Bacaan: Yes 40:1-5.9-11; Tit 2:11-14;3:4-7; Luk 3:15-16.21-22
Hari ini Gereja Katolik merayakan Pesta Pembaptisan Tuhan Yesus Kristus. Ia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di Sungai Yordan. Hari ini juga menjadi awal Yesus Kristus tampil di depan umum untuk mewartakan Kerajaan Surga dan memberitakan Injil serta menyembuhkan orang-orang sakit. Tampilnya Yesus di hadapan umum ditandai dengan turunnya Roh Kudus ke atasNya. Oleh karena itu segala bentuk pelayanan Yesus dipenuhi serta dibimbing oleh Roh Kudus. Mengapa Roh Kudus? Karena Roh Kudus itu yang memulai serta menggenapi segalanya dalam hidup Yesus sang Putera.
Kita semua tahu bahwa dari awal Roh Kudus sudah memiliki peran penting: Malaikat Gabriel memberi kabar sukacita bahwa Bunda Maria akan mengandung dari Roh Kudus dan melahirkan Yesus (Luk 1:35). Yesus penuh dengan Roh Kudus kembali dari Sungai Yordan lalu dibawah Roh Kudus ke padang gurun (Luk 4:1) dan Ia bergembira dalam Roh Kudus lalu bersyukur kepada Bapa (Luk 10:21). Roh Kudus adalah Penghibur yang diutus Bapa dalam nama Yesus (Yoh 14:26) dan Ia memberi kepada para muridNya (Yoh 20:22). Roh Kudus telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Roh Kudus yang sama dinantikan Ia turun ke atas para Rasul dan Bunda Maria pada Hari Raya Pentekosta.
Tentang sakramen Pembaptisan, dalam Katekismus Gereja Katolik no 1253 dikatakan, “Pembaptisan adalah sakramen iman. Iman membutuhkan persekutuan umat beriman. Setiap orang beriman hanya dapat beriman dalam iman Gereja. Iman yang dituntut untuk pembaptisan, tidak harus sempurna dan matang; cukuplah satu tahap awal yang hendak berkembang. Kepada para katekumen atau walinya disampaikan pertanyaan, “Apa yang kamu minta dari Gereja Allah?” Dan Ia menjawab, “Iman”.
Pembaptisan adalah pintu masuk untuk menjadi seorang pengikut Kristus. Prosesnya dimulai dengan mengikuti pelajaran katekumen selama satu tahun dan dibarengi dengan tes-tes penguji. Bila gagal dalam tes atau absen selama proses pembelajaran tersebut, maka wajib mengulangi selama satu tahun kembali. Tidak gampang menjadi seorang Katolik. Tidak seperti gambaran masyarakat umum bahwa menjadi seorang Katolik cukup ikut pelajaran beberapa hari lalu dibaptis. Tidak semudah itu….tidak ada kata instan dalam kamus seorang Katolik.
Namun apa artinya pembaptisan bagi seorang Putera Allah? Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di Sungai Yordan bukan sebagai tanda pertobatan. Pembaptisan Yohanes menjadi tanda pernyataan akan keilahian Yesus sebagai Putera Allah. Pembaptisan ini pun menjadi tanda dimulainya karya pewartaan Yesus. Melalui pembaptisan ini, Yohanes Pembaptis mau mengatakan bahwa Yesus adalah Sang Mesias yang tlah dinubuatkan sejak dahulu, dan dipertegas oleh turunnya Roh Kudus dalam rupa merpati. Pada saat inilah Allah sebagai Tritunggal dinyatakan untuk pertama kalinya. Suara Bapa dari Langit, Sang Putra yang dibaptis, dan Roh Kudus dalam rupa merpati adalah simbol Tritunggal Mahakudus.
Dalam Tritunggal Mahakudus ini pula, kita dimeteraikan melalui pembaptisan. Menyiratkan kehadiran Allah sejak awal kehidupan kita sebab kita adalah kepunyaan Allah dan dalam Pembaptisan itu pula kita beroleh rahmat khusus yang menguduskan diri kita seutuhnya.
Selain untuk meneguhkan iman kita akan Yesus sebagai Anak Allah, peristiwa pembaptisan Tuhan ini, juga mengajak kita memahami makna pembaptisan, baik yang dialami oleh Yesus maupun yang kita terima. Dalam konteks waktu itu, pembaptisan yang lazim dikenal adalah Pembaptisan Yohanes yang maknanya terdapat dalam Luk 3:3, “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu!” Jadi, pembaptisan mempunyai makna pertobatan dan pengampunan dosa. Artinya, dengan dibaptis, seseorang menyatakan diri bertobat dan mendapat pengampunan dari Allah. Pertanyaannya, apakah Yesus berdosa sehingga perlu bertobat, kok Dia dibaptis oleh Yohanes? Jawabannya jelas: Yesus tidak berdosa dan tidak perlu bertobat! Namun, mengapa Ia dibaptis?
Melalui pemberitaan Yohanes Pembaptis dan suara yang turun dari langit, Yesus diperkenalkan sebagai Pribadi yang siap untuk memulai pelayananNya di depan umum. Yesus yang penuh dengan Roh Kudus adalah Mesias, nabi yang akan datang yang dinantikan Israel tetapi mereka belum mengenalNya. Dalam tindakan-tindakanNya, Yesus menunjukkan diriNya yang penuh dengan Roh Kudus. Dia adalah Anak Allah sejati yang akan bertindak atas nama Allah dan memiliki relasi yang akrab dengan Allah Bapa di Surga.
Yesus sebagai Anak Allah memiliki kuasa untuk mendoakan dan menyembuhkan orang-orang sakit dan membersihkan umat Allah dari dosa dengan air baptis tetapi memberdayakan mereka dengan kekuatan Roh Kudus yang berasal dari Allah. Yesus bagi Yohanes lebih berkuasa akan membaptis dengan Roh dan api. Allah Bapa sendiri berkenan pada Yesus PuteraNya. Tentu Allah Bapa juga berkenan pada kita semua. Yohanes Pembaptis hidupnya berakhir di penjara dan gugur sebagai martir. Yesus juga akan gugur sebagai martir di atas kayu salib. Dengan salib itu manusia dapat diselamatkan. Nah masa depan Yesus mulai terbaca dalam kehidupan Yohanes terutama saat mulai dipenjarakan mengatakan kebenaran.
Sabda Tuhan pada Pesta Pembaptisan Tuhan hari ini membantu kita untuk mengimani Yesus sebagai Imanuel atau Allah beserta kita. Suara dari langit “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepadaMulah Aku berkenan” mempertegas kehadiran Yesus sebagai Imanuel dan Mesias bagi kita. Roh Kudus dalam rupa burung merpati menunjukkan bahwa Yesus diurapi dengan minyak kegembiraan dan menjadi Penginjil bagi kaum miskin dan papa. Kita belajar dari Yesus untuk menjadi orang yang dibaptis, beriman dan sebagai tanda dan pembawa cinta kasih Allah bagi sesama yang miskin.
Sambil mengenang Pembaptisan Yesus, kita juga mengenang sakramen pembaptisan yang kita terima dan menguduskan diri kita. Kita dibaptis bukan lagi dengan baptisan Yohanes melainkan dengan baptisan Yesus dalam Roh Kudus dan api supaya menjadi saudara dan saudari dalam Kristus. Kita juga belajar dari kerendahan hati Yohanes Pembaptis. Ia tidak mengakui dirinya sebagai Mesias atau nabi yang akan datang tetapi berani mengakui Yesus dan jujur mengatakan “tunduk dan membuka tali sepatunya saja saya tidak layak”.
Pertanyaan refleksi bagi kita adalah apakah hidup kita setiap hari menyenangkan Tuhan sehingga Tuhan juga mengakui berkenan kepada kita?
Sekarang, bagaimana dengan pembaptisan kita? Marilah kita maknai pembaptisan kita dalam terang pembaptisan Kristus ini. Pertama, pembaptisan Kristus menyatakan dengan sempurna – karena pernyataan datang dari Allah sendiri – bahwa Yesus adalah Anak Allah. Demikian pula pembaptisan kita. Berkat sakramen baptis, kita dilahirkan kembali dalam Roh Kudus (bdk. Tit 3:5; Luk 3:16b) sehingga kita diangkat sebagai anak-anak Allah (bdk. Rm 8:16). “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Jadi, status kita sebagai anak-anak Allah yang kita terima melalui baptisan menjadikan kita mempunyai jaminan akan keselamatan dan kemuliaan abadi bersama Kristus.
Namun, kita tidak boleh hanya membanggakan status tersebut. Sebagaimana Yesus selalu menggenapi kehendak Allah sehingga menjadi Anak Allah yang terkasih dan yang berkenan kepada Allah, kita pun harus demikian. Maka, yang kedua, sebagai anak-anak Allah harus berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah supaya kita pun menjadi orang-orang yang berkenan kepada-Nya. Bagaimana hidup yang berkenan kepada Allah itu? Mari kita ikuti nasihat St. Paulus “Kasih karunia itu mendidik kita untuk meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan agar kita hidup bijaksana, adil dan beribadat, di dunia sekarang ini, sambil menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia” (Tit 2:12-13).
Jadi, pesannya jelas. Seperti Yesus, kita telah menerima sakramen baptis. Dengan demikian kita pun telah dijadikan sebagai anak-anak Allah serta menjadi ahli waris keselamatan. Oleh karena itu, marilah kita meneladan Kristus yang selalu menggenapi kehendak Allah sehingga menjadi anak Allah yang dikasihi dan yang berkenan kepada Allah. Kita tinggalkan kefasikan kita, kita kelola keinginan-keinginan duniawi kita, dan kita upayakan hidup yang bijaksana, adil dan beribadat. Dengan hidup yang demikian, Allah pun akan berkata kepada kita, “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” ***
By Rm. Fransiskus Emanuel Da Santo, Pr; Sekretaris Komisi Kateketik KWI