Renungan Hari Minggu Biasa XXV: “Allah Yang Murah Hati”

Bacaan: Yes. 55:6-9; Flp.1: 20c-24, 27a; Mat. 20: 1-6.

Untuk mengerti kemurahan hati Allah melalui Injil hari ini rasanya mungkin membingungkan kita. Melalui perumpamaan Yesus dalam Injil hari ini mau menghantar kita untuk menyelami kemurahan hati Allah, yang tentu sangat berbeda dengan ukuran keadilan yang dipakai manusia. Kisah para pekerja yang menerima upah yang sama satu dinar, tidak dibedakan yang masuk awal pagi, siang maupun sore itu, ternyata mendapat protes dan tuan itu diprotes karena dirasa tidak adil, tidak memperhitungkan lama dan prestasi kerja dari para pekerja itu.

Namun, tuan itu merasa tidak berbuat salah, dan tidak merugikan siapa pun, karena kesepakatan adalah mereka diberi upah satu dinar. Kesepakatan itu untuk upah setiap pekerja. Dan sang tuan telah memenuhi kewajibannya. “Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadapmu”, demikian tanggapan tuan itu. Dan dilanjutkan, “Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?” Jadi kesepakatan itulah yang mengikat. Bahkan lebih lanjut tuan itu mengingatkan, “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendakku? Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?”

Kemurahan hati Allah ialah dengan bebas menggunakan milik-Nya menurut kehendak-Nya, tentu untuk kebaikan semua orang. Ia berlaku sangat adil. Kemurahan hati Allah ialah memberikan perhatian dan apa yang terbaik bagi semua orang, tanpa membedakan. Semua orang di mata Tuhan itu berharga. Ia mengasihi setiap orang secara pribadi. Dari kelimpahan kasih dan kemurahan hati-Nya manusia dianugerahi kebaikan, kesejahteraan dan keselamatan. Kita tidak perlu harus iri hati terhadap kebaikan dan kemurahan hati Allah. Allah itu baik dan penuh belaskasih. Hanya kita manusia sering membuat perbedaan dan berlaku serta berpikir tidak adil. Kita iri hati dan mungkin tidak mau terima dengan baik kalau ada orang yang hidupnya jauh lebih baik dari kita, yang lebih berhassil dari kita, atau lebih sehat dan lebih untung dalam hidupnya. Sementara kita tetap biasa saja, kita tetap mengalami kesulitan dan kegagalan, kita masih saja hidup susah dan menderita. Lalu kita mempersalahkan Allah. Merasa dan menilai bahwa Allah tidak adil, Allah pilih kasih, padahal kita diberi waktu dan kesempatan yang sama. Mungkin juga kita yang sudah lama menjadi Katolik, sudah dibaptis dan menjadi pengikut Yesus yang setia, telah banyak berkurban, telah banyak berbuat baik, tapi di pihak lain, masih menuntut agar kita diperlakukan lebih daripada yang baru menjadi Katolik. Mengapa Tuhan sangat peduli dengan mereka itu? Kita mengeluh, kita merasa Tuhan tidak adil. Di sini tentu Tuhan akan bertanya kepada kita seperti dalam Injil hari ini, “Iri hatikah engkau karena Aku murah hati?”

Tuhan selalu dan selamanya bermurah hati kepada setiap kita. Kemurahan hati-Nya menghantar kita untuk hidup bahagia, sejahtera dan memperoleh keselamatan. Maka marilah kita belajar dari kemurahan hati Allah, agar kita pun bermurah hati kepada sesama seperti Allah yang murah hati. Tuhan memberkati.***

 

Rm. Fransiskus Emanuel Da Santo,Pr; Sekretaris Komkat KWI

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *