Renungan Hari Sabtu Pekan Biasa XXXIII
Bacaan:
Wahyu 11: 4-12
Lukas 20: 27-40
Kebangkitan pada zaman Yesus masih merupakan sebuah perdebatan dan perguncangan di mana-mana. Beda kelompok, beda pulah konsep tentang keselamatan. Orang Saduki sebagai bagian dari kelompok Yahudi memberi sikap yang tegas bahwa mereka tidak percaya pada kebangkitan. Untuk itu, mereka datang bertanya kepada Yesus dengan sebuah perandaian. Singkatnya, seorang perempuan mempunyai tujuh suami. Pada saat kebangkitan, siapakah yang menjadi suami dari perempuan itu?
Konsep yang diterapkan orang saduki, pada dasarnya bertolak dari pengalaman nyata duniawi, yang akan kesulitan dengan persoalan seperti ini. Jawaban Yesus mungkin berada di luar pemikiran mereka. Yesus mengatakan bahwa dalam alam kebangkitan tidak ada lagi ikatan-ikatan yang memisah-misahkan manusia, salah satunya adalah pernikahan. Dalam kerajaan surga, tidak ada yang menikah dan dinikahkan, atau tidak ada yang kawin dan dikawinkan. Semua orang hidup murni, bak malaikat yang tidak lagi membutuhkan kesenangan semata.
Dalam kenyataan kita sehari-hari, banyak kali kita mempertanyakan banyak hal perihal keagungan dan kebesaran Allah. Kita sepertinya menerapkan standar manusiawi kita pada yang ilahi. Padahal jika dilihat lagi, kita salah tempat. Allah dalam segala kemegahannya tidak bisa begitu saja disamakan dengan kehidupan manusia yang serba terbatas. Kalau kita tetap saja memaksakan maka jalan buntu yang kita jumpai. Namun demikian, hal ini juga tidak dimaksukan untuk menafikan semua hal pada wilayah Allah. Iman kita sebagai orang Kristiani juga perlu dipertanggungjawabkan. Iman juga perlu ditunjukkan dalam hidup nyata sehari-hari sehingga kehidupan kita menjadi saksi nyata kehadiran Kristus.
Perihal kebangkitan dapat dikatakan bahwa Kasih karunia Allah yang menyelamatkan umat manusia tidak bisa dibendung oleh apapun, termasuk oleh kematian. Kebangkitan Yesus menjadi jaminan bagi kebangkitan semua orang yang beriman Kepada-Nya untuk bersatu kembali dengan Allah dalam kemuliaan. Paulus mengatakan bahwa Yesus dibangkitkan sebagai yang sulung dari antara orang-orang mati (1 Kor 15:20; Kol 1:18). Kita percaya bahwa Dia yang telah membangkitkan Kristus yang kita imani akan membangkitkan kita pula untuk bersatu dengan Dia dan Kristus Putra-Nya. Secara singkat dapat kita katakana bahwa Yesus dengan kebangkitan-Nya membuka pintu kepada kebangkitan manusia. Dalam suasana kebangkitan itu pulah, konsep kita akan dunia tidak akan berlaku. Yang terjadi dan berlaku adalah aturan dan kemegahan Kerajaan Allah.
(Ignasius Lede)