dan termasuk dalam dialog keselamatan antara Allah dan manusia; menerima prinsip pentahapan Wahyu, transendensi dan kodrat misteri sabda Allah dan penyesuaiannya pada manusia dan budaya yang berbeda-beda; mengakui sentralitas Yesus Kristus, Sabda Allah yang menjadi manusia; menghargai pengalaman iman komunitas; berakar dalam hubungan antar pribadi yang menjadikan proses dialog sebagai pilihan; mengkaitkan kata dan perbuatan, ajaran dan pengalaman hidup; serta bersandar pada kuasa kebenaran dan memberi kesaksian tentang kebenaran (PUK 143). Dalam proses itu, katekese perlu “memajukan sintesis yang progresif dan koheren antara kesetiaan penuh manusia kepada Allah (fides qua) dan isi pesan Kristiani (fides quae)”, katekese “melaksanakan inisiasi, pendidikan dan pengajaran yang lengkap” (PUK 144).

1.Yesus Kristus
Berpusat pada pribadi Yesus Kristus (kristosentris). Ini berarti katekese menghadirkan Kristus sebagai pusat sejarah keselamatan dan menyampaikan ajaran-Nya bagi manusia. Dimensi kristosentris ini juga menjadikan katekese berdimensi triniter (PUK 99). Untuk itu, katekese perlu memperhatikan hal-hal berikut yaitu: struktur internal katekese harus bersifat kristosentris-triniter, melalui Kristus kepada Bapa dalam Roh Kudus; mengikuti pedagogi Yesus Kristus yang menunjukkan hidup Allah paling dalam dengan karya keselamatan dan demi kesejahteraan manusia; serta mempunyai implikasi penting dalam hidup manusia (PUK 100)

Dalam Sinode ke IV, para Uskup menekankan bahwa Katekese yang otentik seluruhnya berpusat pada Kristus. “Kristosentrisme” – berpusat pada Kristus artinya, Kristus sebagai jantung Katekese (bdk. Yoh 1:14) yang menderita sengsara demi kita, dan yang sekarang, sesudah bangkit mulia, hidup beserta kita selama-lamanya. Itulah Yesus, jalan, kebenaran dan kehidupan. Hidup Kristen berarti mengikuti Kristus “sequela Christi”

Pokok Katekese yang paling utama dan hakiki yakni dengan menggunakan ungkapan Santo Paulus juga oleh teologi masa kini “misteri Kristus”. Katekese mencakup arti mengajak sesame mendalami misteri dalam segala dimensinya; “Untuk menunjukkan kepada semua orang makna rencana yang terkandung dalam misteri (Yoh.14:6). Dengan kata lain, menampilkan dalam pribadi Kristus seluruh rencana kekal Allah, yang mencapai kepenuhannya dalam pribadi Kristus. Katekese bermaksud mendalami arti kegiatan dengan kata-kata Kristus, begitu pula dengan tanda-tanda yang dikerjakan-Nya, sebab semuanya itu sekaligus menyelubungi dan mewahyukan misteri-Nya. Sejalan dengan itu tujuan katekese ialah bukan saja menghubungkan umat dengan Yesus Kristus, melainkan mengundangnya untuk memasuki persekutuan hidup yang mesra dengan-Nya. Hanya Dia-lah yang dapat membimbing kita kepada cintakasih Bapa dalam Roh, dan mengajak kita ikut serta menghayati Tritunggal kudus.

2.Menyampaikan ajaran Kristus

Sifat Kristosentris Katekese mencakup juga maksud: bukan untuk menyampaikan ajaran sendiri, atau ajaran seseorang guru lain, melainkan ajaran Yesus Kristus, kebenaran yang diajarkan-Nya (bdk Yoh. 14:6). Dalam katekese, Kristus sendirilah sabda yang menjelma. Maka, setiap katekese wajib berusaha terus menerus, untuk melalui pengajaran serta tingkah-lakunya menyampaikan ajaran dan kehidupan Yesus. Ia tidak akan berusaha menyita perhatian serta persetujuan budi maupun hati mereka yang menerima katekese bagi dirinya sendiri atau bagi pendapat-pendapat dan sikap-sikapnya sendiri. Setiap katekis hendaknya mendalami Sabda Allah yang disalurkan melalui Kitab Suci, Magisterium Gereja dan tradisi. Ia harus menjadi akrab mesra dengan Kristus dan dengan Bapa, dalam semangat doa, dan pengingkaran diri.

“Katekese akan selalu menarik isinya dari sabda Allah yang hidup dan diteruskan dalam Tradsisi dan Kitab Suci, karena Tradisi suci dan Kitab Suci membentuk suatu harta sabda Allahyang tunggal dan kudus, yang dipercayakan kepada Gereja” (CT 27). Mengutip Catechesi Tradendae, Petunjuk Umum Katekese menegaskan Sabda Allah sebagai sumber katekese, yaitu Sabda Allah yang diteruskan melalui Kitab Suci dan Tradisi Gereja yang hidup. Sabda Allah itu : direnungkan dan dimengerti secara lebih mendalam melalui persaan iman seluruh jemaat di bawah bimbingan Magisterium; dirayakan dalam Liturgi Suci; bersinar dalam kehidupan Gereja, dan diperdalam melalui riset teologis (PUK 95).

3.Prioritas tugas Berkatekese

Gereja dipanggil untuk menyediakan bagi katekese sumber-sumber dayanya yang terbaik, berupa personil/tenaga-tenaga yang berkompeten, yang memiliki iman dengan mengacu pada kesetiaannya kepada Allah.

4.Pendidikan Agama Katolik di PT Umum

Profil mahasiswa yang ingin diperoleh melalui perkuliahan agama Katolik adalah – seorang sarjana yang beriman kepada Allah menurut pola Yesus Kristus, dengan senantiasa mempertanggungjawabkan imannya dalam hidup menggereja dan memasyarakat. Untuk mencapai hal dimaksud, maka:

a) Dari segi materi perkuliahan agama katolik, hendaknya memenuhi suatu standar tertentu. Mahasiswa hendaknya memiliki pemahaman ajaran imannya yang pokok secara utuh dalam hidup nyata. Untuk mencapai komprehensivitas materi, hendaknya perkuliahan agama Katolik mencakup empat unsur, yakni: – dari pribadi (diri); – Yesus Kristus, – Gereja, dan – Masyarakat.

b) Kecuali komprehensivitas materi, perkuliahan agama harus memiliki relevansi bagi hidup nyata mahasiswa ialah kontekstualitas. Artinya perkuliahan agama menyentuh hidup nyata sehari-hari yang terkait dengan kehidupan masyarakat. Harapannya bahwa perkuliahan agama katolik senantiasa relevan/terbuka terhadap kondisi masyarakat.

c) Tujuan pendidikan agama katolik, tidak hanya berhenti pada penyampaian pengetahuan iman, tetapi pertobatan (metanoia). Dengan kata lain perkuliahan agama katolik ditujukan untuk membantu mahasiswa mampu, ulet dan cekatan dalam mengartikan dan menerapkan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Agar tujuan ini bisa dicapai, metode yang dipergunakan adalah disesuaikan dengan alam demokratis dan reformasi, yang memberi tempat bagi pelbagai aspirasi dan partisipasi mahasiswa. Maka hendaknya digunakan metode dialog partisipatif yang bersifat eksploratif. Dengan metode semacam ini diharapkan mahasiswa mampu menginterpretasi dan merencanakan apa yang diketahui tentang imannya dalam hidup nyata sehari-hari.

d) Visi PAK di PTU – Sarjana yang beriman kepada Allah menurut pola Yesus Kristus dengan senantiasa mempertanggungjawabkan imannya dalam hidup menggereja dan bermasyarakat secara rasional, kritis dan dinamis, terutama melalui keselarasan antara apa yang diketahuinya, dipikirkannya, dikatakannya.

e).Kurikulum PT berbasis kompetensi: Pengetahuan yang diperoleh seseorang tidak selalu membuat hidupnya sukses dan bermutu, tetapi kemampuan, keuletan dan kecekatan mencernakan dan menerapkan apa yyang diketahuinya dalam hidup nyata itulah yang membuat hidupnya sukses dan bermutu. Begitu juga dalam kehidupan beragama. Ia disebut beriman dan diselamatkan bukan karena apa yang ia ketahui tentang imannya, tetapi oleh penghayatan imannya, yaitu usaha untuk menggumuli, menginterpretasi dan menerapkan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. (Yak 2:26)

PAK bukan segala-galanya. Maka PAK perlu ditunjang dengan kegiatan ekstrakurikuler dari pastoral PT. Pengintegrasian katekese pendidikan agama dalam proses pembelajaran sebagaimana dalam psl 10 dan psl 11 Permen nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi menyangkut karekteristik proses pembelajaran yang terdiri atas: Sifat interaktif, Holistik, Integratif, Saintifik, Kontekstual, Tematik, Efektif, Kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa.

Catatan Kritis : Pengintegrasian Katekese di Pendidikan Tinggi 4.0 (Four Zero)
1) Apa dan Bagaimana metode pembelajaran agama Katolik yang dilaksanakan di PT? Apakah sesuai dengan harapan dan kurikulum PT saat ini?
2) Bagaimana paradigma para dosen PT menyikapi katekese? Apakah masih relevan dan kontekstual sesuai dengan kurikulum?
3) Pengintegrasian Katekese bukanlah hal yang mudah. Apa tantangan yang dihadapi dalam praktek katekese di PT?
4) Sebagai dosen/guru agama di PT umum, bagaimana paradigma Anda menyangkut pendidikan agama di zaman milenial 4.0 ini ?
5) Sebagai pendidik di PT Umum, Integritas keutuhan ciptaan selalu mengutamakan”memanusiakan manusia/humanistik” Bagaimanakah hal ini diterapkan dalam prioritas berkatekese?

Penutup
Berhasilnya katekese merupakan dan selalu akan menjadi karunia Allah, melalui karya Roh Bapa dan Putera. Katekese maupun evangelisasi tidaklah mungkin tanpa karya Allah yang bekerja melalui Roh-Nya. Campur tangan Allah membuat semua usaha mendatangkan buah berlimpah. “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan” (1Kor3:3-7) ***

RD. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr
Sekr. KOMKAT KWI

Catatan:
– Sifat interaktif – capaian pembelajaran lulusan diraih dengan mengutamakan proses interkasi dua arah antara mahasiswa dan dosen.
– Holistik – bahwa proses pembelajaran mendorong terbentuknya pola pikir yang komperhensif dan luas dengan menginternalisasi keunggulan dan kearifan local maupun nasional.
– Integratif – bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui rposes pembelajaran yang terintegrasi untuk memenuhi capaian pembelajaran lulusan secara keseluruhan dalam satu kesatuan program melalui pendekatan antardisiplin dan multidisiplin.
– Saintifik –bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pendekatan ilmiah sehingga tercipta lingkungan akademiki yang berdasarkan system nilai, norma dan kaidah ilmu pengetahuan serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kebangsaan.
– Kontekstual – bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan kemampuan menyelesaikan masalah dalam ranah keahliannya.
– Tematik – bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik keilmuan program studi dan dikaitkan dengan permasalahan nyata melalui pendekatan transdisiplin.
– Efektif – bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih secara berhasil guna dengan mementingkan internalisasi materi secara baik dan benar dalam kurun waktu yang optimum,
-Kolaboratif – bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran bersama yang melibatkan interaksi antar individu pembelajar untuk menghasilkan kapitalisasi sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
– Berpusat pada mahasiswa – bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan.
– Integral: Mengenai keseluruhannya (keutuhannya) jadi lengkap dengan bagian-bagiannya.
– Integrasi: Penyatuan supaya menjadi satu bulatan atau menjadi utuh.
– Integritas: kebulatan, keutuhan, kejujuran )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *