Implementasi Kurikulum 2013

Kajian Akademik Kuriklum 2013:  Pendidikan Agama Katolik

KONSEP PELAKSANAAN  PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI  DALAM  KURIKULUM  2013

Pengantar
    Mulai tahun pelajaran 2013/2014 pemerintah memberlakukan Kurikulum 2013 di sekolah, walaupun masih terbatas pada sekolah-sekolah yang telah ditunjuk oleh pemerintah atau yang berinisiatif melaksanakannya. Dengan dicanangkannya kurikulum 2013 ini, mau tidak mau semua pihak terkait yang memiliki tanggung jawab dalam dunia pendidikan formal dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan harus memahami Kurikulum 2013 secara utuh dan menyeluruh. Pemahaman itu menyangkut beberapa hal: baik isi maupun konsekuensi teknis lainnya. Kurikulum 2013 menekankan pengembangan sikap dan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Konsekuensinya, semua mata pelajaran diharapkan mendukung pendidikan karakter tersebut. Pendidikan Agama diharapkan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pengembangan sikap dan karakter. Hal inilah yang menyebabkan penamaan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik menjadi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Berkaitan dengan hal-hal teknis, Guru Agama dan semua orang yang berkepentingan dalam pengembangan Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti ini diharapkan mampu memahami operasionalisasi dokumen  kurikulum Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti ke dalam buku teks pelajaran peserta didik dan Buku Guru.

I. Karakteristik Pendidikan Agama Katolik  Dan Budi Pekerti

A.    Rasional

Pendidikan pada dasarnya merupakan tanggung jawab utama dan pertama orangtua, demikian pula dalam hal pendidikan iman anak. Pendidikan iman pertama-tama harus dimulai dan dilaksanakan di lingkungan keluarga, tempat dan lingkungan anak mulai mengenal dan mengembangkan iman. Pendidikan iman yang dimulai dalam keluarga perlu dikembangkan lebih lanjut dalam kebersamaan dengan jemaat (Gereja), dengan bantuan pastor, katekis dan guru agama.
        Negara juga mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi agar pendidikan iman bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Salah satu bentuk dan pelaksanaan pendidikan iman adalah pendidikan iman secara formal di sekolah yaitu Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
Melalui Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti peserta didik dibantu dan dibimbing agar semakin mampu memperteguh iman terhadap Tuhan sesuai ajaran Agama Katolik dengan tetap memperhatikan dan mengusahakan penghormatan terhadap agama dan kepercayaan lain. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan antar umat beragama yang harmonis dalam masyarakat Indonesia yang majemuk  demi terwujudnya persatuan nasional. Dengan kata lain, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti bertujuan membangun hidup beriman kristiani peserta didik.  Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal terwujudnya Kerajaan Allah dalam hidup manusia. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan, untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesatuan, kelestarian lingkungan hidup yang dirindukan oleh setiap orang dari berbagai agama dan kepercayaan.

B.    Hakikat Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Agama Katolik. Usaha tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain demi terciptanya kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti dijalankan sebagai proses komunikasi Iman. Proses tersebut meliputi kemampuan memahami, menginternalisasi dan menghayati iman yang terwujud secara dalam kehidupan sehari-hari.

C.    Tujuan Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti bertujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap membangun hidup yang semakin beriman. Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas-aktivitas: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengeveluasi dan mencipta.   Keterampilan diperoleh melalui aktivitas-aktivitas: mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta. Sikap dibentuk melalui kemampuan: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati dan mengamalkan.

D.    Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Ruang lingkup pembelajaran dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti mencakup empat aspek yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Keempat aspek yang  dibahas secara lebih mendalam sesuai tingkat kemampuan pemahaman peserta didik adalah:
a. Pribadi peserta didik; Ruang lingkup ini membahas tentang diri sebagai laki-laki atau perempuan yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan, yang dipanggil untuk  membangun relasi dengan sesama serta lingkungannya sesuai dengan Tradisi Katolik.
b. Yesus Kristus; Ruang lingkup ini membahas tentang pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah, seperti yang terungkap dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, agar peserta didik berelasi dengan Yesus Kristus dan meneladani-Nya.
c.Gereja; Ruang lingkup ini membahas makna Gereja, agar peserta didik mampu mewujudkan kehidupan menggereja.
d.Masyarakat; Ruang lingkup ini membahas tentang perwujudan iman dalam hidup bersama di tengah masyarakat sesuai dengan Tradisi Katolik.

II.  Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Katolik Dan Budi Pekerti
        Kompetensi Inti merupakan operasionalisasi ataupun penterjemahan dari Standar Kompetensi Lulusan yang terlebih dahulu telah ditentukan. Kompetensi inti ini dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi Inti merupakan gambaran tentang kompetensi yang dikelompokkan ke dalam 3 aspek yaitu  aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga aspek inilah  yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
       Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organizing element) dari Kompetensi Dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal dari Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar maksudnya adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan di atasnya. Dengan demikian akan memenuhi prinsip belajar yaitu terjadinya suatu akumulasi yang berkesinambungan antar konten yang dipelajari peserta didik dari satu jenjang ke jenjang berikut. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten   Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.
       Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (KI 1), sikap sosial (KI 2), pengetahuan (KI 3), dan penerapan pengetahuan (keterampilan) (KI 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap kegiatan pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan dan penerapan pengetahuan (keterampilan). Kompetensi Inti merupakan kompetensi yang mengikat berbagai Kompetensi Dasar ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan  yang harus dipelajari peserta didik untuk jenjang, kelas, dan mata pelajaran tertentu. Kompetensi Inti harus dimiliki peserta didik melalui pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran peserta didik aktif.
       Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada Kompetensi Inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi Dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari mata pelajaran.

A.  Lingkup Kompetensi dan Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Sekolah Dasar (SD)

Jenjang kelas    Lingkup Kompetensi    Lingkup materi
Kelas 1-2    

•    Mulai mengenal diri dan keluarganya sebagai karuniaTuhan.
•    Mensyukuri diri dan keluarganya melalui doa dan bentuk lain.
•    Mulai mengenal karya keselamatan Allah sebagai Bapa Pencipta dan Penyelenggara seperti dikisahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama danPerjanjian Baru.
•    Mulai mengenal puncak karya keselamatan dalam Yesus Kristus, Sang Penyelamat dan teladan hidup umat manusia.
•    Mengungkapkan rasa syukuratas karya keselamatan Allahmelalui doa.
•    Mulai mengenal doa-doa Gereja dan maknanya.
•    Mulai mengucapkan doa-doa Gereja
•    Mulai mengenal tetangga, baik lingkungan maupun orang-orangnya.
•    Mulai mengenal lingkungan sekolah serta teman-teman sekolahnya.
•    Hidup rukun dengan tetanggadan teman sekolahnya.
•    Berdoa bagi tetangga dan teman-teman Sekolah.    Pribadi Peserta Didik
•    Identitas diri.
•    Anggota tubuh.
•    Keluarga.
•    Sekolah.

Yesus Kristus
•    Allah Pencipta.
•    Kelahiran Yesus Kristus.

Gereja
•    Doa-doa dalam Gereja.

Masyarakat
•    Tetangga.
•    Sekolah.
 

Kelas 3-4  

•    Mengenal pertumbuhan dan perkem-bangan diri sebagai anugerah Allah, serta mensyukurinya.
•    Mengenal kemampuan dirinya untuk membedakan perbuatan yang baik dan buruk, serta memilih dan melakukan perbuatan yang baik.
•    Mengenal karya keselamatan Allah yang dialami oleh tokoh-tokoh Per-janjian Lama dan Perjanjian Baru, serta meneladani mereka.
•    Mengenal Yesus dan karya-Nya, baik yang berupa percakapan maupun mukjizat, serta mengerti maknanya.
•    Mengenal kesetiaan Allah pada janji-Nya dalam pemberian Sepuluh Firman sebagai pedoman hidup, baik dalam berelasi dengan orangtua maupun dengan sesama.
•    Mematuhi Sepuluh Firman.
•    Mengenal makna dan tata perayaan Sakramen Baptis,Ekaristi dan Tobat sebagai tanda karya keselamatan Allah bagi manusia, serta menghayatinya.
•    Mengenal dan melaksanakan keuta-maan Kristiani sebagai tanggapan serta ungkapan syukur atas karya keselamatan Allah.
•    Mengenal dan mengucapkan aneka doa dalam Gereja sebagai ungkapan iman kepada Allah.
•    Mengenal doa spontan dan maknanya dalam doa pribadi dan doa bersama, serta mempraktikkannya.
•    Mengenal dan meneladani pemimpin masyarakat.
•    Mengenal dan melestarikan tradisi masyarakat.
•    Mulai melibatkan diri dalam kegiatan masyarakat sebagai perwujudan kesa-daran bahwa dirinya adalah anggota masyarakat.  

Pribadi Peserta Didik
•    Pertumbuhan diri.
•    Kemampuan diri.

Yesus Kristus
•    Tokoh-tokoh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebelum Yesus Kristus.
•    Karya Yesus: ajaran dan mukji-zat.

Gereja
•    Sakramen Inisiasi.
•    Keutamaan kristiani.
•    Doa Gereja dan doa spontan.
 
Masyarakat
•    Pemimpin masyarakat.
•    Tradisi masyarakat.
•    Anggota masyarakat.
 

Kelas 5-6  

•    Memahami diri sebagai perempuan atau laki-laki sesuai dengan citra Allah dan sebagai partner yang saling melengkapi.
•    Menghargai setiap orang, baik laki-laki    maupun perempuan, sebagai citra Allah.
•    Memahami diri sekaligus bangga sebagai warga negara Indonesia yang beraneka ragam suku dan bahasanya, serta mensyukurinya.
•    Memahami diri sebagai bagian warga dunia dan melibatkan diri dalam berbagai keprihatinan yang ada.
•    Memahami karya keselamatan Allah melalui para nabi dan tokoh-tokoh Perjanjian Lama.
•    Memahami karya keselamatan Allah melalui kata-kata, tindakan, dan pribadi Yesus Kristus, yang berpuncak pada sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
•    Mengungkapkan doa syukur atas karya keselamatan Allah melalui para nabi dan Yesus Kristus.
•    Memahami dan mengucapkan doa-doa sebagai ungkapkan hidup baru dalam Roh Kudus yang berkarya dalam kehidupan menggereja.
•    Memahami ciri-ciri dan karya pelayanan Gereja.   
•    Melibatkan diri dalam karya pelayanan Gereja.
•    Memahami dan mulai mewujudkan buah-buah Roh yang dibutuhkan demi pengembangan kehidupan bersama dalam masyarakat.
•    Memahami dan menanggapi aneka tantangan zaman di tengah masyarakat berdasarkan ajaran Gereja dan hati nurani.    Pribadi Peserta Didik
•    Pribadi laki-laki dan perempuan.
•    Warga negara Indonesia dan warga dunia.

Yesus Kristus
•    Nabi dan tokoh Perjanjian Lama pendahulu Yesus Kristus.
•    Sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus.

Gereja
•    Roh Kudus dalam kehidupan Gereja.
•    Ciri-ciri Gereja.
•    Pelayanan Gereja.

Masyarakat
•    Peran Roh Kudus dalam kehidupan ber-sama di masya-rakat.
•    Tantangan zaman di tengah masyarakat.
•    Kejujuran dan keadilan.

B.    Lingkup Kompetensi Dan Materi Pendidikan Agama Katolik Dan Budi Pekerti Di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Jenjang Kelas    Lingkup Kompetensi    Lingkup Materi:
Kelas 7-8  

•    Menyadari dirinya, laki-laki atau perempuan, sebagai citra Allah yang baik.
•    Menyadari dirinya memiliki bermacam-macam kemampuan dan keterbatasan.
•    Menghargai kesederajatan laki-laki dan perempuan sebagai anugerah Tuhan.
•    Menyadari peran keluarga,sekolah, teman dan masyarakat dalam perkembangan dirinya.
•    Mensyukuri dengan doa peran keluarga,    sekolah, teman dan masyarakat dalam perkembangan dirinya.
•    Memahami karya keselamatan Allah dalam peristiwa Yesus Kristus seperti dikisahkan dalam Kitab Suci, terutama pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah dan sengsara,      wafat serta kebangkitan-Nya.
•    Menghargai pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah.
•    Bersyukur atas keselamatan yang diperoleh melalui sengsara,wafat dan kebangkitan Kristus.
•    Memahami Gereja sebagai paguyuban orang beriman yang memiliki berbagai macam bentuk pelayanan.
•    Memahami Gereja sebagai sakramen    keselamatan yang antara lain terungkap dalam Sakramen Inisiasi, Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan  orang sakit.
•    Menghayati hidup sesuai dengan    kedudukannya sebagai anggota Gereja yang merupakan sakramen keselamatan.
•    Menyadari bahwa Gereja sebagai murid-murid Kristus, yang tak lepas dari peran Roh Kudus, dipanggil dan diutus untuk mewartakan dan menjadi saksi atas nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah masyarakat zaman sekarang.
•    Mampu hidup di tengah masyarakat dengan berpegang pada nilai-nilai Kerajaan Allah.    Pribadi Peserta Didik
•    Citra Allah.
•    Kesederajatan antara laki-laki dan perempuan.
•    Seksualitas sebagai    anugerahTuhan.
•    Peran keluarga, sekolah dan masyarakat bagi perkembangan diri.

Yesus Kristus
•    Pewartaan Yesus Kristus tentang Kerajaan Allah.
•    Panggilan dan perutusan murid-murid Yesus.

Gereja
•    Gereja sebagai paguyuban umat beriman.
•    Gereja sebagai sakramen keselamatan.
•    Pelayanan kerja.
•    Roh Kudus daya hidup Gereja.
•    Sakramen Inisiasi,    Sakramen Tobat, Sakramen Pengurapan orang sakit.
 

Masyarakat
•    Panggilan Gereja mewartakan dan menjadi saksi Kerajaan Allah di tengah masyarakat.
 

Kelas 9    

•    Menyadari pentingnya memiliki cita-cita bagi dirinya.
•    Mensyukuri cita-cita hidupnya.
•    Memahami iman sebagai tanggapan terhadap rencana keselamatan Allah.
•    Mampu menghayati iman dalamhidup sehari-hari.
•    Memahami ajaran Yesus tentang perkawinan dan imamat.
•    Menghargai hidup perkawinan dan imamat.
•    Memahami dan menghormati ajaran Gereja tentang Sakramen Perkawinan dan Sakramen Tahbisan sebagai panggilan hidup.
•    Memahami hak dan kewajiban dirinya sebagai anggota jemaat beriman kristiani.
•    Mampu melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai anggota jemaat beriman Kristiani
•    Menyadari pentingnya perwujudan iman dalam hidup bermasyarakat
•    Menyadari pentingnya pelayanan dan perjuangan Gereja di tengah masyarakat demi tercapainya nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti kejujuran, keadilan, persaudaraan, penghormatan terhadap martabat manusia, dan keutuhan ciptaan.
•    Ikut terlibat dalam perjuanganGereja di tengah masyarakat.    Pribadi Peserta Didik
•    Cita-cita sebagai pendorong perkembangan diri.

Yesus Kristus
•    Iman sebagai tanggapan terhadap rencana keselamatan Allah dalam Yesus Kristus.

Gereja
•    Sakramen Perkawinan, Sakramen Tahbisan.
•    Hak dan kewajiban anggota Gereja.

Masyarakat
•    Perwujudan iman dalam hidup bermasyarakat.
•    Pelayanan dan perjuangan Gereja di tengah masyarakat (kejujuran, keadilan, persaudaraan, martabat manusia, dan keutuhan ciptaan.)

C.   Lingkup Kompetensi Dan Materi Pendidikan Agama Katolik Dan Budi Pekerti Di Sekolah Menengah Atas/ Kejuruan (SMA/K)

Jenjang Kelas  –  Lingkup Kompetensi –    Lingkup Materi
Kelas 10-11    

•    Memahami dan mensyukuri diri dengan segala kemampuan dan keterbatasannya.
•    Memahami dan menghayati jati diri sebagai perempuan atau lakilaki yang saling melengkapi dan sederajat.
•    Memiliki sikap saling menghargai sebagai sesama manusia yang diciptakan sebagai citra Allah yang bersaudara satu sama lain.
•    Mampu mematuhi suara hati dan bertindak secara benar serta tepat.
•    Memahami dan bangga akanYesus Kristus yang mewartakan dan memperjuangkan Kerajaan Allah sampai mengorbankan hidup-Nya.
•    Mensyukuri dan meneladani pengorbanan Kristus dalam memperjuangkan Kerajaan Allah.
•    Memahami dan percaya akanYesus Kristus sebagai Juru Selamat, sahabat dan idola.
•    Meyakini dan menghayati ajaranYesus tentang Allah Tritunggal dan Roh Kudus.
•    Memahami dan menghayati Gereja sebagai umat Allah yang terbuka.
•    Memahami sifat-sifat Gereja sebagai dasar kerasulan.
•    Memahami dan melaksanakan tugas pokok Gereja sebagai murid Yesus Kristus.
•    Memahami dan menghormati fungsi dan peranan hierarki.
•    Menyadari dan terlibat dalam panggilan Gereja di dunia.
•    Memahami, menghargai dan memperjuangkan hak asasi manusia.
•    Memahami dan menghormati kehidupan.
•    Bersikap kritis terhadap perkembangan teknologi dan ideologi dalam masyarakat.    Pribadi Peserta Didik
•    Laki-laki dan perempuan saling meleng-kapi.
•    Suara hati.

Yesus Kristus
•    Yesus sebagai Juru Selamat, sahabat, dan idola.
•    Tritunggal Maha Kudus.

Gereja
•    Gereja yang terbuka.
•    Sifat-sifat Gereja sebagai dasar kerasulan.
•    Tugas pokok Gereja.
•    Hierarki Gereja.

Masyarakat
•    Sikap kritis ter-hadap kemajuan teknologi.
•    Hak asasi manu-sia.
•    Penghormatan terhadap kehi-dupan.
 

Kelas 12  

 •    Meyakini bahwa dirinya harus melaksanakan melaksanakan panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja).
•    Mensyukuri panggilan hidupnya sebagai umat Allah.
•    Menerima ajaran Yesus tentang nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan, serta menerapkannya dalam hidup sehari-hari.
•    Sebagai anggota Gereja menerima, menghormati dan mensyukuri kemajemukan bangsa Indonesia sebagai anugerah Allah.
•    Memiliki sikap terbuka terhadap umat beragama lain.
•    Mengamalkan imannya dengan berperan aktif dalam membangun bangsa dan negara Indonesia.    Pribadi Peserta Didik
•    Panggilan hidup sebagai Gereja (Umat Allah).

Yesus Kristus
•    Ajaran Yesus tentang keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan.

Gereja
•    Gereja di tengah kemajemukan bangsa.

Masyarakat
•    Dialog dengan agama/keperca-yaan lain.
•    Keterlibatan dalam membang-un Bangsa dan Negara Indonesia.

III. Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik Dan Budi Pekerti

        Pengertian disain dasar pembelajaran  Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti ini merujuk pada kutipan Standar Proses sebagaimana tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 tahun 2013. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Hal itu dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi sebagaimana tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013  tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang  Standar Nasional Pendidikan. Sehubungan dengan itu,  pada bagian ini akan diuraikan beberapa aspek pokok desain pembelajaran PAK dan Budi Pekerti yakni: kerangka pembelajaran, pendekatan pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran serta rancangan pembelajaran.

A.    Kerangka Pembelajaran
Prinsip pembelajaran PAK dan Budi Pekerti secara menyeluruh telah dikemukakan pada kurikulum 2013. Pada bagian ini dikemukakan beberapa prinsip pembelajaran yang pokok saja, antara lain: guna menguasai pengetahuan pembelajaran yang dikembangkan menggunakan berbagai sumber belajar, dengan pendekatan ilmiah, terpadu serta berbasis kompetensi. Dalam hal pembelajaran sikap prinsip yang dikembangkan ialah melalui keteladanan dan pengembangan kultur sekolah, sehingga pembelajaran sikap tidak bersifat verbalis. Dalam pengembangan keterampilan prinsip yang dikembangkan berorientasi pada kemampuan mencipta. Kerangka pembelajaran yang dikembangkan berpijak pada tiga unsur, pengalaman, Kitab Suci / Tradisi serta refleksi pengalaman dalam terang Kitab Suci/Tradisi.

B.    Pendekatan pembelajaran
Kurikulum 2013 menekankan pendekatan saintifik guna mengembangkan kompetensi yang diharapkan. Dalam konteks PAK dan Budi Pekerti penemuan pengetahuan, pengembangan sikap iman dan pemerkayaan penghayatan iman diproses melalui tindakan merefleksikan pengalaman hidup dalam terang Kitab Suci dan Tradisi.
Sehubungan dengan itu pada buku ini diusulkan pendekatan pembelajaran PAK dan Budi Pekerti yang telah dipikirkan oleh para pihak yang berkepentingan mengenai PAK dan telah dilaksanakan selama ini, yakni Pendekatan berbasis pengalaman (hasil lokakarya PAK di Malino), Pendekatan naratif-eksperiensial, dan pendekatan reflektif. Ketiga pendekatan ini tidak membatasi guru untuk menggunakan pendekatan pembelajaran yang lain sejauh relevan dengan tujuan PAK dan situasi siswa.

1. Pendekatan pergumulan
Mengingat keanekaragaman murid, guru, sekolah dan berbagai keterbatasan yang ada, lokakarya PAK di Malino tahun 1981 mengusulkan pola minimal yang mungkin dilaksanakan di sekolah yakni pendekatan pergumulan. Pendekatan ini berorientasi pada pengetahuan, mengingat hal inilah yang mungkin dicapai di sekolah dalam situasi yang aneka ragam dan terbatas. Namun demikian pengetahuan dimaksud bukan pengetahuan yang lepas dari pengalaman, melainkan pengetahuan yang menyentuh pengalaman hidup peserta didik. Pengetahuan dimaksud diproses melalui tindakan merefleksikan pengalaman hidup peserta didik, yang selanjutnya diinternalisasikan dalam diri menjadi karakter. Iman tidak dapat dipaksakan. Pengetahuan iman tidak akan mengembangkan diri seseorang kalau ia tidak mengambil keputusan terhadap pengetahuan tersebut. Proses pengambilan keputusan itulah yang menjadi tahapan kritis sekaligus sentral dalam pembelajaran agama.
Tahapan prosesnya adalah sebagai berikut:
a.    Menampilkan pengalaman manusia dan fakta yang membuka pemikiran atau yang dapat menjadi umpan
b.    Membawa ke pengolahan sehingga mendorong proses mengetahui dan memahami secara mendalam dan meluas
c.    Menggumulinya sehingga peserta mempunyai kemampuan menerapkan dan mengintegrasikan dalam hidup.

2.   Pendekatan naratif-eksperiensial
Tuhan Yesus hampir dalam keseluruhan pengajarannya menggunakan cerita.   Cerita-cerita Tuhan telah menyentuh dan mengubah hidup banyak orang secara bebas. Pedagogi Tuhan Yesus coba dikembangkan sebagai salah satu pendekatan dalam PAK dan Budi Pekerti ini, yakni pendekatan naratif-eksperiensial.
Pendekatan Naratif-eksperiensial berarti bahan diceritakan sebagai partner dialog dari pengalaman hidup murid. Bahan merupakan bahan yang hidup dan bersaksi. Bahan pelajaran yang diproses dipersonifikasikan. Personifikasi bahan tidak lain adalah kisah keteladanan. Cerita adalah bahan yang terbuka, tidak memaksa, dan tidak mengindoktrinasi.

Tahap-tahap prosesnya ialah:
a.    Cerita pengalaman/cerita kehidupan/cerita rakyat  
b.    Pendalaman cerita pengalaman/cerita kehidupan/cerita rakyat  
c.    Cerita Kitab Suci/Tradisi  
d.    Pendalaman Kitab Suci
e.    Menghubungkan cerita pengalaman/cerita/kehidupan/cerita rakyat dengan cerita Kitab Suci/Tradisi

Cerita-cerita yang ada bersifat saling melengkapi dan berpola hubungan: persoalan-jawaban. Guru diharap tidak memberikan intisari cerita/pesan. Siswa dibimbing untuk menemukan sendiri pesan sesuai dengan pengalaman hidupnya.

2.    Pendekatan reflektif

Pendekatan reflektif ialah suatu pembelajaran yang mengutamakan aktivitas siswa untuk menemukan dan memaknai pengalamannya sendiri.
Pendekatan ini memiliki lima aspek pokok, yakni: konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi.

Konteks
Demi perkembangan pribadi yang menyeluruh seturut talenta yang diberikan Allah  dengan rasa kagumnya, hanya dimungkinkan jika pribadi pelajar dikenali secara mendalam. Pengenalan pribadi siswa yang lebih mendalam, pertama-tama adalah pengenalan potensi dan hasil-hasil belajar yang telah dimiliki: bakat, minat, pengetahuan, dan lain-lain. Di samping itu pengenalan lebih dalam akan pribadi siswa adalah pengenalan akan konteks hidupnya. Konteks hidup siswa ialah keluarga, teman-teman sebaya,  adat, keadaan sosial ekonomi, politik, media, musik, dan lain-lain.  Konteks hidup siswa adalah seluruh kebudayaan yang melingkupinya.
        Lingkungan kelembagaan dari sekolah merupakan bagian dari konteks pula. Komunitas sekolah adalah sintesis antara kebudayaan yang hidup dan idealisme kebudayaan. Sekolah bagian dari masyarakat, oleh karena kebudayaan yang berlangsung di masyarakat akan berpengaruh pada sekolah. Namun demikian sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan bagian dari idealisme yang mesti kritis terhadap kebudayaan yang berlangsung demi pencapaian idealisme tersebut. Komunitas sekolah merupakan tempat berkembangnya nilai-nilai dan norma-norma yang dijunjung dan dihormati. Konteks inilah titik berangkat dari proses Pendekatan Reflektif.

Pengalaman
 Mengalami adalah mengenyam sesuatu dalam batin. Pengalaman berarti pembatinan. Batin adalah inti dari diri. Pembatinan berarti menjadikan hal yang di luar dirinya menjadi bagian dari keseluruhan dirinya. Keseluruhan diri berarti menyangkut aspek kognitif dan afektif, memahami dan merasakan. Pengalaman merupakan jembatan antara manusia dengan alam di sekitarnya, dengan peristiwa-peristiwa sepanjang sejarah hidupnya. Dalam pengalaman itu mengandaikan adanya fakta-fakta, analisis, dan dugaan-dugaan serta penilaian terhadap ide-ide. Pengalaman di sini dapat merupakan pengalaman langsung maupun tidak langsung. Berbeda sekali antara membaca berita tentang orang-orang yang kebanjiran dan mengalami sendiri kebanjiran. Membaca berita tentang orang-orang yang kebanjiran adalah pengalaman tidak langsung, adapun mengalami kebanjiran adalah pengalaman langsung. Pengalaman langsung jauh lebih mendalam dan berarti daripada pengalaman tidak langsung. Dalam konteks pendidikan pengalaman langsung biasa terjadi dalam percobaan-percobaan, melaksanakan suatu proyek, dll. Dalam dunia pendidikan pengalaman langsung dalam hal tertentu sulit terjadi, yang mungkin dijangkau adala pengalaman tidak langsung. Agar pengalaman tidak lansung itu dapat berarti lebih mendalam maka dalam diri siswa perlu dibangkitkan imajinasi dan indera sehingga mereka dapat sungguh-sungguh memasuki kenyataan yang sedang dipelajari.

Refleksi
Pengalaman akan bernilai dan memperkembangkan pribadi jika pengalaman tersebut diolah. Pengalaman yang diolah secara kognitif akan menghasilkan pengetahuan. Pengalaman yang diolah secara afektif menghasilkan sikap/nilai-nilai dan mengembangkan emosi. Pengalaman yang diolah dengan perspektif religius akan menghasilkan pengalaman iman. Pengalaman yang diolah dalam perspektif budi, akan mendidik nurani.
    Refleksi adalah mengolah pengalaman dengan berbagai perspektif tersebut. Refleksi inilah inti dari proses belajar.  Tantangan bagi pengajar dalam hal ini adalah merumuskan pertanyaan yang mewakili berbagai perspektif tersebut; pertanyaan-pertanyaan yang membantu pelajar belajar secara bertahap. Dengan refleksi tersebut, pengetahuan, nilai/sikap, perasaan yang muncul, bukan sesuatu yang dipaksakan dari luar, melainkan muncul dari dalam dan merupakan temuan pribadi. Hasil belajar dari proses reflektif tersebut akan jauh lebih membekas, masuk dalam kesadaran  daripada suatu yang dipaksakan dari luar. Hasil belajar yang demikian itu diharapkan mampu menjadi motivator, menggerakkan pribadi ke arah aksi.

Aksi
Pemahaman, perkembangan emosi, nurani dan iman baru nyata kalau terwujud secara konkret dalam tindakan. Refleksi akan tetap mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi-reaksi afektif tanpa aksi. Refleksi bermula dari pengalaman dan menuju kepada pengalaman baru buah dari aksi. Aksi mencakup dua langkah, yakni: pilihan-pilihan dalam batin dan pilihan yang dinyatakan secara lahir.
       Refleksi menghasilkan kebenaran yang berpihak. Kebenaran yang ditemukan menjadi pegangan yang akan mempengarui semua keputusan lebih lanjut. Hal ini nampak dalam prioritas-prioritas. Prioritas-prioritas keputusan dalam batin tersebut selanjutnya mendorong pelajar unutk berbuat sesuatu yang konsisten dengan kebenaran buah refleksi. Kalau buah refleksi tersebut bersifat positif perbuatan yang ada akan meningkatkan mutu hidup pelajar. Jika buah refleksi bersifat negatif akan membuat pelajar mengoreksi tindakannya.

Evaluasi  
 Evaluasi dalam konteks Pendekatan Reflektif mencakup proses/cara belajar, kemajuan akademis, dan evaluasi menyeluruh, kemajuan kepribadian. Evaluasi akademis dilakukan secara berkala agar kemajuan akademis dan cara belajar dapat terpantau. Demikian juga evaluasi menyeluruh menyangkut kepribadian perlu dilakukan berkala juga meskipun frekuensinya tidak sesering evaluasi akademis. Alat untuk evaluasi kemajuan akademis kiranya tidak sulit diperkembangkan. Alat-alat tersebut misalnya tes, laporan tugas, makalah, dsb. Untuk evaluasi kemajuan kepribadian dapat dipergunakan berbagai alat pula, antara lain: buku harian, evaluasi diri, wawancara, evaluasi dari teman dsb.
Penilaian ini dapat menjadi saat bagi pengajar untuk mengapresiasi kemajuan pelajar dan menyemangatinya. Juga kesempatan untuk mendorong berefleksi. Terkait dengan kekurangan-kekurangan pelajar, pengajar dapat mendorong untuk mencermati kembali cara maupun semangat belajar dengan mengusulkan sudut pandang tertentu bagi proses belajarnya.

C. Strategi dan Metode Pembelajaran  
        PAK dan Budi Pekerti tidak lain ialah pembelajaran mengenai hidup. Sehubungan dengan itu konteks hidup peserta didik berperan penting dalam proses pembelajaran. Konteks hidup peserta didik  bisa dipahami secara internal maupun eksternal. Secara internal meliputi tahap perkembangan peserta didik beserta seluruh minat dan harapannya, adapun secara eksternal meliputi budaya masyarakat, perkembangan teknologi,  serta lingkungan alam di mana peserta didik tinggal.
Berdasar gagasan singkat tersebut strategi pembelajaran PAK perlu dirancang dengan mendayagunakan potensi-potensi yang ada, yang meliputi perkembangan, minat dan harapan peserta didik serta kebudayaan yang melingkupi kehidupan peserta didik.
       Perkembangan, minat serta harapan peserta didik, budaya, linkungan dengan segala dinamika perkembangannya dapat diungkap melalui berbagai metode.  Metode-motode yang relevan guna mengungkap konteks peserta didik dan pendekatan yang diacu kurikulum 2013 antara lain adalah: observasi, bertanya, refleksi, diskusi, presentasi, dan unjuk kerja.
Rencana pembelajaran meliputi analisis kompetensi, analisis konteks, identifikasi permasalahan (gap antara harapan dan kenyataan), penentuan strategi yang meliputi pemilihan model, materi, metode, dan media pembelajaran untuk mencapai kompetensi bertolak dari konteks. Berdasarkan keseluruhan gagasan tersebut disusunlah proses pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

      
V .  MODEL PEMBELAJARAN

A. Model Pembelajaran Kurikulum 2013

       Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik/ilmiah. Penerapan Pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini disebut-sebut sebagai ciri khas dan kekuatan dari Kurikulum 2013.
 Banyak ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, peserta didik dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High Order Thingking/HOT).Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah mengingatkan kita tentang pentingnya membelajarkan para peserta didik tentang fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain  fakta“,  demikian ungkapnya.
      Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya pembaharuan dalam setting dan bentuk pembelajaran itu tersendiri yang seharusnya berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa metode pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain model:
1.    Contextual Teaching and Learning
2.    Cooperative Learning
3.    Communicative Approach
4.    Project-Based Learning
5.    Problem-Based Learning
6.    Direct Instruction
       Metode-metode ini berusaha membelajarkan peserta didik untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi  atau menguji  jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan.
      Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasikan, mengkomunikasikan dan mencipta

B. Model Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

       Penerapan Pendekatan saintifik dalam Model Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti perlu dipahami secara tepat. Sebab pendekatan pemahaman bidang agama sangat berbeda dengan pendekatan saintifik pada bidang ilmu lain. Tidak semua isi agama dapat diuraikan dan dipahami secara ilmiah, sehingga seolah-olah agama itu menjadi serba logis dan riil. Bidang agama mempunyai dimensi ilahi dan misteri yang tidak bisa dijelaskan dan didekati secara saintifik.
       Selama ini kita mengenal beberapa model pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Model pembelajaran yang umumnya digunakan adalah model  komunikasi iman dan penginternalisasian iman, analisa sosial, reflektif, dan yang lainnya. Bila melihat unsur dan langkah-langkah yang ditampilkan dalam model saintifik (mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengomunikasikan dan mencipta), dan membandingkannya dengan model yang selama ini digunakan dalam Pendidikan Agama Katolik, maka kita menemukan beberapa unsur yang sejalan, walaupun tidak persis sama.
      Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, biasanya diawali dengan mengungkapkan pengalaman riil, yang dialami diri sendiri atau orang lain, baik yang didengar, dirasakan maupun dilihat (Bdk. Mengamati). Pengalaman yang diungkapkan itu kemudian dipertanyakan sehingga dapat dilihat secara kritis keprihatinan utama yang terdapat dalam pengalaman yang terjadi, serta kehendak Allah dibalik pengalaman tersebut (Bdk. Menanya). Upaya mencari jawaban atas kehendak Allah di balik pengalaman keseharian kita, dilakukan dengan mencari jawabannya dari berbagai sumber, terutama melalui Kitab Suci dan Tradisi (Bdk. Mengeksplorasi). Pengetahuan dan Pemahaman dari Kitab Suci dan Tradisi menjadi bahan refleksi untuk menilai sejauhmana pengalaman keseharian kita sudah sejalan dengan kehendak Allah yang diwartakan dalam Kitab Suci dan Tradisi itu. Konfrontasi antara pengalaman dan pesan dari sumber seharusnya memunculkan pemahaman dan kesadaran baru/ metanoia (Bdk. mengasosiasikan), yang akan sangat baik bila dibagikan kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan (Bdk. mengomunikasikan). Pertobatan yang dihasilkan dalam proses pembelajaran, hendaknya  diwujudnyatakan dalam karya dan tindakan yang mengungkapkan nilai-nilai pertobatan tersebut (Bdk. Mencipta)
      Berkaitan dengan keenam langkah pembelajaran seperti diuraikan di atas bisa jadi tidak semuanya sampai pada langkah mencipta, karena sangat tergantung dari materi pembelajarannya. Materi-materi tertentu proses pembelajarannya bisa dipadukan dengan model problem-based learning, atau direct – learning atau model lainnya.

C.    Contoh Model Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
       Materi Pembelajaran SMP Kelas 7: Aku Citra Allah Yang Unik

1.    Mengamati
a)    Peserta mengamati gambar “Kado Tuhan”, dari Buku Murid, halaman 2
b)    Peserta didik berfantasi seolah-olah dirinya menerima “Kado Tuhan”, yang berisi empat lapis tentang keadaan dirinya; kemudian menuliskan isi lapisan Kado Tuhan itu menyangkut: ciri fisik, sifat baik, bakat/kemampuan dan pengalaman baik yang pernah dialami.
c)    Peserta didik saling mengamati  catatan tentang isi “Kado Tuhan” temannya

2.    Menanya
Peserta didik mengajukan  pertanyaan sehubungan dengan hasil pengamatannya tentang “Kado Tuhan”.
Contoh pertanyaan:
a)    Mengapa manusia disebut makhluk yang unik?
b)    Dalam hal apa saja manusia itu berbeda?
c)    Sikap apa saja yang sering muncul dalam menghadapi keunikan diri?
d)    Apa dampak sikap tersebut terhadap cara memperlakukan diri sendiri dan orang lain?
e)    Apa hubungannya antara manusia sebagai pribadi yang unik dengan sebutan manusia sebagai Citra Allah?

3. Mengeksplorasi
Peserta didik membaca teks Kitab Suci (Kej 1:26-28),  agar dapat memperoleh informasi tentang Keunikan Manusia sebagai Citra Allah

4.    Mengasosiasi
Peserta didik merumuskan kesimpulan atas keunikan manusia sebagai Citra Allah, Tujuan Allah menciptakan manusia dengan segala keunikannya dan Makna Manusia sebagai citra Allah.

5.    Mengomunikasikan
Peserta didik, berbagi  pemahaman baru tentang keunikan manusia sebagai citra Allah, tujuan Allah mencipatkan manusia dengan segala keunikannya dan makna manusia sebagai citra Allah kepada teman-temannya.
6.    Mencipta
Peserta didik menyusun  doa tertulis  yang bertema “Aku citra Allah yang unik”

 V.  Penilaian  Pembelajaran  Dalam  Pendidikan Agama Katolik Dan Budi Pekerti

A. Pengertian
Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik

B. Strategi Penilaian

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.    Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
b.    Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
c.    Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
d.    Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
e.    Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
f.    Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

       Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment)yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran. Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan alat: angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi.

1.    Bentuk  Penilaian
a.    Penilaian kompetensi sikap

        Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi,  penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
a)  Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara  berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
b) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
c)  Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian  antarpeserta didik.
d)     Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

b.  Penilaian Kompetensi Pengetahuan
        Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
1)     Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
2)    Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3)     Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

c. Penilaian Kompetensi Keterampilan
        Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio.Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1)    Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
2)    Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
3)    Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi,  dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.

Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
1)    substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2)    konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan
3)    penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
        Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria (PAK).  PAK merupakan  penilaian pencapaian kompetensi  yang  didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM  merupakan  kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik  Kompetensi  Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik

2.    Pelaporan hasil Penilaian
a.  Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik  yang  dilakukan secara  berkesinambungan  bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan  belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal  sebagai berikut :
1)    Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat rancangan  dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai dengan indikator dan mengembangkan instrumen serta pedoman penyekoran  sesuai dengan teknik penilaian yang dipilih.
2)    Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran  dan diakhiri  dengan tes dan/atau nontes.  Penelusuran dilakukan  dengan menggunakan  teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.
3)    Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu  dilakukan  dengan mengacu pada indikator dari Kompetensi Dasar  setiap mata pelajaran yang diintegrasikan dalam tema tersebut. 

4)    Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan  belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai balikan  (feedback) berupa  komentar yang mendidik  (penguatan) yang  dilaporkan kepada pihak  terkait  dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.
 

b.  Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
1)    nilai  dan/atau  deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi   pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-terpadu.
2)  deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial.
c.  Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala  sekolah /wali kelas ,   orangtua pada periode yang ditentukan        
d.  Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik selama satu   semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi kompetensi oleh wali  kelas/guru

VI.  Media Pembelajaran Dan Sumber Belajar

A.Pengertian Media Pembelajaran dan Sumber Belajar

        Media pembelajaran adalah pengantar atau pengantara yang dapat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan serta kemauan para peserta didik, sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri mereka. Media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Perlu diingat media pembelajaran  bukan hanya berupa alat (TV, radio, komputer) atau bahan saja (makalah, buku, artikel), tapi juga hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik  memperoleh pengetahuan, misalnya diskusi, seminar, simulasi.
        Sumber belajar adalah  buku teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya, yang dapat digunakan baik secara terpisah maupun terkombinasi oleh para peserta didik dalam belajar, sehingga mempermudah mereka dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar membantu optimalisasi hasil belajar para peserta didik, yang dapat dilihat bukan hanya dari hasil belajar saja, namun juga dilihat dari proses pembelajaran yang berupa interaksi para peserta didik  dengan berbagai sumber belajar yang dapat memberikan rangsangan untuk belajar dan mempercepat pemahaman serta penguasaan bidang ilmu yang dipelajari.
Jadi, dalam arti luas media belajar adalah segala hal yang dapat menjadi perantara pesan. Dalam proses pembelajaran PAK dan Bud Pekerti,  pesan adalah tujuan. Media belajar adalah segala hal yang dapat membantu mencapai tujuan pembelajaran. Perangkat keras dan perangkat lunak semuanya menjadi media belajar. Adapun dalam arti sempit media belajar adalah perangkat keras. Perangkat lunak, isinya merupakan sumber belajar.
        Dalam pemikiran yang berkembang akhir-akhir ini terutama oleh karena kemajuan teknologi informasi, media dan pesan tidak terpisahkan. Pesan adalah media itu sendiri. Media adalah pesannya. Media sekarang ini sudah mengubah hidup orang bukan karena isinya tetapi semata karena medianya. Oleh karena itu guru PAK dan Budi Pekerti perlu cermat betul dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran.

B.  Media Pembelajaran dan Sumber Belajar dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.

        Berdasarkan pemikiran di atas, dalam pemilihan dan penggunaan media dalam PAK dan Budi Pekerti, hal yang perlu diperhatikan ialah kompetensi yang mau dikembangkan, situasi peserta didik dan sumber belajar. PAK dan Budi Pekerti mau mengembangkan kehidupan beriman peserta didik dalam seluruh aspeknya, nalar, afeksi, hati, dan perilaku. Sehubungan dengan itu media pembelajaran yang digunakan perlu relevan dengan daya nalar, afeksi, hati, dan perilaku. Situasi peserta didik tidak lain kebudayaan yang melingkupinya. Kebudayaan yang melingkupi peserta didik sekaligus merupakan sumber belajar.
        Sehubungan dengan pemikiran tersebut, maka media pembelajaran PAK dan Budi Pekerti dapat menggunakan hasil  budaya setempat. Hasil budaya tersebut antara lain: cerita, nyanyian, musik, patung, lukisan, tarian, arsitektur, adat-istiadat, norma, permainan anak, cara bertani, cara beternak, masakan, tata masyarakat dan sembagainya. Hasil budaya sangat kaya nilai baik nilai sain, nilai moral, bahkan nilai religi. Misalnya candi Borobudur merupakan hasil budaya yang di samping syarat nilai religi juga mengandung nilai sain yang tinggi. Hasil budaya-budaya setempat seperti itu  kiranya menjadi media sekaligus sumber belajar yang perlu diangkat dalam PAK dan Budi Pekerti.
        Tradisi Gereja yang berkembang sekitar 2000 tahun hingga kini sangat  banyak menghasilkan hasil budaya yang sangat kaya nilai iman, antara lain: patung, musik-nyanyian, arsitektur, lukisan, tarian, cerita, dan sebagainya. Hasil-hasil tradisi Gereja tersebut sangat perlu diangkat juga, mengingat hasil-hasil budaya tersebut sungguh diinspirasikan oleh iman yang bersumber pada Kitab Suci. Tentu tidak dapat diabaikan bahwa kebudayaan sekarang ini  lebih dipengaruhi oleh ilmu dan teknologi. Akumulasi teknologi dalam kehidupan masyarakat menghasilkan modernitas. Produk-produk teknologi modern dapat menjadi media belajar pula, sebagaimana disebut dalam pengertian di atas, antara lain  DVD, VCD, Flash, Viewer, computer, robot, internet dan sebagainya.Keseluruhan pemilihan dan penggunaan media tersebut perlu bervariasi dan kritis. Kritis maksudnya tidak asal digunakan apalagi berdasarkan perasaan senang dan mudah, melainkan sungguh dipikirkan apakah dapat membantu peserta didik  memperkembangkan kehidupan berimannya dalam segala aspek: nalar, afeksi, dan perilaku.

VII.  Guru Sebagai Pengembang Kultur Sekolah

        Kultur memiliki dua sisi yang tak terpisahkan, yakni sisi lahir dan batin. Pada sisi batiniah kultur ialah nilai, prinsip, semangat, keyakinan atau pola berpikir, merasa, dan bersikap yang dianut oleh sebuah komunitas. Adapun pada sisi lahiriah kultur ialah kebiasaan berperilaku yang tampak dalam  aturan, prosedur kerja, pengambilan keputusan, tata krama, tata tertib, kepemimpinan, simbol-simbol, adat-istiadat yang mengatur hubungan anggota komunitas baik formal maupun informal. Sebuah tindakan konkret selalu didasari oleh nilai, prinsip, semangat, dan keyakinan tertentu. Aspek lahir dan batin itu tampak sebagai cara atau pola hidup yang bermakna.
        Sekolah ialah komunitas pembelajar yang satu sama lain saling membantu untuk menumbuhkan dan mengembangkan kualitas kehidupan. Kualitas kehidupan itu tampak dalam perkembangan intelek, emosi, hati nurani serta keimanan. Seluruh sumber daya sekolah melayani aktivitas belajar demi pertumbuhan dan perkembangan kualitas kehidupan tersebut. Kultur sekolah tidak lain ialah budaya belajar di sekolah. Dengan demikian tata krama, tata tertib sekolah, peraturan, prosedur kerja, prosedur pengambilan keputusan, interaksi pembelajaran, dan simbol-simbol perlu menumbuhkan dan menghasilkan nilai dan semangat belajar.
        Komunitas sekolah meliputi berbagai unsur dengan fungsi tertentu, yakni murid, guru, kepala sekolah beserta jajarannya, tenaga kependidikan, dan pemangku kepentingan. Inti dari komunitas sekolah ialah interaksi guru-murid dalam belajar. Jadi guru bersama murid berperan sentral dalam aktivitas belajar. Mengingat interaksi guru-murid menjadi inti dari budaya sekolah atau budaya belajar di sekolah, maka seluruh perilaku guru, dalam hal ini guru PAK dan Budi Pekerti perlu menampilkan diri sebagai seorang pembelajar sehingga mampu menginspirasi murid dan anggota komunitas yang lain dalam belajar. Guru PAK perlu menjadi model atau teladan sebagai pembelajar. Seorang guru tampak sebagai pembelajar antara lain dari pengelolaan kelas, pengembangan proses pembelajaran dalam bidang studinya, karya-karya ilmiah yang dihasilkannya, dan dalam menyikapi masalah-masalah dalam masyarakat dan lingkungan sekitar.
        Perkembangan dan keberhasilan aktivitas guru-murid dalam belajar mutlak memerlukan dukungan dari anggota komunitas yang lain seperti murid, pemimpin sekolah, tenaga kependidikan, orang tua, komite sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar, dan pemangku kepentingan yang lainnya. Hubungan antar fungsi dan unsur tersebut tercermin dalam tata krama, tata tertib, peraturan, prosedur kerja, kerja sama dan simbol-simbol. Keseluruhan tata kehidupan sekolah tersebut harus dilaksanakan secara bersama-sama. Sehubungan dengan itu guru PAK perlu menjalin kerjasama dengan berbagai unsur komunitas sekolah untuk melaksanakan tata kehidupan sekolah yang  mendukung  dan demi budaya belajar.
Dengan peserta didik,  guru perlu bekerja sama untuk mengembangkan semangat dan proses  belajar atau prosedur ilmiah bidang studi PAK.   Dengan guru mata pelajaran yang lain guru PAK perlu berkomitmen melaksanakan tata krama, tata tertib, prosedur kerja, pendekatan atau strategi pembelajaran yang secara bersama diacu oleh sekolah. Dengan orang tua, guru perlu kerjasama untuk mengembangkan pendampingan belajar yang mendukung pengembangan prosedur ilmiah PAK. Sehubungan dengan itu guru perlu bersama-sama menemukan prosedur pendampingan belajar tersebut. Misalnya dalam mengerjakan Pekerjaan Rumah  orang tua tidak langsung memberi jawaban tetapi membantu putra/putrinya mengikuti langkah-langkah belajar yang diharapkan sehingga persoalan belajar yang diberikan dalam Pekerjaan Rumah terpecahkan. Dengan demikian sikap ilmiah peserta didik akan terbangun.
       Budaya sekolah tidak lepas dari budaya masyarakat. Budaya masyarakat tersusun oleh unsur lingkungan alam,  sosial, dan unsur adikodrati. Sehubungan dengan itu pengembangan budaya sekolah perlu mendukung sekaligus didukung oleh budaya masyarakat dengan memanfaat lingkungan alam,  sosial, dan religius sebagai sumber belajar. Adat masyarakat, berbagai kesenian (tari, musik, arsitektur, pahat, sastra), wawasan lingkungan, merupakan  sumber belajar yang kaya nilai baik ilmiah, sosial  maupun religi. Dengan memanfaat budaya masyarakat sebagai sumber belajar  guru dapat menjadi agen pengembang budaya sebagai ‘ibu’ dari pendidikan.

VIII.  Penutup

Dalam pelajaran agama peran guru sangat penting. Kurikulum dan buku pelajaran sehebat apa pun, bila tanpa ada guru yang memahami dan mampu melaksanakannya dengan baik, hamper tidak ada artinya. Guru perlu dipersiapkan dengan baik dalam bidang semangat, kepribadian, pengetahuan dan keterampilan. Terkait dengan hal itu, kehadiran kurikulum 2013 mengandaikan dan menuntut adanya guru  yang memahami dan mampu melaksanakan Kurikulum 2013 dengan baik dan benar.

(Komisi Kateketik KWI)
.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *