Egoisme antaragama yang menyebabkan terjadinya gesekan disebabkan karena sistem pendidikan di Indonesia hanya mengajarkan pendidikan agama semata dan membuang pendidikan Pancasila. Direktur Eksekutif, Reform Institute, Yudi Latif, mengatakan ini adalah kesalahan dari era Reformasi yang tidak memberikan pendidikan Pancasila kepada para siswa. “Kecelakaan Reformasi adalah pendidikan agama diberikan, tapi pendidikan Pancasila tidak diberikan. Maka masuklah misionaris-misionaris menjemput bola ke sekolah menengah yang misionaris ini militan semuanya, sehingga pasokan moral hanya pasokan moral privat, pasokan moral publik sama sekali tidak ada,” kata Yudi dalam seminar bertajuk “Pemimpin Nasional 2014″ di Auditorium Adhiyana, Wisma Antara, Jakarta, Kamis (25/9/2014). Menurut Yudi, sekolah seharusnya tidak hanya memberikan pendidikan bahwa para siswa hidup di negara yang majemuk yang penduduknya menganut berbagai macam agama. Oleh karena itu, ketika keluar dari komunitasnya dan menuju ruang publik, para siswa tersebut tidak kaget ketika menemui teman-temannya menganut agama yang berbeda dengan mereka. Yudi menekankan pendidikan agama yang diberikan sekolah adalah soal etika. Pendidikan agama di sekolah tidak lagi mengajarkan bagaimana salat atau yang lainnya. Ia mengatakan bahwa pendidikan tersebut telah selesai didapatkan siswa dari surau atau masjid. “Tapi di Indonesia ini memang agak masalah guru-guru agama disuplai oleh kementerian agama yang barangkali juga tidak selalu sejalan dengan misi pendidikan kementerian pendidikan. Itu dua hal yang harus dipertemukan,” kata Yudi. (tribunnews.com/ucan-indonesia)