Renungan Hari Minggu Biasa XV: Diutus Untuk Mewartakan Khabar Gembira

Yesus-bicara-dengan-Muridnya.jpg

Bacaan I : Amos 7:12-15
Bacaan II : Ef 1:3-14
Bacaan Injil : Mrk 6:7-13

Bibi Sofi adalah seorang wanita petugas kebersihan di sebuah toko souvenir. Ia baru saja dibaptis menjadi katolik. Tetapi dia sangat bersemangat untuk berbicara tentang Tuhan kepada siapa saja yang ia jumpai. Matanya sudah agak rabun, sehingga kadang kala ia berbicara kepada patung-patung kayu yang banyak terdapat di toko itu. Pada suatu saat ia ditertawakan oleh palayan-pelayan toko yang lain ketika ia berbincang-bincang tentang Tuhan di depan sebuah patung kayu. Bibi sofi tidak tersinggung, ia hanya berkata: “mungkin saya sudah berbicara tentang Tuhan di depan sebuah patung kayu. Mata saya sudah rabun. Tetapi berbicara tentang Tuhan kepada sebuah patung kayu tidak seburuk orang katolik yang bersikap seperti patung kayu, yang tidak pernah mewartakan dan memberi kesaksian tentang kebaikan Tuhan kepada orang lain!”

***
Dalam injil hari ini kita mendengar bagaimana Yesus mengutus kedua belas rasul untuk pergi mewartakan khabar baik Kerajaan Allah kepada orang-orang di desa-desa dan kota lain, sesudah Ia ditolak di kampung halaman-Nya sendiri. Nazareth.

Rupanya sudah semenjak masa sebelum Paskah Yesus telah menyuruh kepada kedua belas rasul-Nya untuk menjalankan karya misioner, mewartakan khabar gembira-Nya. Dengan memilih dan mengutus kedua belas rasul ini Kristus telah meletakkan dasar bagi pembangunan umat Allah eskatologis, juga fondasi bagi umat Israel baru, yaitu gereja!!

Selanjutnya disini nampak kehendak Allah, bahwa manusia harus mengambil bahagian dalam karya penyelamatan Allah. Ajaran-Nya harus diwartakan dan diteruskan. Para pewarta Khabar Gembira harus berjiwa tanpa pamrih, penuh semangat kerendahan hati dan kesederhanaan. Mereka tidak boleh membawa apa-apa, selain tongkat dan sepasang sendal. Tidak boleh membawa “uang” dan baju lebih dari sehelai. Dan mereka harus berjalan berdua-dua untuk saling memberikan kekuatan dan hiburan, sebab mereka akan menemui banyak tantangan. Apa lagi khabar gembira yang mereka bawakan melulu merupakan tawaran, walaupun menyangkut keselamatan dan perlu ditanggapi selekas mungkin. Pewartaan dan kesaksian tentang khabar gembira ini tidak boleh dinodai oleh cara yang tercemar, baik oleh paksaan atau pun akal bulus!

Pewartaan kristiani berwujud suatu undangan bebas. Paksaan dan “bujukan” merugikan pewartaan Khabar Gembira itu sendiri.

***
Selain bahwa pewartaan kita harus sederhana dan simpatik, rupanya pewartaan kita di negeri yang sangat majemuk kebudayaan dan kepercayaan ini, hendaknya lebih merupakan pewartaan dalam bentuk kesaksian hidup. Kata orang pengajaran itu mengajar, tetapi teladan hidup itu menarik.

Diceriterakan bahwa pada suatu hari di tahun 1953, para petinggi pemerintahan dan wartawan berkumpul di stasiun Kereta Api Chicago untuk menantikan seseorang yang rupanya sangat penting. Yang mereka nantikan adalah Dr. Albert Schweitzer, peraih hadiah Nobel perdamaian tahun 1952.

Tepat waktu peraih hadiah Nobel itu muncul, segera para wartawan sibuk memotretnya. Para petinggi berjabat tangan dengan beliau. Dengan ramah Dr. Albert Schweitzer menyambut ucapan selamat mereka dan mengucapkan terima kasih. Namun tiba-tiba ia meminta permisi sebentar, menerobos kerumunan orang banyak, dan melangkah dengan cepat untuk menemui seorang wanita kulit hitam yang sudah sangat tua dan yang sedang bersusah payah menyeret dua kopernya. Peraih Nobel itu kemudian mengangkut koper-koper tadi, tersenyum dan menuntun wanita tadi ke sebuah bus. Setelah menolong wanita tua itu, ia mengucapkan selamat jalan kepadanya, mengharapkan selamat dalam perjalanan.

Sementara itu kerumunan orang tetap mengikutinya sambil terkagum-kagum. Ia menoleh kepada para penjemputnya dan meminta maaf, karena para penjemput terpaksa menunggu.

Seorang dari panitia penjemputan berkata kepada seorang wartawan: “Kali ini saya melihat sebuah kotbah berjalan!”

Kita, orang-orang kristen, harus bersifat misioner seperti Yesus dan murid-muridNya. Kita pun harus mempunyai minat untuk pergi dan mencari mereka yang membutuhkan bantuan kita, jasmani dan rohani. Kita harus secara aktif membawakan semangat Yesus Kristus, cara hidup-Nya yang membebaskan orang dari kekuatan jahat, dosa dan pelbagai paksaan hawa nafsu.

********
Sumber: Buku Homili Tahun B- Komisi Kateketik KWI oleh Rm. Yosef Lalu, Pr

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *