Renungan Minggu Adven II : “Bertobat Berarti Berani Berbenah, Berubah dan Berbuah”  

Yes 11:1-10;  Rm 15:4-9; Mat 3:1-12.

Minggu kedua Adven, mengajak kita untuk bertobat! Hal ini diserukan dengan sangat jelas dan tegas, bahkan keras oleh Yohanes Pembaptis di padang gurun. Kepada siapa seruannya ini juga  sangat jelas. Yohanes tidak diam saja, tidak main kompromi, tidak takut, juga tidak dengan cara yang lembut. Tidak perhitungan untung rugi atau takut resiko kehilangan harta, hak dan kedudukan. Baginya tidak penting.  Ia berani mengungkapkan kebobrokan, kejahatan dan kesalahan yang harus segera diperbaiki. Dengan kata lain, harus bertobat!Bahkan kepada semua saja, entah orang biasa, entah dari kelompok orang terhormat dan disegani, bahkan pemimpin/raja sekalipun. Kalau salah, ya salah. Orang harus disadarkan  akan ksalah dan dosanya, dan berani untuk bertobat.

Tentu saja keberanian Yohanes Pembaptis ini tidak mudah diterima. Demi kebaikan bahkan demi keselamatan, ia mengatakan dengan terus terang, jujur, apa adanya. Yohanes sadar bahwa pewartaannya itu selalu mendatangkan resiko kehilangan segalanya bahkan nyawanya sendiri menjadi taruhan. Bukan soal. Ia tau dan dengan sangat sadar bahwa hanya dengan bertobat, keselamatan menjadi berkat. Hanya dengan demikian, keselamatan itu bisa diterima dan dialami. Keselamatan itu adalah pribadi Yesus, yang datang sebagai pemenuhan janji keselamatan Allah. Apa yang dibuat oleh Yohanes ini, rasanya mungkin kurang pas, kurang menarik dengan situasi kita jaman ini. Karna kita sering bersembunyi di balik kata-kata manis, penuh kompromi, tidak malu-malu bahkan tidak tau malu hidup dalam dosa.

Seruan pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis  adalah seruan bagi manusia untuk mempersiapkan diri bahwa akan datang Dia yang membersihkan kita dari dosa.  Namun demikian Yohanes mempertegas bahwa pertobatan tidak hanya sekedar kata-kata saja namun pertobatan itu harus menghasilkan buah yang nyata. Bertobat berarti perubahan hati dan ganti haluan hidup sehingga orang yang telah bertobat tidak lagi berjalan di jalan yang penuh dengan dosa lagi namun akan berjalan dalam ‘jalan kudus’ yang telah disediakan oleh Allah di dalam Yesus Kristus.

Menyambut kedatangan Tuhan, pertobatan adalah syarat mutlak yang harus dimiliki sebab alat penampi sudah ada ditanganNya. Dalam seruan pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes ini ada hal yang menarik dapat diperhatikan bahwa ternyata tidak hanya penduduk Yerusalem dan Yudea yang hadir pada waktu itu namun juga orang Farisi dan Saduki dan dengan tegas Yohanes menyebut mereka dengan “keturunan ular beludak”. Itu berarti bahwa keselamatan dari Tuhan bukan masalah keturunan (“Abraham adalah Bapa kami”) namun harus ada pertobatan dan juga buah yang dihasilkan oleh pertobatan itu sendiri.

Keselamatan dari Tuhan tidak akan sampai kepada orang-orang yang hanya hidup secara tradisi kekristenan saja tanpa ada buah dari pertobatan itu sendiri. Maka kiranya kita tidak terjebak dalam pusaran tradisi tanpa buah pertobatan. Dengan tegas Yohanes Pembaptis telah menyatakan kepada kita bahwa keselamatan itu hanya bagi orang yang menghasilkan buah dari pertobatannya.

Makna dasar dari pertobatan adalah berbalik. Berbalik yang dimaksud adalah  meninggalkan kehidupan yang lama (kejahatan dan dosa) dan berjalan menuju arah yang berlawanan yaitu arah yang terang di dalam Tuhan. Keputusan untuk berbalik dari dosa menuju kepada keselamatan di dalam Kristus menyangkut hal menerima Yesus bukan hanya sebagai Juruselamat dari hukuman dosa, melainkan juga sebagai Tuhan atas kehidupan kita. Jadi, pertobatan meliputi pergantian penguasa, yaitu dari penguasaan iblis (Ef. 2:2) kepada penguasaan Kristus dan firman-Nya (Kis. 26:18).

Pertobatan merupakan keputusan yang sukarela pada pihak orang yang berdosa yang memungkinkan kasih karunia yang memberi kemampuan kepada mereka untuk melakukannya ketika mereka mendengar dan percaya kepada Injil. Jadi syarat mutlak untuk memiliki dan mempertahankan anugerah keselamatan itu adalah harus adanya pertobatan yang bersumber dari iman percaya bahwa Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat.

Pertobatan sendiri merupakan pesan pokok bagi kita menyambut datangnya Tuhan, karena tidak akan mungkin anugerah keselamatan itu bisa diterima dan diperoleh oleh orang yang masih hidup dalam dosa. Pertobatan adalah buah dari iman kita kepada Tuhan. Untuk itu buah dari pertobatan itu pastilah sukacita yang kekal yang bersumber dari Tuhan kita Yesus Kristus. Untuk itu, mari kita wujudkan pertobatan itu 

Apakah pertobatan yang sejati itu?  “jadi, hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.” Kalimat ini sama seperti yang Tuhan Yesus katakan dalam Matius 12:33: “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.”

Buah pertobatan sejati adalah buah Roh yang dihasilkan dari pertobatan dengan ketaatan dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus. (Gal. 5:22-23, buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, dan penguasaan diri).  Yohanes Pembaptis menekankan bahwa Tuhan Yesus sebagai pusat kehidupan kita, Dialah yang akan membaptis kita dengan Roh Kudus, sehingga pertobatan kita akan menghasilkan buah Roh. Peringatan bagi kita yang tidak menghasilkan buah akan dihakimi. Gandum akan dikumpulkan ke dalam lumbung, sedangkan jerami akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan, yaitu neraka.

Dosa bukanlah sekedar tindakan atau perbuatan pelanggaran, tindakan justru membuktikan bahwa pada dasarnya esensi manusia telah berdosa sejak saat kejatuhan manusia pertama dalam dosa. Jadi dosa tidak dapat diselesaikan dengan perbuatan, melainkan melalui kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam diri manusia.

Maka, Jika hari ini kita masih hidup dalam dosa, Bertobatlah!  Tuhan memberi kita kesempatan dan anugerah pengampunan. “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (I Yoh. 1:9). Tetapi jika seseorang mengatakan bahwa ia telah bertobat namun masih terus-menerus berbuat dosa dan menikmatinya, maka mungkin sekali sebenarnya ia belum bertobat dan belum lahir baru. Allah tidak akan membiarkan setiap umat-Nya hidup dalam dosa, “Karena Tuhan akan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia akan menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” (Ibr. 12:9).

 Mari kita terus berbenah diri, bertobat, berubah dan berbuah. Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan!**

 

Rm. Frans Emanuel da Santo, Pr; Sekretaris Komisi Kateketik KWI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *