Renungan Natal Fajar: “Mari Kita Pergi Ke Betlehem”

Bacaan: Yes. 62: 11-12; Tit. 3: 4-7; Luk. 2:15-20.

Fajar Natal pagi ini kita sambut dengan gembira dan sukacita, walau kita masih dalam keadaan yang sulit akibat pandemi covid-19 ini. Kita harus memulai suatu hidup baru dengan cara dan kebiasaan baru atau kenormalan baru (new normal).Biarpun demikian situasi ini kiranya tidak mengurangi rasa syukur dan gembira kita karena Yesus lahir di tengah kita, di dalam keluarga kita, di dalam hati kita masingt-masing. Kita diajak untuk selalu menjaga jarak fisik tapi hati kita dengan Tuhan selalu dekat dan menyatu. Hati kita dengan satu sama lain tetap tidak dapat dipisahkan, dekat selalu. Dalam kenprmaalan baru, natal selalu menjadi baru karena Damai sejati itu lahir dalam hati yang diperbaharui melalui tobat yang terus menerus.

Kita diajak untuk bersama pata gembala sederhana untuk pergi ke Betlehem, tempat lahairnya Sang Juruselamay. “Mari kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita”. Betlehem itu tidak berada di luar diri kita, tidak di luar keluarga kita. Juga tidak di luar Gereja kita. Betlehem itu adalah hati kita. Betlehem itu adalah keluarga kita, lingkungan kita, Gereja kita. Di sana, di Betlehem itulah sang bayi natal dibaringkan. Di sana, di Betlehem itulah sang bayi natal lahir. Mari kita pergi ke Betlehem itu untuk melihat apa yang terjadi di sana. Apakah kita telah bertemu dengan Maria, Yosef dan bayi itu di sana, di hati kita, di dalam hidup, keluarga dan lingkungan kita. Apakah bayi natal Yesus itu dibaringkan di palungan hati dan hidup kita/, keluarga dan lingkungan kita. Maria, Yosef dan bayi Yesus dalam kesederhanaan dan kemiskinannya apakah kita jumpai di sana. Mungkin kita terkejut, karena di sana, di Betlehem hati dan keluarga kita itu tidak ada apa-apanya. Tidak kita jumpai Yesus sang bayi natal itu terbaring di sana. Karena di Betlehem hati kita masih penuh dan sarat dengan segala kelimpahan dan kemewahan duniawi, harga diri, status, ingat diri dan segala bentuk kedosaan kita, masih tertutup rapat dengan segala kesombongan diri; sehingga tidak ada lagi tempat atau jalan untuk berbaringnya sang Juruselamat. Di Betlehem hati kita, keluarga kita, hidup kita ternyata telah dihiasi dengan berbagai macam iri hati, dengki, dendam kesumat, permusuhan, dll. Mungkin kita sendiri terkejut melihat apa yang terjadi dalam hati, keluarga dan hidup kita. Kita juga mungkin terkejut karena sang bayi natal itu tidak punya apa-apa, miskin, sederhana sementara yang sedang kita cari dan kita kejar justru kekayaan, uang, prestise, dll. Ternyata di dalam semuanya itu, kita belum mengalami damai sejati yang sesungguhnya yang dibawa sang bayi natal.

Untuk kita-lah Ia lahir. Kita begitu berharga di mata Allah. Maka supaya Ia lahir dalam hati, dalam keluarga, dalam lingkungan hidup kita, maka baiklah kita singkirkan segaala yang menghalangi-Nya untuk lahir di Betlehem hati, keluarga dan hidup kita. Supaya seperti para gembala setelah melihat semuanya, mereka semakin percaya dan penuh sukacita mewartakan kebaikan kasih Allah yang luar biasa. Dan kita saling mengajak satu sama lain untuk mengalami dan mewartakan damai dan sukacita. Bahwa telah lahir juga bagi kita dan bagi keluarga kita yaitu Kristus Tuhan  Dan dengan penuh sukacita kita saling berucap: Selamat pesta Natal yang damai dan penuh berkat. ***.

Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr;  Sekretaris Komisi Kateketik KWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *