Renungan Hari Minggu Paskah II: Berbahagialah Yang Tidak Melihat Namun Percaya

tomas.JPG

Bacaan I : Kis 4:32-35
Bacaan II : Yoh 5:1-6
Bacaan Injil: Yoh 20:19-31

Seorang murid Kong Hu Cu pernah bertanya kepada gurunya: “Manakah hal-hal yang paling pokok untuk suatu kepemimpinan yang baik”.
Beliau menjawab: “Makanan yang cukup, senjata yang memadai dan kepercayaan dari rakyat yang dipimpin”. Murid itu bertanya lagi: “Sekiranya guru harus melepaskan salah satu dari tiga hal pokok itu, mana yang guru akan lepaskan?”

Sang guru menjawab: “Senjata!”

Lalu muridnya terus mengejar dengan pertanyaan berikutnya: “Seandainya guru harus melepaskan lagi dari dua hal pokok yang tersisa itu, mana yang guru akan lepaskan?”
Kong Hu Cu menjawab: “Makanan! Tanpa makanan memang orang akan mati, tetapi kematian sudah menjadi nasib manusia!”
Si murid bertanya lagi: “Mengapa kepercayaan harus dipertahankan?”
Kong Hu Cu menjawab: “Sebab tanpa kepercayaan, kepemimpinan tak berjalan semestinya lagi!”

Kepercayaan perlu dalam kepemerintahan suatu negara. Kepercayaan dibutuhkan dalam kehidupan suatu keluarga. Kepercayaan diperlukan dalam pergaulan antara manusia. Tanpa kepercayaan itu pergaulan suatu komunitas manusia bisa hancur berantakan.

***
Dalam Injil hari Minggu ini kita mendengar bagaimana Yesus menuntut kepercayaan dari murid-muridNya. Apalah arti kepemimpinan dan relasi Yesus Kristus dengan murid-muridNya tanpa kepercayaan itu.

Kalau kita membaca Injil dengan teliti maka akan nyata betapa sering dan betapa mendesaknya Yesus menuntut kepercayaan itu dari pengikut-pengikutNya. Rasanya Yesus lebih banyak kali berbicara tentang kepercayaan atau iman daripada tentang cinta kasih. Kepercayaan kepada Yesus dan Bapa-Nya itu menyelamatkan. Kepercayaan kepada Tuhan berarti berpasrah kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dalam hidup ini. Siapa yang mengandalkan Tuhan, memang tidak akan kecewa, akan terselamatkan.

Dalam Injil hari ini kita melihat bagaimana Yesus yang telah bangkit menuntut dari para murid-Nya supaya mereka tetap percaya kepada-Nya, dan kehadiran-Nya, walaupun Ia hanya akan hadir beserta mereka melalui Roh-Nya. Ia mencela Thomas yang kurang percaya, yang menuntut penampakan Tuhan bagi dirinya, “Hai Thomas, karena melihat Aku, engkau percaya!” Selanjutnya Ia memuji orang yang percaya kepada-Nya tanpa meminta suatu penampakan. “Berbahagialah yang tidak melihat, namun percaya”. Percaya selalu berarti pasrah kepada Tuhan tanpa banyak tuntutan.

Apa yang dialami para rasul merupakan pengalaman yang hanya terjadi satu kali saja dan sangat istimewa. Kita tidak boleh menuntut penampakan dari Tuhan lagi. Kita tidak boleh lagi mendasarkan iman kita pada kesempatan melihat dan meraba Kristus secara inderawi. Tetapi kita percaya Ia tetap dan selalu hadir di tengah-tengah kita melalui Gereja dan Sakramen-sakramenNya. Iman kita tidak boleh didasari pada penampakan-penampakan lagi. Para rasul pun mengakui terus terang bahwa mereka mengenal Kristus kembali bukan berdasar atas kesanggupan inderawi mereka. Kristus tetap tidak dikenal mereka yang tidak diberi rahmat untuk dapat mengenal dan melihat. Hanya bila Kristus memberikan kemampuan untuk melihat, barulah dapat melihat. Tetapi kita tidak perlu meminta kesempatan yang istimewa itu dan rupanya tidak perlu, karena Yesus berkata: “Berbahagialah yang tidak melihat, namun percaya”.

Pada saat ini cukup banyak umat kita sepertinya tergila-gila dengan pelbagai mukjizat penampakan. Iman yang berdasarkan mukjizat dan penampakan sebenarnya bukan iman lagi!nn.

Sumber: Buku Homili Tahun B, Komkat KWI, ditulis oleh Rm. Yosep Lalu, Pr,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *