Percikan Kisah dan Refleksi Hidup Katekis Akar Rumput (2): Margareta Lipat, “Katekis sebagai Saksi Iman dan Moral di Tengah Masyarakat”

lipat.jpg

“Dunia saat ini menawarkan begitu banyak kemewahan dan kenikmatan terlebih dengan teknologi yang modern dan serba canggih. Hal ini jika tidak diberi perhatian khusus maka akan membahayakan komunitas Gereja. Memang seharusnya dengan kemajuan teknologi dan lebih baiknya sarana dapat semakin mengembangkan kepribadian kita pula. Namun nyatanya banyak orang justru terperdaya dengan semua kemewahan itu dan tak jarang karena terlalu menikmati tawaran dunia mereka kehilangan jati diri mereka dan juga kerap kali iman justru mereka korbankan. Inilah yang menjadi keprihatinan. Disinilah peran awam Gereja harus mampu mengendalikan apa yang sudah terlanjur terjadi, dan berusaha untuk memperbaiki dan mencegah apa yang belum terjadi”. Selanjutnya ikutilah catatan refleksi dari Margareta Lipat, Katekis Paroki St. Antonius Padua Kalikasa, Keuskupan Larantuka yang ikut dalam pertemuan nasional Katekis pada bulan september 2015 silam.


Pada bulan September 2015 diselenggarakan Pertemuan Nasional Katekis yang ke-3 di Mutilan, Jogyakarta. Tema yang diangkat dalam Pernas Katekis ini adalah “Katekis sebagai saksi iman dan moral dalam keluarga”. Tema ini diangkat dengan maksud mengulas lebih jauh tentang pewartaan seorang katekis dan tantangan yang dialami dalam keluarga dan masyarakat yang digelutinya. Kegiatan akbar ini yang diharapkan adalah setiap katekis yang hadir menyampaikan sering tentang suka dan dukanya menjadi katekis di lapangan. Adapun harapan setelah terselenggaranya Pertemuan Nasional Katekis yang ke- 3 ini semua katekis kembali bersemangat dalam berkarya dan tetap membawa sukacita Injil (Evangeli Gaudium) di manapun mereka berkarya.
Ada tiga tugas besar dalam Gereja Katolik yang mesti dikembangkan, agar perkembangan dan pertumbuhan iman dan kuantitas umat Katolik di Indonesia dapat terlestarikan. Ketiga tugas tersebut menyangkut tugas pelayanan sakramental, tugas penggembalaan, dan tugas pewartaan. Penerapan dan pelaksanaan tugas di atas haruslah serentak dan terpadu, agar hasil yang diharapkan dapat secara maksimal dirasakan. Namun dari tiga tugas tersebut, ada satu tugas yang sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan iman dan kuantitas umat, yakni tugas pewartaan. Memang tak bisa dimungkiri bahwa tugas pelayanan sakramen menjadi inti pokok dari ajaran iman Katolik. Namun secara spesifik bila dalam situasi tertentu, tidak terlayani pelayanan sakramen, iman dan kuantitas umat bisa tetap terjaga, asal tugas pewartaan tidak terhenti.

Salah satu bidang pewartaan adalah sebagai ketekis. Paus Yohanes Paulus II dalam surat Ensikliknya, Redemptoris Missio, menyebutkan bahwa “Para Katekis adalah’ para pekerja yang khusus, para saksi iman yang langsung, para evangelis yang tak tergantikan, yang mewakili kekuatan dasar komunitas kristiani. Katekis adalah umat awam yang telah melalui pembentukan atau kursus dan hidup sesuai dengan Injil. Secara ringkasnya, katekis adalah seorang yang telah diutus oleh Gereja, sesuai dengan keperluan setempat, yang tugasnya adalah untuk membawa umat untuk lebih mengenali, mencintai dan mengikuti Yesus.

Dalam praktek, pada umumnya seorang disebut katekis karena dia memiliki pekerjaan yang khas yaitu mengajar agama walaupun sebenarnya dia juga harus bekerja di bidang pastoral lainnya. Pelayanan katekis memang tidak didasarkan atas tahbisan, namun pelayanannya bersifat fungsional, karena tujuan pelayanannya satu dan sama yaitu: membangun iman umat.

Sebagai katekis tidak lepas dari kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga, lingkungan maupun sebagai anggota gereja dan masyarakat. Mengingat keberadaan katekis di kalangan masyarakat dan umat beriman Katolik lainnya, sudah sepantasnya seorang katekis harus memenuhi beberapa kriteria atau persyaratan, dimana kriteria atau persyaratan tersebut bertujuan untuk menjamin kualitas hidup dan tugas perutusannya dengan baik dan penuh tanggung jawab, serta diharapkan dapat tampil sebagai sosok pribadi yang bermutu, baik menyangkut hidup rohani maupun pribadinya sehingga ia mampu membawa orang lain sungguh mengenal dan mengimani Yesus Kristus.

Dari uraian di atas maka seorang katekis harus memiliki Hidup rohani yang mendalam (doa, membaca kitab suci, devosi), memiliki nama baik sebagai pribadi dan keluarga (dalam hidup iman dan moral), diterima oleh umat (dapat diterima oleh umat di mana ia tinggal), mempunyai komitmen yang tinggi untuk mewartakan kabar gembira (dedikasi), mempunyai pengetahuan yang memadai (kitabsuci, moral, teologi, liturgy, dsb), mempunyai keterampilan yang cukup (yang diperlukan dalam proses pewartaannya).

Dalam upaya menghayati dan menyadari jati diri sebagai katekis, seorang katekis mampu mengembangkan semangat hidup yang dapat dijadikan tolak ukur tugas perutusannya, sebab katekis adalah orang beriman (dapat menjadi contoh orang beriman lainnya). Katekis mempunyai intimitas dengan yang ilahi (dengan memiliki hidup rohani yang mendalam). Katekis terbuka pada karya Roh Kudus (menyadari sepenuhnya bahwa dasar pertama dan utama kegiatan ini adalah Roh Kudus. Menyadari panggilan dan dan perutusannya (bersyukur karena merupakan panggilan dari Allah). Katekis adalah anggota keluarga (relasi dengan keluarga). Katekis adalah anggota umat (relasi yang baik dengan umat). Katekis adalah pribadi yang sederhana dan rendah hati (tidak sombong dan arogan). Katekis bersemnagat melayani (memiliki sikap dan semangat melayani seperti Yesus Kristus). Katekis rela berkorban (berkorban waktu, tenaga, kepentingan pribadi, keluarga, harta).

Bertolak dari uraian di atas, maka pada kenyataannya seorang katekis hidup ditengah komunitas masyarakat sehingga ia dapat merasakan apa yang terjadi ditengah masyarakat. Dalam tulisan saya ini, saya akan berbagi kisa sebagai seorang katekis di Paroki St. Antonius Padua Kalikasa dan mengulas lebih dalam tentang tugas dan juga tantangan yang dihadapi oleh katekis, serta juga aspek spiritualitas yang harus dijalani dan dihidupi seorang katekis.
Semoga sharing ini dapat berguna bagi semua pembaca dan secara khusus bagi pribadi katekis, agar dapat semakin semangat dalam mengembangkan usaha untuk menjadi katekis yang profesional sebagai saksi iman dan moral di tengah keluarga dan masyarakat.

1.Benarkah Katekis Sebagai Saksi Iman dan Moral di Tengah Keluarga dan Masyarakat…?

a.Katekis sebagai saksi iman dan moral di tengah keluarga

Keluarga memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan pembentukan karakter gerakan kristiani perdana. Gereja bertumbuh dan berkembang melalui pewartaan dalam keluarga. Perjanjian baru juga mengakui peran penting keluarga dalam memelihara iman. Diakui bahwa gereja yang hidup itu tumbuh dalam keluarga : dalam perjanjian injil di rumah-rumah (Kis.5:42) ; dalam baptisan (Kis. 16:15) dan dalam pemecahan roti (Kis. 2:46). Pewartaan Paulus di rumah-rumah keluarga memperlihatkan bahwa keluarga merupakan pendidikan yang pertama bagi anak-anak. Orang tua bertugas sebagai pembimbing utama tentang iman kristiani. Orangtua adalah agen utama dalam menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan anak-anaknya baik secara fisik, psikis, intelektual, iman dan moral.

Dunia saat ini menawarkan begitu banyak kemewahan dan kenikmatan terlebih dengan teknologi yang modern dan serba canggih. Hal ini jika tidak diberi perhatian khusus maka akan membahayakan komunitas Gereja. Memang seharusnya dengan kemajuan teknologi dan lebih baiknya sarana dapat semakin mengembangkan kepribadian kita pula. Namun nyatanya banyak orang justru terperdaya dengan semua kemewahan itu dan tak jarang karena terlalu menikmati tawaran dunia mereka kehilangan jati diri mereka dan juga kerap kali iman justru mereka korbankan. Inilah yang menjadi keprihatinan. Disinilah peran awam Gereja harus mampu mengendalikan apa yang sudah terlanjur terjadi, dan berusaha untuk memperbaiki dan mencegah apa yang belum terjadi.

Selain itu juga keluarga, dimana tempat awal menentukan iman itu berkembang. Keluarga adalah tempat utama terjadinya transfer ilmu atau pendidikan. Sehingga jika orangtua mampu mengajar yang baik maka, keluarga ini akan bertumbuih dengan baik pula karena sudah ada dasar yang kuat. Pasangan suami-istri membina anak untuk dapat menghayati hidup kristiani dan kerasulan. Orangtua harus bisa membantu mengarahkan dalam ia menentukan panggilan hidupnya siapa tahu ada panggilan suci didalamnya, maka itu harus senantiasa dikembangkan dan dibina.

Selain orang tua sebagai agen utama dalam kehidupan keluaraga tetapi gereja juga menyiapkan berbagai bidang kerasulan yang salah satunya adalah katekis. Katekis bagai keluarga dalam hal ini katekis melakukan pendampingan bagi keluarga-keluarga kristiani, serta membantu mereka untuk memperoleh sakramen-sakramen dari para imam. Ini diperuntukkan bagi orang dewasa pada kesempatan-kesempatan seperti permandian atau komuni pertama dari anak-anak mereka atau perayaan Sakramen Perkawinan.

Dengan kemajuan dunia saat ini, peran katekis semakin dibutuhkan. Tugas yang paling utama dari seorang ketekis adalah berusaha menuntun keluarga-keluarga katolik untuk semakin tumbuh dan berkembang dalam iman dan moral. Agar keluarga-keluarga Kristen dapat menerima keberadaan seorang katekis di tengah-tengah mereka maka seorang katekis harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang katekese, teologi, kitab suci, dan segala bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi. Sebagai saksi iman dan moral di tengah keluarga maka semua sumber pengajaran harus bersumber dari Sabda Allah dan terang Roh Kudus.

Berangkat dari pengelaman, katekis yang berperan sebagai saksi iman dalam keluarga maka hal yang paling utama dilakukan terhadap keluarga katolik adalah cara hidup dan kesaksian dari seorang katekis. Katekis tidak hanya menggunakan semua teori dan pembelajaran tetapi yang terpenting adalah kesaksian tentang pengharapan kristiani.

Sebagai saksi iman dan moral di tengah keluarga adapun hal yang saya temukan dalam keluarga-keluarga katolik yang ada di paroki St. Antonius Padua Kalikasa adalah kurangnya pendidikan iman bagi anak sejak usia dini dan seluruh anggota keluarga. Hal ini disebabkan oleh:

1)Rumah belum menjadi gereja kecil/ ecclesia domestika.
2)kurangnya perhatian dari orang tua soal iman dan moral anak. Orangtua sibuk dengan urusan pekerjaannya dan membiarkan anaknya larut dalam kemajuan zaman dan teknologi. Anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan menonton TV juga alat komunikasi yang lain.
3)Perkembangan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi menyebabkan banyak terjadi perselingkuhan. Hp membuat yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh sedakan pasangan yang ada di sampingnya diabaikan.
4)Ketidak harmonisnya hubungan suami istri yang berdampak pada anak, di mana anak dibiarkan terlantar.
5)Kurangnya penyampaian pendidikan yang bersifat esensial dalam hidup.
6)Kurangnya suasana kasih dalam keluarga.
7)Orang tua sebagai pemberi teladan dalam keluarga kurang sekali memberi teladan yang baik.
8)Doa bersama dalam keluarga hampir tidak dilaksanakan lagi.
9)Kurangnya keterlibatan katekis dalam pembinaan iman dan moral bagi keluarga-keluarga katolik.
10)Masih begitu banyak keluarga yang belum memaham pentingnya sebuah sakramen. Keluarga-keluaraga baru hidup tanpa ada ikatan sakramen perkawinan, sedangkan anak-anaknya dibiarkan hidup tanpa iman karena belum memperoleh sakramen permandian.
11) Kurangnya kesadaran anggota keluarga akan sakramen pengakuan atau sakramen tobat.
12) Lemanya ekonomi keluarga.

Dari semua penyebab di atas maka menjadi tantangan bagi katekis untuk bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagaimana orang-orang menyadari bahwa Allah tetap menjadi prioritas. Situasi zaman yang berubah-ubah ini juga menuntut katekis untuk selalu peka terhadap subjek yang dilayaninya. Metode apa yang harus ia gunakan agar pewartaannya dapat berhasil dan diterima. Katekis juga diharapkan selalu teguh agar dia tidak terlarut dalam persoalan-persoalan yang ia hadapi dan membuat dirinya kalut. Yang harus selalu dikedepankan adalah hati, kesabaran dan juga kerelaan untuk senantiasa melayani Kristus. Katekis harus bisa selalu mengolah rasa dan memotivasi diri.

Dalam menjalankan peran sebagai seorang katekis di tengah keluarga tentunya ada tantangan yang dihadapi. Tantangan- tangan itu seperti: Keluarga-keluarga yang bermasalah belum menerima katekis di dalam keluarganya. Mereka berpendapat katekis hanyalah manusia biasa yang tentunya tidak dapat melepaskan mereka dari kemelut keluarga. Banyak sekali orang tua yang tidak mau menyerahkan anaknya kepada para katekis untuk dibina imannya. Padahal selama ini hampir semua katekis adalah animator. Kehadiran katekis di tengah keluarga tidak dihiraukan karena semua anggota keluarag lebih sibuk dengan urusannya masing-masing.

b.Katekis sebagai saksi iman dan moral di tengah masyarakat

Dewasa ini masyarakat kita dihadapkan pada kemajuan cara berpikir, cara bertindak, dan berbagai bentuk perubahan seperti pada bidang teknologi dan komunikasi. Dengan kemajuan ini membawa berbagai perubahan perilaku, sikap, moral dan tata budaya. Perubahan yang besar ini juga berpengaruh pada kehidupan menggereja. Jika kita amati sekarang ini, kehidupan masyarakat dalam bidang agama mengalami perubahan dan pergeseran yang sangat besar. Moral dan iman umat tidak lagi menjadi kebanggan.

Dengan bertolak pada kenyataan saat ini, maka peran seorang katekis semakin dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai umat kristen, Katekis harus memiliki kesadaran dan keyakinan dasar bahwa suksesnya usaha pembangunan masyarakat, tidak dapat terlepas dari kesatuan antara kita dengan Tuhan dalam Kristus. Dengan dijiwai semangat injil, kita sebagai umat kristen yang hidup di dalam masyarakat yakni bahwa tugas yang diberikan kepada kristus oleh Bapa-Nya untuk menggembalakan umat manusia menjadi umat Allah yang bahagia dan sejahtera, dilaksanakan dan dilanjutkan melalui usaha kita sendiri oleh bimbingan Roh Kudus. Kegiatan dan kesejahteraan sejati tercapai bukan hanya melalui usaha manusia belaka, melainkan melalui usaha-usaha pengembangan seluruh pola kehidupan manusia, termasuk keyakinan dasarnya yang bersifat spiritual. Guru agama sebagai pembimbing umat, dalam tugas pembangunan masyarakat ini bertindak sebagai animator, artinya bahwa selain ikut melibatkan diri secara langsung dengan keyakinannya ia menjiwai seluruh kehidupan umat untuk berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat. Guru agama dalam kedudukan dan fungsinya mempunyai tanggung jawab untuk membawa umat ke arah tujuan hidup masyarakat, dengan menyadarkan dan membimbing mereka untuk membangun kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat di sekitarnya.

Untuk menyikapi situasi kehidupan menggereja masyarakat khusus masyarakat dalam sebuah paroki maka di paroki St. Antonius Padua Kalikasa dibentuknya kelompok bina iman bagi anak-anak seperti SEKAMI, SEKAR, kelompok putra/ putri altar, sedangkan bagi umat basis selalu diadakan doa bersama dalam sebuah komunitas basis, katorde, juga pembekalan bagai umat sebelum menerima sakramen.

Meskipun begitu banyak kagiatan yang dilakukan oleh katekis namun masih saja ada begitu banyak persoalan dan tantangan yang dihadapi. Sebagai seorang katekis di tengah masyarakat tentunya saya tidak luput dari tantangan sebagai katekis, apalagi kondisi umat yang kian hari kian berbuah dan berkembang sesuai dengan situasi sama. Tantangan-tantangan itu seperti,

1) Tantangan dari dalam diri agen pastoral
-Kurangnya dukungan dari pastor paroki, pengurus dewan pastoral paroki juga pengurus dewan stasi setempat dalam berbagai kegiatan yang dicanangkan oleh para katekis .
-Kurangnya dukungan finansial dari paroki sehingga banyak kagiatan yang dilakukan oleh katekis terhambat bahkan tidak dapat terlaksana.
-Kurangnya buku panduan katekese dari keuskupan.
-Sering terjadi keterlambatan informasi dari keuskupan dan paroki kepada katekis seputar agenda kegiatan juga rencana keja gereja yang melibatkan para katekis.
-Kurangnya tenaga ketekis di paroki-paroki.
-Masih ada katekis yang belum secara sungguh-sunggu menjalankan peran dan tugasnya. Mereka masih terbuai dengan kesibukan- kesibukan pribadi.
-Kurangnya kerjasama antara sesama kateiks. Hal ini merupakan faktor yang paling sulit untuk dicapai karena masih ada katekis yang mau menang sendiri dan tidak mau bekerja sama dalam tim.

2) Tantangan dari masyarakat
-Banyak umat Katolik yang tidak sungguh- sungguh mengenali imannya, menjadi tantangan bagi kita untuk memperbaiki proses katekese di dalam Gereja Katolik
-Pemahaman tentang pentingnya sakramen semakin memudar hanya karena lebih sibuk dengan urusan pesta dan bersenang-senang.
-Penerimaan sakramen permandian bagi anak-anak selalu terhalang karena ketidakharmonisan hubungan dengan sesama dan keluarga.
-Masih terlalu banyak pasangan yang hidup bersama tanpa ada ikatan sakramen pernikahan karena terhalang urusan adat. Ketika katekis mendekati untuk mengarahkan dan membagi pengalaman kepada pasangan-pasangan ini mereka malahan membanta kalau skramen pernikahan itu bagian kecil dari adat perkawinan budaya mereka.
-Kebiasaan malaukan pesta secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan keadaan ekonomi rumah tangga demi gengsi semata, namun pada akhirnya hidup dililit utang piutang sehingga banyak anak terlantar dan tidak mengenyang pendidikan.
-Tingkat perantauan yang masih tinggi shingga berdampak pada kesenjangan sosial.
-Semakin kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kehidupan spiritual. Agama bukan lagi sebuah kebutuhan .
-Kurangnya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan gerejani seperti, bulan kitab suci, kegiatan perayaan-perayaan besar keagamaan bahkan kegiatan misa atau ibadat pada hari minggu.
-Penyakit-penyakit sosial seperti, kemalasan, pencurian, kecemburan sosial yang tinggi sehingga masyarakat yang lain enggan untuk berkembang.

2.Catatan lepas

Begitu banyak ulasan yang sudah saya seringkan kepada kita semua seputar katekis dalam tugas pewartaan. Adapun tantangan-tantangan yang selalu dihadapi seorang katekis sebagai saksi di tengah keluarga dan masyarakat. Dengan momen pertemuan Nasional katekis ke-3 di Jogyakarta ini tentunya kita semua menginginkan dan menghendaki agar ke depan katekis semakin handal dalam pewartaannya demi pengembangan gereja. Katekis tetap menjadi agen pastoral tetap membawa sukacita Injil (Evangeli Gaudium) di manapun mereka berkarya.

Olehnya sebagai seorang katekis lapangan yang berkarya di paroki, ijinkan saya untuk menyampaikan beberapa saran lepas demi perkembangan gereja umumnya dan katekis khususnya.
-Gereja harus lebih terbuka terhadap semua persoalan yang dihadapi oleh umat baik dalam keluarga maupun masyarakat.
-Kegiatan yang bersifat rohani seperti katorde, sekami, sekar, bulan kitab suci dan jenis kegiatan lainnya harus terus di rancang oleh para katekis dan dilaksanakan demi peningkatan iman umat.
-Berbagai organisasi gerejani seperti Santa Ana, legio Maria, OMK, Sekami, Sekar, Konferia harus tetap di kembangkan agar umat dapat tertarik dan bergabung di dalamnya.
-Peningkatan kerjasama antara pastor , dewan pastoral paroki, dewan pastoral stasi dengan para katekis. Juga peningkatan kerja sama antara sesame katekis.
-Pengembangan buku-buku seputar bahan katekese harus dijalankan sebagai bahan tambahan bagi para katekis.
-Komunitas OMK atau pasangan muda juga dapat disemangati dengan katekese tentang pendalaman iman Katolik. Selanjutnya, kelompok ini dapat didayagunakan untuk juga menjadi para guru Bina Iman Anak dan Remaja. Jika memungkinkan, dipupuk juga pelatihan OMK untuk menjadi kelompok yang berguna bagi kegiatan membangun kehidupan menggereja.

Beberapa pikiran sederhana sebagai catatan lepas saya ini, semoga dapat berguna bagai gereja kita. Mari dengan semangat sukacita injil kita siap menjadi katekis yang berguna di mata Tuhan dan sesama. Apapun tantangan yang kita hadapi sebagai seorang saksi di tengah keluarga dan masyarakat kita tetap yakin bahwa Tuhan senantiasa bersama kita karena sumber utama pengajaran kita adalah Roh Kudus. Amin .

Margareta Lipat, S.Pd, Katekis Paroki St. Antonius Padua Kalikasa, Lembata, Keuskupan Larantuka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *