KATEKESE UMAT DAN KERAJAAN ALLAH
(PKKI VI: Wisma Samadhi, Klender-Jakarta, 1996)
PKKI VI berbicara tentang “Menggalakkan (Visi dan) Karya Katekese di Indonesia”.Ada banyak hal pokok yang dibicarakan dan dibahas dalam pertemuan itu. Berkaitan dengan Katekese Umat, PKKI VI menyoroti tiga topik utama:
A.Katekese yang membangun Jemaat dengan Orientasi Kerajaan Allah
B.Kitab Suci dalam KU-ANSOS
C.Spiritualitas dan Ketrampilan Katekis untuk KU-ANSOS
A.KATEKESE YANG MEMBANGUN JEMAAT DENGAN ORIENTASI KERAJAAN ALLAH
1.Situasi, Jemaat dan Kerajaan Allah
Katekese Umat bertitik tolak dari situasi kongkrit yang dihadapi.Karena itu, pada PKKI VI ini, para peserta juga diajak untuk melihat perkembangan masyarakat saat ini.Dirasakan bahwa kemajuan sungguh merupakan anugerah bagi manusia, karena dalam perkembangan jaman ini, manusia semakin mampu menampilkan jatidirinya sebagai makhluk yang otonom.Namun situasi saat ini juga ditandai dengan hal-hal yang memprihatinkan. Arus globalisasi yang begitu kuat membuat orang hanyat dalam budaya massa, yang seringkali tidak memungkinkan kelompok kecil untuk menentukan sikapnya. Konsumerisme yang ditawarkan oleh dunia yang menekankan pembangunan ekonomi, mengubah tata nilai dalam kehidupan masyarakat.Sementara itu, masyarakat juga mengalami ketidak pastian dengan mengalirnya arus informasi yang kadangkala tidak selalu menyampaikan kebeneran.Tindakan-tindakan ketidakadilan dan pelecehan hak-hak azasi manusia merebak dimana-mana.Akibatnya, hubungan antar anggota masyarakat juga diwarnai oleh semangat saling curiga, dan masing-masing mencari keselamatan kelompok sendiri.Dalam suasana seperti ini agama ditantang untuk membantu umatnya dalam bersikap dalam masyarakat saat ini.Agama ditantang untuk menyampaikan suara kenabian di tengah masyarakat. Namun tidak jarang, agama justru menjadi sumber perpecahan dan kecurigaan satu sama lain, karena keterkaitan agama dengan kepentingan-kepentingan tertentu serta munculnya aliran-aliran fundamentalis.
Dalam suasana tersebut, muncul pertanyaan: jemaat macam apa yang dibangun? Para Uskup Asia menyatakan bahwa jemaat di Asia perlulah membangun dialog dengan budaya setempat, dengan agama-agama dan dengan masyarakat, khususnya mereka yang miskin dan menderita (Bdk. FABC I). Dalam situasi masyarakat dewasa ini, dialog dengan mereka yang miskin dan menderita merupakan pilihan utama.Jemaat tidak hanya terpanggil untuk berbela rasa dengan mereka yang miskin dan menderita, tetapi ikut bersama mengatasi masalah-masalah kongkrit yang mereka hadapi.Karena itu, model jemaat yang dipilih ialah jemaat yang mengabdi pada Kerajaan Allah.Artinya, sebagaimana Yesus sendiri menjadikan Kerajaan Allah sebagai pusat pewartaan-Nya, jemaat masa kini dipanggil untuk menjadikan nilai-nilai Kerajaan Allah hadir dalam masyarakat masa kini.Dalam jemaat semacam ini, persaudaraan dan kesederajadan antar anggota dijunjung tinggi, sehingga pola pelayanan di bangun dengan melibatkan banyak pihak serta memberi kesempatan tumbuhnya macam-macam charisma.Kegiatan jemaat di tengah dunia.Jemaat dipanggil untuk menyuarakan kebenaran ditengah-tengah kehidupan, jemaat dipanggil untuk membela nilai-nilai kemanusiaan yang pada masakini seringkali dilecehkan.Keterlibatan jemaat terhadap masalah-masalah masyarakat merupakan wujud kongkrit kehadiran Kerajaan Allah di dunia.Dalam rangka mewujudkan cita-cita ini kesaksian hidup jemaat serta professional para pelayan sangat menentukan.Sementara itu, jemaat perlu terbuka terhadap bimbingan roh, serta mau berdialog dan bekerjasama dengan semua orang. Jemaat semacam ini paling mungkin ditampilkan dengan anggota-anggota masyarakat yang lain, sehingga membentuk suatu kelompok basis manusiawi.
Dalam usaha membangun jemaat semacam itulah, katekese umat mendapatkan tempatnya.KU, terutama melalui metode analisa social bertugas membawa jemaat dalam mewujudkan gambar jemaat yang dicita-citakan tersebut.
2.Jemaat yang dicita-citakan
Telah banyak kegiatan, khusus kegiatan Katekese Umat, yang dibuat untuk membangun jemaat. Para peserta mau merefleksikan: Apakah semua kegiatan katekese itu sungguh membangun jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah. Pergumulan ini membawa peserta kepada kesadaran dan tekad untuk membuat katekese yang lebih membangun jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah itu.
a.Membangun persekutuan dalam jemaat
Berpangkal dari pengalaman berkatekese, khususnya melalui katekese umat, peserta merefleksikan apakah kegiatan tersebut sungguh membangun jemaat. Ciri-ciri jemaat yang dicita-citakan adalah sebagai berikut:
1)Jemaat yang dicita-citakan adalah jemaat yang mengikuti semangat Kristus: Hal ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: pertama, jemaat tersebut akrab dengan bapa, dalam arti beriman dan mengandalakan Allah dalam arti sluas-luasnya; kedua, jemaat tersebut merupakan jemaat yang terbuka, yang merangkul semua suku, budaya dan strata social, sehingga sungguh merupakan persekutuan yang mengatasi sekat-sekat pengkotak-kotakan.
2)Jemaat yang sungguh menjadi “jemaat setempat”. Dengan demikian jemaat merupakan jemaat yang kontekstual, jemaat yang terinkulturasi pada kebudayaan setempat serta berorientasi pada praksis dan mempunyai horizonnya sendiri.
Atas dasar gambaran jemaat yang dicita-citakan itu, disadari bahwa usaha-usaha katekse yang dijalankan sudah mengarah pada pembangunan jemaat yang dicita-citakan. Namun diraskana bahwa usaha tersebut masih dihambat oleh adanya pelbagai kendala berikut ini:
1)Bnayak anggota jemaat yang belum menyadari dan menghayati tempat dan peranannya:
•Masih ada kaum hirarki, khususnya para imam, yang berperilaku berlebihan dalam kehidupan berjemaat, sehingga melemahkan partisipasi kelompok umat lain.
•Para katekis dirasakan kurang berinisiatif, kadangkala tercipta relasi yang kurang serasi dengan para pastor. Para pemimpinini kadangkala sulit untuk dijadikan panutan dan inspiratory dalam membangun jemaat.
•Umat awam sering terlalu mengagung-agungkan para imam dan menyudutkan para katekis. Sikap-sikap yang tidak proposional itu tentu sulit untuk membangun jemaat yang dicita-citakan.
2)Katekese kita mungkin kurang inkulturatif, sehingga bisa mengakibatkan sikap yang mendua (dualism) pada umat dalam kehidupan beriman. Sangat mencolok misalnya dalam perayaan dan penghayatan kehidupan perkawinan.
b.Membangun jemaat yang “berorientasi pada Kerajaan Allah”
Jemaat yang dicita-citakan ialah jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah.Kerajaan Allah dimengerti sebagai Allah yang meraja. Allah mulai bertindak, mencintai manusia secara radikal: menyembuhkan, membebaskan… menyelamatkan manusia. Terhadap karya Allah tersebut, manusia “boleh” beriman, bersandar pada Allah secara radikal.Dengan demikian, situasi dunia dirasapi oleh nilai-nilai Kerajaan Allah.
Jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah hadir di dunia bukan bagi dirinya, tetapi bagi dunia.Jemaat dipanggil untuk melanjutkan obsesi dan perjuangan Kristus yaitu membangun Kerajaan Allah. Adapun ciri jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah adalah sebagai berikut:
1)Jemaat bersandar pada Allah, Bapa semua umat manusia. Allah sungguh Bapa, semua umat manusia adalah anak-anakNya, seperti yang diwartakan oleh Yesus Kristus yang adalah tanda nyata dari kepenuhan Kerajaan Allah itu.
2)Karena semua adalah anak-anak Allah, maka setiap orang hendaknya saling menghormati otonomi sesamanya. Semua orang berhak untuk diperlakukan sebagai saudara/partner yang sederajat. Bukan saja sesame patut dihargai, tetapi juga seluruh lingkungan hidup kita. Singkatnya kita hendaknya menghormati otonomi dunia dan sifatnya yang secular.
3)Dalam sikap saling menghormati itu jemaat dipanggil untuk mengabdi dalam dan bagi dunia (menjalankan diakonia) . Jemaat dipanggil untuk menumbuhkan nilai-nilai Kerajaan Allah seperti: cinta kasih, kesetiakawanan, keadilan,…dsbnya. Kerajaan Allah berdaya kritis dan profetis, khususnya untuk menegakkan hak-hak kaum tertindas dan tertawan… Untuk itu jemaat tidak boleh takut untuk menerima resiko salib.
4)Untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai Kerajaan Allah, jemaat (kita) dipanggil untuk berdialog, berkomunikasi, bekerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik apa pun keyakinan, suku dan budayanya.
5)Tugas membangun Kerajaan Allah di dunia ini tidak gampang. Dibutuhkan sikap tabah dan pertobatan (metanoia) yang terus menerus.
Sesudah melihat ciri-ciri jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah itu, kelompok menyadari bahwa kegiatan-kegiatan, khususnya kegiatan Kateekse Umat, belum sungguh-sungguh terarah kepada jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah.Di sana-sini sudah ada keuskupan-keuskupan yang berhasil merumuskan visi dan misi yang pas, tetapi belum sampai kepada pelaksanaannya.Masih terdapat banyak kendala. Kendala-kendala itu antara lain:
1)Kuatnya “dosa” egoism yang masih bercokol pada jemaat kita. Pendewaan kepentingan diri dan golongan (oleh situasi) bisa membudaya dalam kehidupan jemaat.
2)Warisan sejarah. Jemaat kita bertumbuh dari Gereja yang sangat monastic, hyrarkis, triumvalis dan tertutup.
3)Posisi kita sebagai umat minoritas. Secara politis kita berjuang untuk mencari tempat dan pengakuan di negeri ini. Kita selalu merasa terancam. Isu, kecurigaan tumbuh subur. Semua itu sulit untuk membangun Kerajaan Allah.
Pada akhirnya kelompok-kelompok bertekad untuk mulai mengusahajan kegiatan, khususnya Katekese Umat, untuk membangun jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah.Semuanya masih pada titik awal, perlu keberanian, terobosan. Hanya satu hal yang pasti telah diperoleh dalam pergumulan ini: Kesadaran betapa mendesaknya membangun Kerajaan Allah di bumi Indonesia yang semakin gersang ini. Diperlukan solidaritas dari semua orang yang berkehendak baik untuk memperbaiki situasi ini.Sikap kesatriaan yang melemahkan perjuangan menegakkan “kemanusiaan” (salah satu nilai Kerajaan Allah yang paling sentral) kiranya tidak pada tempatnya.Untuk membangun kesadaran ini kiranya peranan Katekese Umat tidak kecil dan perlu digalakkan.
B.KITAB SUCI DALAM KATEKESE UMAT-ANSOS
Pada peserta dalam kelompok ini berharap untuk memperoleh pemahaman mengenai bagaimana Kitab Suci memainkan peranannya dalam pengalaman yang telah dianalisis dalam proses Katekese Umat-Ansos. Adapun kesulitan yang secara nyata dirasakan berkaitan dengan hal itu adalah:
a.Kesulitan material: banyak umat yang tidak memiliki Kitab Suci;
b.Kesulitan berkaitan dengan pemahaman Kitab Suci pada dirinya sendiri;
c.Kesulitan dalam menggunakan Kitab Suci dalam KU-Ansos, yaitu dalam memilih dan memerankan teks Kitab Suci yang sesuai dengan tema yang ditemukan dalam proses KU-Ansos, dan menemukan tema-tema dari Kitab Suci yang sesuai dengan KU-Ansos.
Dalam tukar pengalaman, muncullah beberapa gagasan untuk mengatasi kesulitan dalam memilih, mengartikan dan memerankan Kitab Suci dalam KU-Ansos:
a.Usaha pembinaan jangka panjang: mengadakan kursus-kursus Kitab Suci, baik secara keseluruhan maupun tulisan-tulisan tertentu. Bahkan kepada anak-anak pun sudah diperkenalkan Kitab Suci agar kelak mereka tidak terlalu sulit lagi menggunakannya.
b.Usaha jangka pendek: mengadakan lokakarya khusus tentang penggunaan Kitab Suci dalam KU-Ansos, dengan peserta Komkat Regio, Keuskupan maupun paroki-paroki.
c.Dalam hal ini kerjasama dengan lembaga (pendidikan kateketik) atau komisi lain (Kitab Suci) atau pribadi tertentu (yang banyak tahu mengenai Kitab Suci) di rasa mutlak perlu. Kerjasama ini meliputi merencanakan kursus, memilih teks, mengolah teks dengan menggunakan buku-buku tafsir yang tersedia dan membekalkannya kepada para petugas di lapangan.
d.Dalam KU-Ansos, Kitab Suci dipakai sebagai peneguhan, pembanding dan pengkritik. Dengan demikian Kitab Suci menjadi jiwa seluruh KU-Ansos.
Rasa kuatir atau ragu-ragu dalam menggunakan teks Kitab Suci dapat dinetralisir dengan menyadari bahwa ada berbagai macam pendekatan dalam menggunakan Kitab Suci.Dapat disebut misalnya pendekatan ilmiah dan pendekatan rohani.Pendekatan ilmiah mau menggali maksud teks dengan metode-metode ilmiah yang berlaku (DV 12).Pendekatan ini amat membantu memperdalam dan memperkaya pendekatan rohani (DV 25), yang mau menggali relevansi Kitab Suci dipandang sebagai sakramen Allah yang berfirman. Di dalamnya orang bertanya, “Apa yang dikehendaki oleh Allah terhadap saya dalam keadaan saya/masyarakat saya sekarang ini?”.
Dalam usaha pendalaman selanjutnya, hal-hal baik yang dasar maupun yang lebih praktis mulai lebih tampak:
a.KU-Ansos adalah salah satu katekese umat yang dimulai dengan analisis masalah-masalah social (PKKI V)
b.Kitab Suci adalah mutlak perlu dalam KU-Ansos, untuk menempatkan hasil analisis social dalam perspektif iman. Dengan kata lain, Kitab Suci adalah “kunci untuk menafsirkan”.
c.Tidak setiap pertemuan sudah langsung harus menggunakan Kitab Suci. Kitab Suci dapat saja baru diperankan sesudah beberapa pertemuan, ketika langkah analisis sudah selesai.
d.Pemilihan teks Kitab Suci untuk keperluan KU-Ansos akan amat dipermudah, kalau perbendaharaan semakin kaya: (i) dengan mengumpulkan bahan-bahan KU-Ansos yang sudah dibuat atau dihimpun oleh lembaga/komkat yang lain; (ii) dengan sungguh-sungguh menekuni Kitab Suci sendiri, misalnya mengingat teks-teks Perjanjian Lama yang paling penting, yang terdapat dalam kalendarium liturgy (Bacaan Pertama Hari Minggu Tahun A, B dan C); (iii) dengan memperhatikan kutipan-kutipan Kitab Suci yang terdapat dalam dokumen-dokumen Gereja.
e.Dalam menggunakan teks, perlu diperhatikan misalnya (i) jenis sastra teks-teks yang dipilih; (ii) fungsinya, misalnya untuk mengajak (Rumusan pertanyaan yang baik adalah, “Dalam situasi sebagaimana jelas dari analisis social yang sudah dijalankan, Tuhan menghendaki apa dari saya?”) atau untuk menjelaskan (harus dipilih teks yang harus sesuai dengan hal yang mau dijelaskan).
f.Banyak teks Kitab Suci, yang kalau dijelaskan dan direnungkan bersama dengan baik, akan memberikan pengalaman baru akan Allah yang pada gilirannya akan mendorong orang yang bersangkutan untuk mencari wujud-wujud baru iman dalam kehidupan. Inilah yang diusahakan dalam pendekatan-pendekatan yang baru terhadap Kitab Suci.
C.SPIRITUALITAS DAN TUGAS PARA PEWARTA
1.Pendahuluan
Yesus Kristus Tuhan dan Guru telah memperkenalkan diriNya sebagai Gembala yang baik (Yoh 10:11-14) bukan hanya bagi Israel melainkan bagi segenap umat manusia (Yoh 10:6). Sebagai Guru, Ia berkeliling, ke semua kota dan desa dan mengajar dalam rumah-rumah ibadat sambil memberitakan Injil Kerajaan Surga (Mat 9:35). Sebagai Gembala yang baik, Ia mengenal domba-dombaNya dan memanggil mereka masing-masing dengan namanya (Yoh 10:3). Ia menuntun mereka ke padang rumput yang hijau dan sumber-sumber air yang tenang (Maz 22-23). Ia menyediakan perjamuan bagi mereka dengan memberi mereka santapan dengan hidupNya sendiri supaya mereka memiliki hidup bahkan hidup yang berkelimpahan (Yoh 10:10).
Tugas mengajar dan menggembalakan ini selanjutnya dipercayakan Yesus kepada murid-muridNya. Karena itu Ia bersabda kepada mereka: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid0Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintakan kepadamu” (Mat 18:19). Juga kepada para murid itu Ia meninggalkan pesan: “Gembalakanlah domba-dombaKu (Yoh 21:15-19).
Tugas yang sama dipercayakan Tuhan Yesus Kristus kepada semua umat beriman yang telah menjadi murid-Nya berkat Permandian dan Penguatan. Oleh karena itu semua umat beriman terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam tugas mengajar, menggembalakan dan menguduskan sehingga terpenuhilah Sabda Tuhan Yesus Kristus: “Aku dating supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yoh 10:10).
Tugas mengajar dan menggembalakan ini selanjutnya dipercayakan Yesus kepada murid-muridNya. Karena itu Ia bersabda kepada mereka: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 18:19). Juga kepada para murid itu Ia meninggalkan pesan: “Gembalakanlah domba-domba-Ku (Yoh 21: 15-19).
Tugas yang sama dipercayakan Tuhan Yesus Kristus kepada semua umat beriman yang telah menjadi murid-Nya berkat Permandian dan Penguatan. Oleh karena itu semua umat beriman terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam tugas mengajar, menggembalakan dan menguduskan sehingga terpenuhilah Sabda Tuhan Yesus Kristus: “Aku dating supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yoh 10:10).
Bersama seluruh umat Allah diseluruh dunia, para katekis, guru bina iman dan penilik Pendidikan Agama Katolik yang juga telah menerima kehidupan dan inspirasinya dari pribadi Yesus Sang Guru dan Gembala yang baik, merasa terpanggil untuk membawa kepenuhan hidup dan pembebasan kepada mereka yang diserahkan di bawah bimbingannya, agar terwujud kehidupan beriman dewasa dan terlibat dalam membangun Gereja serta masyarakat.
Dalam hubungan dengan GEREJA, KARYA, dan SPIRITUALITAS Pewarta Sabda dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.Model Gereja
•Spiritualitas dan katekese Gereja tergantung dari visi dan misi Gereja, yang secara sederhana kita sebut: MODEL GEREJA.
•Maka perlu kita rumuskan model Gereja macam apa yang akan kita kembangkan.
•Model yang kita rumuskan adalah model sebagai cita-cita. Perwujudan model itu melalui proses pergumulan.
Ada korelasi dan ketegangan antara model Gereja dalam praksis dan model cita-cita.
•Ketegangan itu merupakan dinamika perkembangan bagi Gereja. Praksis mengoreksi cita-cita, dan cita-cita menarik praksis maju ke depan.
•Gereja selalu harus memperbaharui diri.
b.Model Gereja yang ideal
•Tuhan yang mengutus Gereja, dan Tuhan menjadi andalan Gereja.
•Gereja diutus ke dalam dunia. Maka dunia menjadi pusat orientasi Gereja.
•Tugas perutusan Gereja adalah turut mewujudkan Kerajaan Tuhan di dalam dunia.
•Tugas perutusan ini dilaksanakan oleh semua anggota Gereja atas dasar baptisan menurut contoh Kristus.
•Contoh Kristus adalah: keluar dari diri sendiri, menyerahkan diri seutuhnya bagi penegakan Kerajaan Allah.
•Semua unsur dalam Gereja harus bersifat fungsional terhadap Kerajaan Tuhan.
•Semua anggota Gereja sama martabatnya, dan berbeda dalam fungsi.
•Fungsi petugas Gereja adalah memampukan jemaat agar jemaat mengaktifkan diri dalam membangun Kerajaan Tuhan dalam dunianya masing-masing.
•Maka menjadi pula tugas petugas Gereja untuk mengaktifkan jemaat dalam pelayanan pewartaan,
c.Katekese dan Kerajaan Tuhan
•Nilai-nilai Kerajaan Tuhan di dalam dunia memberi arah dan sasaran pada katekese.
•Suatu nilai yang sangat didambakan oleh mayoritas bangsa kita adalah nilai keadilan. Praktek ketidakadilan merajalela di mana-mana.
2.Spiritualitas dan Ketrampilan Katekis untuk Katekese Umat-Ansos
a.Spiritualitas katekis
•Roh, Udara, alam menggereja dari Gereja merupakan spiritualitas Gereja setempat.
•Katekis menghayaati spiritualitas Gereja itu, secara khusus dalam pelayanan pewartaan.
b.Katekese Umat dan Analisa Soaial
•Tanggapan Gereja, melalui pewartaan, terhadap ketidakadilan adalah antara lain: Katekese Umat dengan ANSOS.
•Maka sasaran khusus dari KU-ANSOS adalah masalah ketidakadilan.
•Bukan terutama ketidakadilan personal, melainkan ketidakadilan structural.
•ANSOS menerima ketidakadilan sebagai fakta, dan berupaya menyelidiki faktor-faktor ketidakadilan structural itu.
c.Model Katekese Umat – Analisa Sosial
•Ada banyak model KU-ANSOS.
•Dipilih model ANSOS yang sesuai dengan kebutuhan dan keadaan setempat, dengan konteks setempat.
d.Katekese Umat – Analisa Sosial dan Kitab Suci.
•Yang penting bukan ada teks Kitab SUci, tetapi ada jiwa Kitab Suci, jiwa Injili.
•KU-ANSOS sudah injili, alkitabiah, bila katekis menghayati jiwa injili.
•Jiwa injili nampak dalam iman katekis, panggilan katekis, motivasi katekis, keberanian katekis untuk ber-KU-ANSOS.
•Teks Kitab SUci dapat dipakai untuk membangkitkan, meneguhkan pada katekis dan kelompok KU-ANSOS, jiwa Injili.
•Bisa dicari teks yang berkait dengan tema, namun tidak mutlak, sebab problem-problem masa kini bisa berada dari problem-problem masa Kitab Suci.
3.Penutup
Dalam kaitannya dengan Katekese Umat dan Analisa Sosial, para peserta PKKI-VI merekomendasikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka Menggalakkan Karya Katekese Gereja Katolik Indonesia yaitu:
a.Agar dengan dukungan para pemimpin Gereja dan Lembaga-lembaga Tinggi Kateketik, dilaksanakan kerjasama lintas Komisi (Komisi Kateketik, Komisi Liturgi, PSE, Komsos) untuk mengumatkan KU-ANSOS.
b.Agar diadakan dialog langsung antara para Uskup dan para katekis (misalnya sebelum Sidang KWI).
c.Agar proyek penataran “Spiritualitas dan Ketrampilan Katekese Umat-Analisis Sosial” yang diselenggarakan di Girisonta dilanjutkan dengan materi penataran tersebut dilengkapi dengan materi penataran tersebut dilengkapi dengan refleksi teologis dalam analisis mengenai model-model Gereja dan budaya.
d.Perlu dibentuk forum dialog antara para teolog dan para katekis di tingkat region, untuk meningkatkan kemampuan berteologi para katekis sebagai bekal untuk melaksanakan KU-ANSOS.
e.Agar KWI menetapkan Pekan Katekese Nasional dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas karya katekese secara nasional.
Klender – Jakarta, 1996