oleh Stefanus Tay & Ingrid Tay [Hari Minggu Palma: Mat 21:1-11; Yes 50:4-7; Flp 2:6-11; Mat 26:14-27:66] Di Minggu Palma ini, kita merenungkan bahwa kerendahan hati sungguh menjadi kunci untuk senantiasa berada bersama-sama dengan Kristus. Seminggu sebelum Paskah, Gereja Katolik memperingati Minggu Palma – yaitu peringatan akan Kristus yang memasuki pintu gerbang Yerusalem dengan mengendarai seekor keledai. Kejadian ini bukanlah kejadian yang sepele, karena ini merupakan penggenapan misteri Sang Mesias, yang telah dinubuatkan di dalam Kitab Zakharia, “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” (Zak 9:9; Mat 21:5). Nubuat ini umum diketahui oleh semua orang Yahudi – baik ahli Farisi maupun rakyat jelata – sehingga ketika Yesus masuk ke pintu gerbang Yerusalem dengan mengendarai keledai, penduduk Yerusalem menyambut-Nya dengan berkata, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!” (Mat 21:9). Namun sayangnya orang-orang yang mengelu-elukan Yesus ini, beberapa hari kemudian berbalik menghujat-Nya dengan berseru, “Salibkanlah Dia!” Betapa kita perlu merenungkan hal ini, agar kita tidak jatuh dalam kesalahan yang serupa, yaitu sepertinya dengan mudah memuji Tuhan Yesus, namun juga dengan begitu mudah menghujat dan menyalibkan Dia dengan dosa-dosa kita.
“Gerbang” dan “keledai” dalam peristiwa Minggu Palma dapat menjadi dua kata kunci yang menjadi gambaran kerendahan hati, yang menghantar kita untuk senantiasa berada bersama-sama dengan Kristus. Langkah awal yang perlu kita lakukan adalah membuka pintu gerbang hati kita. Kitab Mazmur menuliskan, “Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!” (Mzm 24:7) Mari, di hari Minggu Palma ini, kita membuka pintu hati kita agar Kristus dapat masuk dengan bebas ke dalam hati dan kehidupan kita, sehingga kita dapat mengalami kasih-Nya yang sungguh luar biasa, yang telah dibuktikan-Nya dengan kerelaan untuk menderita dan wafat bagi kita. Membuka pintu hati juga berarti kesediaan kita untuk bertobat dalam Sakramen Tobat. Kita membuka pintu hati sebagai tanda kepercayaan kita akan penyelenggaraan tangan Allah dalam kehidupan kita, agar Kristus sendiri dapat membentuk kehidupan kita seturut kehendak-Nya.
Ya, di Minggu Palma ini, kita diajak untuk menyambut Kristus dan membiarkan diri kita dipimpin oleh-Nya. Kita juga diingatkan bahwa sikap yang terbaik untuk membiarkan diri dipimpin oleh Tuhan adalah sikap yang mau tunduk kepada-Nya, seperti keledai itu yang ditunggangi oleh Kristus. Kristus tidak memilih kuda yang gagah perkasa, namun seekor keledai yang lemah. Jadi, kalau kita mau agar Kristus tetap tinggal di dalam diri kita dan memimpin hidup kita, kita perlu menyadari kelemahan kita dan bersedia untuk mengikuti kehendak-Nya. Di masa Prapaska ini, kita diingatkan bahwa kita hanyalah debu di alas kaki Tuhan. Ini mengingatkan kita bahwa kita ini sungguh kecil di hadapan Allah, dan tak ada sesuatu yang pantas kita sombongkan di hadapan-Nya. Namun, walaupun kita hanyalah mahluk yang lemah, Tuhan Sang Pencipta langit dan bumi justru rela mengorbankan Putera-Nya yang terkasih untuk menderita dan wafat bagi kita, supaya kita memperoleh kehidupan yang kekal. Menjelang Pekan Suci ini, kita diingatkan bahwa segala sesuatu yang baik yang ada pada kita, semuanya adalah pemberian Allah. Segala keberhasilan di dalam kehidupan kita – baik dalam keluarga, pekerjaan dan pelayanan janganlah membuat kita jatuh dalam dosa kesombongan. Karena sikap sombong semacam itu, ibaratnya adalah seperti keledai yang ditunggangi oleh Yesus, yang merasa bahwa semua orang bersorak-sorai dan mengelu-elukan dia karena kehebatannya, tanpa menyadari bahwa sesungguhnya orang-orang itu mengelu-elukan Tuhan Yesus. Jadi, memasuki Minggu Pekan Suci, mari kita merendahkan diri di hadapan Allah yang Maha Tinggi, dengan sikap jujur mengakui bahwa kita ini bukan apa-apa di hadapan-Nya namun Allah adalah segalanya bagi kita.
Tuhan Yesus, pada saat ini, aku mau membuka pintu hatiku lebar-lebar bagi-Mu. Bertahtalah dalam hatiku dan kehidupanku. Bantulah aku untuk melihat bahwa aku hanyalah seekor keledai yang Engkau tunggangi untuk menyatakan kemuliaan-Mu.
Oleh Stefanus Tay & Ingrid Tay on Apr 8, 2014 • Embun-Minggu
Sumber: http://www.Katolisitas.org